أنا أحبك يا رسول الله

“Sesungguhnya Allah beserta Malaikat-Nya senantiasa bershalawat untuk Nabi Muhammad. Hai orang-orang yang beriman, bacalah shalawat dan salam untuk Nabi dengan sungguh-sungguh.” (QS. Al Ahzab: 56).
  • RIWAYAT PENULIS
  • Nasab Rasulullah
  • Akhlak Mulia Rasulullah
  • Kecerdasan Rasulullah
  • Pendidikan Rasulullah
  • Keluarga Rasulullah
  • Sahabat Rasulullah
  • Kewajiban Terhadap Rasulullah
  • Syafaat Rasulullah
  • Perang Rasulullah
  • Inspirasi Cinta Rasulullah
  • Lain-lain
RSS

Arsip Penulis: imron fauzi

Tentang imron fauzi

Sekarang aktif mengajar di IAIN Jember.

METODE PEMBELAJARAN ALA RASULULLAH SAW

14 Mar

Ada beberapa metode pengajaran yang dipandang representatif dan dominan yang digunakan oleh Rasulullah Saw untuk meningkatkan potensi anak didik (sahabat). metode-metode pembelajaran yang diaplikasikan oleh Rasulullah Saw, yaitu sebagai berikut:

[1] Pengkondisian Suasana Belajar (Learning Conditioning)

Learning Conditioning merupakan syarat utama untuk terciptanya proses belajar mengajar yang efektif. Ada tiga cara yang digunakan Rasulullah Saw dalam metode ini, yaitu:

[a] Meminta Diam untuk Mengingatkannya

Metode berupa permintaan diam kepada murid-murid adalah salah satu cara yang paling baik untuk menarik perhatian mereka. Rasulullah Saw pernah bersabda ketika haji Wada, “Wahai manusia, tenanglah kalian!” (Al Nadawi. Shahih al Sirah al Nabawiyyah, 662). Kemudian melanjutkan lagi, “….Diamlah, janganlah kalian kembali kafir setelah (kematian)-ku, yaitu sebagian kamu memukul tengkuk sebagian yang lain…” (Al Nadawi. Shahih al Sirah al Nabawiyyah, 550).

[b] Menyeru Secara Langsung

Metode berupa seruan langsung biasanya dilaksanakan pada awal pelajaran, tetapi terkadang dilakukan ketika proses mengajar tengah berlangsung. Hal ini pernah dicontohkan dalam hadits, dari Ibnu Abbas, ia berkata, “Rasulullah Saw naik ke atas mimbar. Majelis tersebut merupakan masjelis terakhir yang beliau hadiri. Beliau menggunakan mantel yang beliau lingkarkan di atas kedua bahu beliau. Kepala beliau terserang penyakit. Beliau lalu ber-tahmid dan memuji Allah, kemudian bersabda, “Wahai sekalian manusia, berkumpullah!” Lalu beliau melanjutkan, “Amma ba’du, sesungguhnya sebagian dari kelompok Anshar ini mempersedikit dan memperbanyak manusia. Siapa saja yang menjadi umat Muhammad, lalu ia dapat mendatangkan bahaya bagi seseorang, maka terimalah kebaikannya dan tolaklah kejahatannya.”

[c] Perintah untuk Menyimak dan Diam secara Tidak Langsung

Ubadah bin Al Shamith berkata, “Rasulullah Saw pernah bersabda, ‘Ambillah dariku! Ambillah dariku! Allah telah memberikan jalan keluar bagi mereka tentang perzinaan yang dilakukan antara seorang perjaka dengan seorang gadis, maka cambuklah sebanyak seratus kali cambukan dan diasingkan selama setahun. Adapun seorang duda dengan janda, maka dicambuk sebanyak seratus kali dan dirajam’.” (HR. Abu Dawud, no. 4438).

Jika diperhatikan, kalimat Rasulullah Saw “Ambillah dariku! Ambillah dariku!” terdapat ungkapan yang bernada permintaan memperhatikan dan menarik perhatian untuk dapat mendengarkan apa yang akan beliau sampaikan. Selain itu juga terdapat keistimewaan lainnya, yaitu berupa pengulangan.

[2] Berinteraksi Secara Aktif (Active Interaction)

[a] Interaksi Pendengaran

Teknik Berbicara (Presentasi dan Penjelasan)

Teknik ini digunakan dengan memperhatikan tujuan pembicaraan dalam menyampaikan dan menjelaskan sesuatu. Hal ini dilakukan dengan bersikap sedang-sedang saja, tidak terlalu cepat hingga berlebihan dan juga tidak terlalu lamban hingga membosankan. Aisyah berkata, “Rasulullah Saw tidak berbicara seperti cara kalian berbicara. Beliau berbicara dengan ucapan yang terdapat jeda di dalamnya. Sehingga orang yang duduk bersamanya akan dapat mengingat ucapan beliau.” (Shahih al Bukhari, no. 3568 dan Shahih Muslim, no. 2493)

Tidak bertele-tele dan Tidak Terlalu Bernada Puitis

Ucapan yang sedang-sedang saja dan tidak terlalu cepat bertujuan untuk menjaga agar informasi yang hendak disampaikan dapat ditangkap dengan baik oleh murid, juga agar terhindar dari kesamaran dan gangguan. Abdullah bin Umar berkata bahwa Rasulullah Saw bersabda, “Janganlah terlalu banyak bicara kecuali dalam bentuk dzikir kepada Allah, karena sesungguhnya terlalu banyak bicara selain dzikir kepada Allah menyebabkan keras hati, dan sesungguhnya orang yang paling jauh dari Allah adalah orang yang keras hatinya.” (HR. Tirmidzi dalam Shahih Al Jami’, no. 1965).

Memperhatikan Intonasi

Mengeraskan suara ketika mengajar adalah cara yang baik untuk menarik perhatian pendengar dan untuk menunjukkan ketidaksetujuan terhadap sesuatu. Diriwayatkan bahwa apabila Rasulullah Saw berkhutbah dan memberikan peringatan tentang Hari Akhir, maka beliau akan terlihat sangat murka dan suaranya terdengar keras (Shahih Muslim, no. 876).

Selain itu, hendaknya seorang guru hendaknya menjelaskan pelajaran dengan tidak memotong penyampaiannya, karena memotong penjelasan akan membingungkan murid, juga akan merusak kosentrasi guru dalam mengaitkan antara satu penjelasannya dengan penjelasan lainnya yang seharusnya saling berhubungan.

Abu Hurairah berkata, “Suatu ketika Nabi sedang berbicara dengan suatu kaum dalam suatu majelis. Kemudian datang seorang Arab Badui dan bertanya kepada Nabi, ‘Kapan hari kiamat itu akan datang?’ Rasulullah Saw terus melanjutkan apa yang sedang beliau bicarakan. Setelah selesai berbicara, Rasulullah Saw berkata, ‘Mana orang yang bertanya tentang hari kiamat tadi?’ Orang Arab Badui itu menjawab, ‘Saya di sini wahai Rasulullah Saw.’ Beliau bersabda, ‘Jika engkau menyia-nyiakan amanah, maka tunggulah kedatangan hari kiamat’.” (Shahih al Bukhari, no. 59 kitab al ‘ilmi ).

Diam Sebantar di Tengah-tengah Penjelasan

Diam sejenak di tengah-tengah penjelasan memiliki beberapa manfaat, antara lain menarik perhatian para murid, membawa kejiwaan seorang guru kembali rileks dan memberikan waktu kepada guru untuk mengatur pemikirannya.

Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah Saw bersabda, “Bulan apa sekarang ini?” Kami menjawab, “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui.” Beliau kemudian diam hingga kami mengira beliau akan menjawab dengan jawaban yang salah. Beliau berkata, “Bukankan sekarang ini bulan Dzulhijjah?” Kami menjawab, “Benar.” Beliau kembali bertanya, “Tanah apa ini?” Kami menjawab, “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui.” Beliau kembali terdiam hingga kami mengira beliau akan menjawab dengan jawaban yang salah. Lalu beliau bertanya, “Hari apakah sekarang ini?” Kami menjawab, “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui.”

Beliau kembali terdiam hingga kami mengira beliau akan menjawab dengan jawaban yang salah. Beliau berkata, “Bukanlah sekarang ini Hari Idul Kurban?” Kami menjawab, “Benar.” Beliau kemudian bersabda, “Sesungguhnya darah kalian, harta kalian (lalu terdiam…)” Abu Barkah, “Aku mengira beliau akan berkata, ‘Dan kehormatan kalian.’ Akan tetapi, beliau melanjutkan, “Adalah haram bagi kalian, seperti diharamkannya (berlaku keji) pada hari ini, di tanah ini dan di bulan ini.”

[b] Interaksi Pandangan

Kontak Mata (Eye Contact) dalam Mengajar

Adanya interaksi pandangan antara seorang guru dengan muridnya merupakan hal yang penting agar seorang guru dapat menguasai murid-muridnya. Hal itu juga dapat membantu murid dalam memahami apa yang disampaikan oleh gurunya berupa berbagai permasalahan dan ilmu pengetahuan.

Jabir bin Abdulullah berkata, “Seorang pria datang menemui Rasulullah Saw ketika beliau sedang menyampaikan khutbah Jumat. Beliau bertanya, ‘Apakah engkau telah melaksanakan shalat, wahai Fulan?’ Ia menjawab, ‘Belum.’ Beliau kembali berkata, ‘Berdiri dan rukuklah!’” (Shahih al Bukhari, no. 930).

Dalam hadits tersebut, jelas sekali Rasulullah Saw berinteraksi secara akatif dengan lawan bicaranya. Tidak mungkin Rasulullah Saw mengetahui orang secara langsung yang duduk ketika khutbah Jum’at berlangsung, kalau tidak melihatnya. Dan tidak mungkin Rasulullah Saw mendengar jawaban jamaah tersebut kalau tidak melihat wajahnya dan memperhatikan ekspresinya. Secara psikologis, pendengar akan jauh lebih merasa dihargai jika dilihat dan ditatap wajahnya.

Memanfaatkan Ekspresi Wajah

Memanfaatkan ekspresi wajah dalam mengajar akan membantu seorang guru untuk dapat mewujudkan tujuannya dalam mengajar. Anas bin Malik meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw pernah melihat ludah pada arah kiblat. Hal itu membuat beliau marah hingga kemarahannya terlihat pada wajah beliau. Beliau pun berdiri dan mengelapnya dengan tangan beliau. Lalu beliau bersabda, “Salah seorang dari kalian apabila berdiri melakukan shalat, ia sedang bermunajat kepada Rabbnya atau Rabbnya berada di antara dirinya dan arah kiblat. Maka dari itu, janganlah salah seorang dari kalian membuang ludah ke arah kiblatnya. Akan tetapi menghadaplah ke arah kiri atau ke bawah telapak kakimu.” (Shahih al Bukhari, no. 6111 dalam kitab al Adab ).

Tersenyum

Jarir bin Abdulullah al Bajli berkata, “Tidaklah Rasulullah Saw melarangku (untuk masuk ke rumahnya setelah aku minta izin) sejak aku masuk Islam dan tidaklah beliau melihatku kecuali beliau selalu menampakkan senyuman di depan wajahku.” (Shahih al Bukhari, no. 3035 dan Shahih Muslim, no. 135). Senyuman itu pun memberikan pengaruh yang berarti bagi Jarir bin Abdulullah.

[3] Aplied Learning Method

[a] Metode Praktikum yang Diterapkan oleh Guru

Suatu ketika Utsman bin Affan berwudhu. Rasulullah Saw kemudian bersabda, “Siapa saja yang berwudhu seperti cara wudhuku, lalu ia melaksanakan shalat dua rakaat tanpa ada sesuatu hal yang mengganggu kekhusukannya pada kedua rakaat itu, maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (Shahih Muslim, no. 245).

Menggabungkan metode teoritis dengan praktikum dalam mengajar merupakan salah satu cara yang sangat bermanfaat dalam mendidik dan mengajar. Metode seperti ini memudahkan seorang guru dan memberikan keluangan waktu dan tenaga baginya.

[b] Metode Praktikum yang Diterapkan oleh Murid

Seorang guru hendaknya berusaha agar murid dapat mengetahui sendiri kesalahan mereka. Hal tersebut dapat dilakukan agar murid mau mangkaji ulang sendiri dan dapat mengetahui sendiri kesalahan yang dibuatnya. Menerapkan dan mempratekkan sesuatu adalah sarana terbaik agar ilmu yang disampaikan dapat dihafal dan terjaga dari kelupaan.

Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah Saw masuk ke dalam masjid. Lalu masuk seorang pria dan melakukan shalat. Kemudian ia mendatangi Rasulullah Saw dan mengucapkan salam kepada beliau. Rasulullah Saw lalu menjawab salam dan berkata, “Kembalilah, ulangi shalatmu! Sesungguhnya engkau belum melakukan shalat.” Pria itu pun lalu mengulangi shalatnya seperti sebelumnya. Lalu ia menghampiri Rasulullah Saw dan mengucapkan salam kepada beliau.

Rasulullah Saw lalu berkata, “Semoga Allah melimpahkan kerahmatan bagimu.” Beliau melanjutkan, “Kembalilah dan ulangi shalatmu! Sesunggunya engkau belum melakukan shalat.” Hal tersebut terus berulang hingga pria itu melakukan shalat sebanyak tiga kali (Shahih al Bukhari, no. 757 dan Shahih Muslim, no. 397).

[4] Scanning and Levelling

Terdapat perbedaan tingkat kecerdasan dan pemahaman murid-murid, antara satu dengan individu yang lain, dan antara satu kelompok dan kelompok lain. Rasulullah Saw menjawab pertanyaan ‘sederhana’ sahabat tentang apa yang harus dilakukan setelah ia memeluk Islam. Rasulullah Saw menjawab, “Katakanlah aku beriman kepada Allah dan istiqamahlah!” Jawaban yang sangat ‘sederhana’ dan praktis tentang Islam ini dipilih Rasulullah Saw karena memang lawan bicaranya ‘masih hijau’ dalam Islam. Ia belum bias diberi materi yang berat-berat seperti kewajiban jihad, tuntunan menjauhi riba, jenis jual beli yang terlarang, serta ilmu waris yang kompleks.

Membenai akal seorang murid dengan sesuatu yang tidak dapat ditanggungnya dan memberikan beban di atas kadar kemampuannya, tidak akan memberikan apa pun kepada sang murid, kecuali rasa bingung dan kebodohan.

[5] Diskusi dan Memberi Tanggapan (Discussion and Feed Back)

Menggunakan metode yang logis dalam memberikan jawaban merupakan cara yang baik. Karena cara itu dapat membuat ilmu yang disampaikan bisa masuk ke dalam hati dan pikiran pendengarnya, sebagaimana yang diharapkan. Dengan memperhatikan penggunaan kata yang sederhana dalam berdiskusi akan membuat para murid berperan aktif dalam berdiskusi sehingga terjadi interaksi yang dinamis.

Rasulullah Saw membuat contoh sederhana yang mudah dipahami oleh akal seorang murid, seperti dalam kisah seorang pria Arab Badui yang mempertanyakan perihal anaknya yang terlahir dengan warna kulit hitam. Rasulullah Saw kemudian memberikan contoh yang mudah dipahami oleh pria tersebut, yaitu berupa unta.

Abu Hurairah mengatakan bahwasannya seorang pria datang menemui Rasulullah Saw dan berkata, “Wahai Rasulullah Saw, anakku lahir dengan kulit berwarna hitam.” Rasulullah Saw balik bertanya, “Apakah engkau memiliki unta?” Ia menjawab, “Ya.” Beliau bertanya, “Apa warnanya?” Ia menjawab, “Merah.” Beliau kembali bertanya, “Apakah ada warna abu-abu pada tubuhnya?” Ia menjawab, “Ya.” Beliau bertanya, “Mengapa bisa begitu?” Ia menjawab, “Warna itu ia dapati dari ras lain.” Beliau berkata, “Sepertinya anakmu ini mengambil ras lain (seperti unta itu).” (Shahih al Bukhari, no. 7314).

[5] Bercerita (Story Telling)

Bercerita adalah metode yang baik dalam pendidikan. Cerita pada umumnya disukai oleh jiwa manusia. Ia juga memiliki pengaruh yang menakjubkan untuk dapat menarik pendengar dan membuat seseorang bisa mengingat kejadian-kejadian dalam sebuah kisah dengan cepat. Cerita tidak hanya ditunjukkan untuk hiburan semata, akan tetapi harus diambil pelajaran, nasihat, dan hikmah yang ada di dalamnya. Cerita dapat memberikan pengaruh yang besar bagi pikiran dan emosional murid. Rasulullah Saw juga sering menyampaikan cerita atau kisah-kisah yang penuh hikmah umat terdahulu sebagaimana tercantum di alam al Qur’an seperti kisah para nabi dan rasul, Zulqarnain, Qarun, para penghuni gua, dan sebagainya.

[6] Perumpamaan dan Studi Kasus (Analogy and Case Study)

Memberikan perumpamaan merupakan sarana yang baik untuk memudahkan dalam memahami kandungan makna dan pemikiran. Seorang guru hendaknya menggunakan perumpaman ketika ada pelajaran yang sulit dipahami oleh murid. Ia dapat memberikan perumpamaan sehingga pelajaran menjadi lebih sederhana dan mudah dipahami. Allah berfirman: “Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit. Pohon itu memberikan buahnya pada Setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat. Dan perumpamaan kalimat yang buruk seperti pohon yang buruk, yang telah dicabut dengan akar-akarnya dari permukaan bumi; tidak dapat tetap (tegak) sedikitpun.” (QS. Ibrahim (14): 24-26).

Dari Abdullah bin Umar, bahwa kami bersama Rasulullah Saw kemudian beliau bersabda, “Beritahulah aku, pohon apa yang menyerupai seorang muslim di mana daunnya tidak berjatuhan dan selalu berbuah setiap waktu?” Ibnu Umar berkata, “Hatiku berpikir bahwa pohon yang dimaksud adalah pohon kurma tetapi aku melihat Abu Bakar dan Umar tidak menjawab, maka aku pun enggan untuk menjawabnya. Ketika semua diam dan tak ada yang menjawab, Rasulullah Saw bersabda, “Pohon tersebut adalah kurma.” (Shahih al Bukhari, no. 61 dan Shahih Muslim, no. 7029).

[7] Teaching and Motivating

Tasywiq adalah suatu metode yang mampu meningkatkan gairah belajar dan rasa keingintahuan yang tinggi, serta penasaran untuk mengetahui apa jawaban dan rahasianya. Tasywiq juga baik untuk memancing semangat belajar, meneliti, dan menelaah satu hal atau pelajaran tertentu. Semakin kuat menggunakan ungkapan yang bernada tasywiq, semakin kuat pula motivasi untuk belajar.

Rasulullah Saw bersabda, “Aku akan ajarkan engkau satu surah yang paling agung di dalam al Qur’an sebelum engkau keluar dari dalam masjid.” (Shahih al Bukhari, no. 5006). Selain itu, Rasulullah juga pernah bersabda, “Berkumpullah, sesungguhnya aku akan membacakan kepada kalian sepertiga al Qur’an.” (Shahih Muslim, no. 1888).

[8] Bahasa Tubuh (Body Language)

Penggunaan bahasa tubuh dalam menyampaikan pesan atau presentasi bermanfaat untuk:

[a] Membuat Penyampaian Bertambah Terang dan Jelas

Karena bahasa lisan dibantu dengan bahasa tubuh dan emosi, maka dengan kombinasi ini indra yang dirangsang bukan saja telinga tetapi juga mata dan indra terkait lainnya. Apalagi jika si pembicara mengajak audiens untuk menirukan gerakannya. Rasulullah Saw bersabda, “Aku dan pengasuh anak yatim adalah bagaikan ibu jari dan telunjuk di surga.” Rasulullah Saw menyampaikan pesan ini sambil mengangkat tangan dan menggerak-gerakan telunjuk dan ibu jarinya di hadapan sahabat (Shahih al Bukhari, no. 5304).

[b] Menarik Perhatian Pendengar dan Membuat Makna yang Dimaksud Melekat pada Pikiran Pendengar

Hal ini sesuai dengan hadits dari Jabir bin Abdullah, yaitu ketika Rasulullah Saw berkhutbah di hadapan orang-orang pada hari Arafah. Pada khutbah tersebut beliau menjelaskan berbagai hal yang fundamental. Setelah beliau menyampaikan khutbah kepada mereka, beliau berkata, “Jika kalian ditanyakan mengenai diriku, apa yang kalian katakana?”

Mereka menjawab, “Kami bersaksi bahwa engkau telah menyampaikan risalah, menjalankan tugas, dan menasehati (kami).” Seraya memberikan isyarat dengan jari telunjuk yang beliau angkat ke atas langit dan menunjukkan ke arah orang-orang, beliau berkata, “Ya Allah, saksikanlah! Ya Allah, saksikanlah! (sebanyak tiga kali).” (Nukilan dari bagian khutbah haji Wada’). Sikap beliau yang mengangkat tangan ke arah langit kemudian menunjuk ke arah orang-orang adalah menarik perhatian mereka terhadap hal penting, yaitu kedudukan kesaksian atas penyampaian risalah yang menjadi tugas beliau.

[c] Untuk Mempersingkat Waktu

Ada banyak isyarat yang biasa dilakukan, seperti isyarat untuk diam, larangan, atau permintaan untuk datang menghampirinya dan beranjak pergi. Dari Ibnu Abbas, Rasulullah Saw bersabda, “Aku diperintahkan untuk bersujud dengan bertumpu pada tujuh kulang, yaitu: dahi (beliau lalu menunjuk ke arah (atas) hidung). Pada kedua tangan dan dua siku-siku, serta dua unjung telapak kaki.” (Shahih al Bukhari, no. 812 dan Shahih Muslim, no. 230). Isyarat itu juga bertujuan untuk mempersingkat ucapan ketika beliau tidak menyebutkan kata hidung secara langsung.

[9] Gambar dan Grafik (Picture and Graph Technology)

Penjelasan yang diperkuat dengan gambar atau tulisan akan membuat penyampaian tersebut menjadi jelas. Penjelasan dan tulisan mengiringi visualisasi akan membantu penyampaian ilmu pengetahuan secara lebih cepat.

Abdullah bin Mas’ud berkata, “Rasulullah Saw pernah membuat garis dengan tangannya.” Kemudian beliau berkata, “Ini adalah jalan Allah yang lurus.” Beliau kemudian membuat garis di sebelah kanan dan kiri garis tersebut. Lalu berkata, “Jalan ini jalan setan dan setan selalu menyeru untuk mengikuti jalannya.” (Shahih al Bukhari, no. 6417). Beliau kemudian membacakan ayat berikut: “Dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah Dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalan-Nya. yang demikian itu diperintahkan Allah agar kamu bertakwa.” (QS. Al An’am [6]: 153).

[10] Memberikan Alasan dan Argumen (Reasoning and Argumentation)

Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah Saw bersabda, “Jika seekor lalat masuk ke dalam tempat air milik salah seorang dari kalian, maka tenggelamkanlah seluruh tubuh lalat tersebut, kemudian keluarkanlah ia dari tempat air tersebut. Karena sesungguhnya pada salah satu sayap lalat tersebut ada penyakit dan pada sayap yang satunya lagi terdapat penawarnya.” (Shahih al Bukhari, no. 3320).

Pada hadits ini, Rasulullah Saw menjelaskan hikmah di balik perintah menenggelamkan seluruh tubuh lalt ke dalam air ketika ia jatuh ke dalam tempat air atau minuman. Beliau menjelaskan bahwa pada salah satu sayap lalat tersebut terdapat penyakit dan pada bagian yang lain terdapat penawarnya. Jika hadits ini tidak disertai alas an perintah tersebut, maka akan membingungkan orang. Akan tetapi, karena alasannya diperjelas, kita menjadi tahu sebab dari perintah menenggelamkan lalu mengeluarkan lalat tersebut.

[11] Refleksi Diri (Self Reflection)

Memberikan kesempatan kepada murid untuk menjawab sendiri suatu pertanyaan merupakan metode yang sangat bermanfaat dalam mengoptimalkan kerja otak dan mengasah akal pikiran.

Dari Abu Dzar, bahwa ada beberapa sahabat bertanya kepada Rasulullah Saw, “Wahai Rasulullah, orang-orang kaya bisa mendapatkan pahala yang lebih banyak, mereka bisa shalat sebagaimana kami shalat, mereka bisa berpuasa sebagaimana kami berpuasa dan mereka bisa bersedekah dengan harta lebih yang dimilikinya?” Rasulullah Saw menjawab, “Bukanlah Allah telah menjadikan setiap yang kamu lakukan sebagai sedekah: pada setiap tasbih ada sedekah, pada setiap takbir ada sedekah, pada setiap tahmid ada sedekah, pada setiap tahlil (membaca kalimat la ilaha illallah) ada sedekah, pada amar ma’ruf ada sedekah, pada nahi munkar ada sedekah, dan pada setiap sendi tubuh kalian ada sedekah.”

Kemudian mereka bertanya lagi, “Wahai Rasulullah Saw apakah apabila kami menyalurkan syahwat kami ada pahala?” Rasulullah menjawab, “Apabila kalian menyalurkannya pada hal yang haram apakah berdosa?” Begitu pula apabila kalian menyalurkannya pada yang halal, bukanlah kalian mendapatkan pahala?” (Shahih Muslim, no. 2329). Pertanyaan yang disampaikan Rasulullah Saw ini memancing sahabat untuk berpikir dan melakukan self reflection.

[12] Afirmasi dan Pengulangan (Affirmation and Repetition)

[a] Pengulangan Kalimat

Dari Anas bin Malik, terkadang Rasulullah jika mengucapkan sebuah kalimat, beliau akan mengulang sebanyak tiga kali hingga kalimat tersebut dapat dipahami. Jika beliau mendatangi suatu kaum, maka beliau akan menyampaikan salam sebanyak tiga kali.” (Shahih al Bukhari, no. 94). Untuk hal-hal tertentu dan ‘baru sekali’, penjelasan terkadang tidak cukup, sehingga informasi harus diulang beberapa kali. Contoh dari Rasulullah Saw sebanyak ‘tiga kali’ adalah satu kiasan yang bisa saja lebih atau kurang, tergantung situasi dan kondisi.

[b] Pengulangan Ucapan Nama

Dari Anas bin Malik bahwa, Rasulullah Saw dan Mu’adz bin Jabal bertemu dalam sebuah perjalanan. Beliau berkata, “Wahai Mu’adz bin Jabal!” Mu’adz menyahut, “Aku menyambut seruanmu wahai Rasulullah dan memohon kebahagiaan atasmu.” Beliau kembali berkata, “Wahai Mu’adz bin Jabal!” Mu’adz menyahut, “Aku menyambut seruanmu wahai Rasulullah dan memohon kebahagiaan atasmu.” Demikian sampai tiga kali.

Beliau lalu bersabda, “Tidaklah seseorang beraksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad utusan Allah, diucapkan dengan tulus dari hatinya, melainkan Allah akan mengharamkan dirinya dari api neraka.” Mu’adz berkata, “Wahai Rasulullah, bolehkah aku memberitahukan berita ini kepada orang-orang, agar mereka juga memperoleh kabar gembira ini?” Lalu Mu’adz pun memberitahukan kabar gembira ini sebelum ia wafat (Shahih al Bukhari, no. 6500 kitab al raqa’iq dan Shahih Muslim, no. 30 kitab al iman). Mengulang  panggilan nama bisa membuat orang yang dipanggil lebih siap untuk dapat menerima berita yang akan disampaikan.

[13] Facus and Point Basis

Metode ini akan lebih efektif jika dilakukan dengan cara from global to detail, yaitu menyampaikan gambaran besarnya dahulu kemudian menjelaskan rinciannya.

Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah Saw bersabda, “Tujuh golongan menusia yang akan mendapatkan naungan dari-Nya, yaitu seorang imam yang adil, seorang pemuda yang dewasa yang selalu beribadah kepada Rabbnya, seorang pria yang hatinya selalu terpaut pada masjid, dua orang yang saling mencintai karena Allah, mereka berkumpul dan berpisah karena Allah, seorang pria yang dibujuk oleh wanita yang memiliki kedudukan dan cantik, akan tetapi ia berani mengatakan, ‘Aku takut kepada Allah’, seseorang yang bersedekah dengan sembunyi-sembunyi hingga tangan kirinya sendiri tidak mengetahui apa yang disedekahi oleh tangan kanannya, dan terakhir seseorang yang berdzikir kepada Allah di tempat yang sunyi hingga mengeluarkan air mata.” (Shahih al Bukhari, no. 660 dan Shahih Muslim, no. 1031).

[14] Metode Tanya Jawab (Question and Answer Method)

Teknik bertanya adalah metode yang baik untuk menarik perhatian pendengar dan membuat pendengar siap terhadap apa yang akan disampaikan kepadanya. Pertanyaan terkadang bisa dilontarkan di awal pembicaraan dan di pertengahannya, tergantung kondisi.

Rasulullah Saw bersabda, “Tidaklah kalian ingin aku beritahukan dosa yang paling besar?” Kami berkata, “Ya, wahai Rasulullah.” Beliau bersabda, “Menyekutukan Allah dan durhaka kepada orang tua.” (Shahih al Bukhari, no. 2654 dan Shahih Muslim, no. 87). Kata “tidakkah” pada hadits tersebut adalah pertanyaan untuk mengingatkan dan menarik perhatian pendengar untuk menyimak apa yang dikatakan dan memahaminya dengan baik.

[15] Guessing with Question

Metode ini penting untuk memperkuat pemahaman dan memperbesar keingintahuan. Dari Ibnu Umar, bahwa Rasulullah Saw bersabda, “Sesungguhnya di antara pepohonan ada satu pohon yang daunnya tidak jatuh ke tanah (secara berguguran). Pohon itu bagaikan seorang muslim. Jelaskanlah kepadaku pohon apakah itu?” Orang-orang mengatakan pohon itu terdapat di daerah pedalaman. Abdullah berkata, “Dalam benakku terbetik pikiran bahwa pohon yang dimaksud adalah pohon kurma. Akan tetapi, aku malu menjawab.” Orang-orang berkata, “Beritahukanlah kepada, pohon apakah itu wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Pohon Kurma.” (Shhih al Bukhari, no. 61).

[16] Memotivasi untuk Bertanya (Encouraging Student to Ask)

Bertanya dapat menghapuskan kebodohan serta memperbaiki pemahaman dan pemikiran. Guru yang memberikan kesempatan dan motivasi kepada murid-muridnya untuk berani mengajukan pertanyaan memiliki manfaat untuk mengukur tingkat pemahaman murid-muridnya, memberikan motivasi kepada murid yang pemalu agar berani mengajukan pertanyaan, dan agar murid-murid yang lain dapat mengambil manfaat ketika mendengar jawaban dari pertanyaan yang diajukan. Pada suatu hari Rasulullah Saw keluar dan naik ke atas mimbar. Kemudian beliau bersabda, “Bertanyalah kepadaku! Tidaklah kalian bertanya kepadaku, melainkan akan aku jelaskan jawabannya kepada kalian.” (Shahih al Bukhari, no. 540 bab Waqtu al Dhuhri ‘Indra al Zawal ).

[17] Bijak dalam Menjawab (Wisdom in Answering Question)

[a] Menyikapi Orang yang Mengajukan Pertanyaan Sesuai dengan Tingkat Pengetahuannya

Dalam hal ini Rasulullah Saw menjawab pertanyaan dengan menambah hukum lain atau hal lain yang terkait dengan pertanyaan di penanya. Dengan harapan, semua mendapat manfaat dari jawaban Rasulullah Saw.

Abu Hurairah berkata, “Seseorang pernah bertanya kepada Rasulullah Saw, ‘Wahai Rasulullah, kami sedang berlayar ke tengah lautan dan hanya membawa sedikit air tawar. Jika kami berwudhu dengan air itu, maka kami akan kehausan. Apakah kami boleh berwudhu dengan air laut?” Rasulullah Saw menjawab, “Air laut itu suci. Sedangkan bangkai binatang laut halal dimakan.” (HR. Ahmad, II: 361 dan HR. Tirmidzi, no. 69).

[b] Menyikapi Si Penanya dengan Sikap yang Bermanfaat

Terkadang jawaban atas pertanyaan si penanya tidak sesuai dengan pertanyaan tersebut. Akan tetapi, bisa jadi hal itu akan lebih bermanfaat bagi si penanya. Contohnya: Dari Abdullah bin Umar, seorang pria berkata, “Wahai Rasulullah, apa pakaian yang dipakai oleh orang yang sedang ihram?” Rasulullah Saw berkata, “Ia tidak memakai baju, serban, celana, topi, dan juga sepatu.” (Shahih al Bukari, no. 1541 dan Shahih Muslim, no. 1177).

[18] Mengomentari Pertanyaan (Commenting on Students Question)

Dari Abu Hurairah, bahwa seorang pria mendatangi Rasulullah Saw dan berkata, “Aku bermimpi.” Ia lalu menceritakan mimpinya itu. Kemudian Abu Bakar mencoba menafsirkannya. Beliau bersabda, “Sebagian yang engkau katakan benar, dan sebagian yang lain engkau katakan salah.” Abu Bakar kemudian berkata, “Aku bersumpah kepadamu wahai Rasulullah dan ayahku untuk memberitahukan kepadaku, kesalahan apa yang telah aku katakana?” Rasulullah Saw berkata, “Janganlah engkau bersumpah!” (Shahih al Bukhari, no. 7046 kitab al Ta’bir dan Shahih Muslim, no. 2269 kitab al Ru’ya ).

Memberikan komentar terhadap jawaban seorang murid dapat bermanfaat bagi si penjawab untuk memperbaiki jawabannya. Selain itu, juga bermanfaat bagi murid-murid yang lain untuk mengetahui apakah jawaban rekamnya itu diterima atau ditolak.

[19] Jujur (Honesty)

Ketika Allah bertanya kepada para rasul-Nya di Hari Kiamat pada firman-Nya berikut: “(Ingatlah), hari di waktu Allah mengumpulkan para rasul lalu Allah bertanya (kepada mereka), ‘Apa jawaban kaummu terhadap (seruan)mu?’ Para rasul menjawab, ‘tidak ada pengetahuan kami (tentang itu). Sesungguhnya Engkau-lah yang mengetahui perkara yang ghaib’.” (QS. Al Ma’idah [5]: 109).

Jawaban “Sesungguhnya Engkaulah yang mengetahui perkara yang ghaib” adalah suatu sungkapan dan contoh kejujuran yang harus dilakukan jika kita memang telah mengetahui suatu permasalahan dengan baik. Dengan demikian, seorang guru harus menanamkan sikap mulia berani mengakui ketidaktahuan ke dalam jiwa murid-muridnya. Ucapan “aku tidak tahu adalah bagian dari ilmu.”

Demikianlah pembahasan mengenai beberapa metode pengajaran Rasulullah Saw. Jika diamati sebenarnya sifat-sifat dan teknik tersebut saling berkelindan dengan metode dakwah, karena dakwah pada intinya juga pendidikan. Metode dakwah dan pengajaran boleh dikata hampir sama karena tujuannya juga relatif sama yaitu menyampaikan sesuatu kepada peserta didik atau orang yang didakwahi. Dengan kata lain, prosesnya adalah bagaimana pesan-pesan kebenaran dapat disampaikan kepada pihak lain.

 

Sumber: Imron Fauzi, Manajemen Pendidikan Ala Rasulullah, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media

Iklan
 
1 Komentar

Ditulis oleh imron fauzi pada 14 Maret 2016 in Pendidikan Rasulullah

 

TUNTUNAN RASULULLAH SAW TENTANG SIFAT-SIFAT GURU

09 Mar

Seorang pendidik hendaknya memiliki sifat-sifat tertentu sebagaimana diajarkan oleh Rasulullah Saw. Beliau juga seorang pendidik yang selalu mengajar umatnya dengan berbagai macam hal. Dalam mengajar, beliau memiliki sifat mulia sehingga maksud ajarannya dapat tersampaikan dan dapat diamalkan oleh murid-muridnya. Fu’ad Al Shalhub telah menjabarkan beberapa sifat Rasulullah Saw sebagai pengajar dalam pendidikan Islam, yaitu sebagai berikut.

 [1] Ikhlas

Seorang guru harus menanamkan sifat ikhlas kedalam jiwa murid-muridnya. Karena Allah lah semua sumber pengetahuan. Hanya untuk mencari ridha Allah ilmu dipergunakan. Dengan landasan ikhlas pintu makrifat akan terbuka karena Allah lah Tuhan yang Maha Mengetahui. Allah berfirman: “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat dan yang demikian itulah agama yang lurus.” (QS. Al Bayyinah [98]: 5).

Sifat ikhlas juga dianjurkan oleh Rasulullah Saw karena niat yang ikhlas menjadi penentu suatu perbuatan. Beliau bersabda: “Sesungguhnya hukum perbuatan-perbuatan itu tergantung pada niatnya. Sesunggahnya bagi setiap orang itu adalah apa yang diniatkan. Maka barang siapa (niat) hijrahnya kepada Allah dan rasul-Nya maka hijrahnya (benar-benar) kepada Allah dan rasul-Nya. Dan barang siapa hijrahnya untuk dunia yang dia ingin meraihnya, atau untuk wanita yang dia ingin menikahinya, maka (nilai) hijrahnya kepada apa yang dia berhijrah karenanya.” (Shahih al Bukhari, no. 1 dan Shahih Muslim, no. 1907)

Niat itu terletak dalam hati bukan pada gambaran luar suatu  perbuatan. Inilah yang menjadi esensi suatu perbuatan yang akan dinilai oleh Allah, karena Allah hanya menerima perbuatan yang diniatkan dengan ikhlas. Rasulullah Saw bersabda: “Sesungguhnya Allah tidak memandang kepada tubuh dan rupa kamu, akan tetapi Dia memandang kepada hati dan (amal-amal kamu).” (Shahih Muslim, no. 2564).

 [2] Jujur

Jujur adalah penyelamat bagi guru didunia dan akhirat. Bohong kepada murid akan menghalangi penerimaan dan menghilangkan kepercayaan. Bohong pengaruhnya sampai kepada masyarakat dan tidak terbatas pada orang yang melakukannya. Allah berfirman: “Ta’at dan mengucapkan perkataan yang baik (adalah lebih baik bagi mereka). Apabila telah tetap perintah perang (mereka tidak menyukainya), tetapi jikalau mereka benar (imannya) terhadap Allah, niscaya yang demikian itu lebih baik bagi mereka.” (QS. Muhammad [47]: 21).

Rasulullah Saw juga bersabda: “Sesungguhnya kebenaran itu menunjukkan kepada kebaikan dan kebaikan itu menunjukkan pada surga. Dan sesungguhnya seseorang itu berlaku jujur (benar) hingga ditulis disisi Allah sebagai orang yang shiddiq. Dan sesungguhnya dusta itu menunjukkan kepada kemaksiatan dan kemaksiatan menunjukkan kepada neraka. Dan sesungguhnya seseorang itu berbuat dusta hingga ditulis disisi Allah sebagai pendusta.” (Shahih al Bukhari, no. 6094 dan Shahih Muslim, no. 2607).

 [3] Walk the Talk

Allah berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.” (QS. Al Shaff [61]: 2-3).

Adanya perbedaan ucapan dengan perilaku seorang guru hanya akan membuat seorang murid berada dalam kebingungan. Mereka tidak tahu siapa yang harus dicontoh dan apa arti sebuah keluhuran budi atau kemulyaan akhlak. Disamping itu seorang guru yang tidak mengamalkan apa yang disampaikan kepada muridnya hanya akan merendahkan martabat dirinya dihadapan orang yang seharusnya menghormatinya.

 [6] Adil dan Egaliter

Allah memerintahkan untuk bersikap adil dan mewajibkan hambanya untuk berlaku adil terhadap kerabat dekat ataupun jauh, juga terhadap musuh sekalipun. Mewujudkan sikap adil dan menyamakan hak setiap murid sangat penting karena sikap tersebut akan menebarkan rasa cinta dan kasih sayang diantara mereka. Allah berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, Maka Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui segala apa yang kamu kerjakan.” (QS. An Nisa’ [4]: 135).

Rasulullah Saw bersabda: “Manusia yang paling dicintai Allah pada hari kiamat adalah pemimpin yang adil, dan manusia yang paling dibenci Allah dan mendapat siksa yang pedih pada hari kiamat adalah pemimpin yang zhalim.” (HR. Tirmidzi dalam Shahih Al Jami’, no. 1329)

Sikap adil harus diwujudkan ketika memberikan nilai dan peringkat kepada para murid. Tetap menjaga hubungan baik berupa kedekatan dan persahabatan terhadap murid tertentu, dengan berusaha menutupinya dari pendengaran dan penglihatan murid-murid yang lain.

 [7] Akhlak Mulia

Akhlak adalah sikap yang terpuji yang harus dimiliki oleh seorang guru. Kemidian ia memerintahkan kepada murid-muridnya untuk berakhlak baik. Ucapan yang baik, senyuman, dan raut muka yang berseri dapat menghilangkan jarak yang membatasi antara seoarang guru dengan muridnya. Sikap kasih dan sayang, serta kelapangan hati seorang pendidik akan dapat menangani kebodohan seorang murid. Allah berfirman: “Dan sesungguhnya kamu (Muhammad) benar-benar berbudi pekerti yang agung.” (QS. Al Qalam [68]: 4).

Rasulullah Saw juga bersabda: “Sesungguhnya Allah itu lembut dan menyukai kelembutan dalam segala sesuatu.” (Shahih Muslim, no. 2593).

 [8] Tawadhu

Dampak dari sifat tawadhu bukan hanya dirasakan oleh seorang guru, tetapi juga akan dirasakan oleh para murid. Sifat ini akan memberikan dampak positif bagi diri mereka. Sifat tawadhu dapat menghancurkan batas yang menghalangi antara seorang guru dengan muridnya.

Allah berfirman: “Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong, karena sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi dan sekali-kali kamu tidak akan sampai setinggi gunung. Semua itu kejahatannya amat dibenci di sisi Tuhanmu.” (QS. Al Isra’ [17]: 37-38).

“Dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu, yaitu orang-orang yang beriman.” (QS. Asy Syu’ara [26]: 215).

Rasulullah Saw bersabda: “Sesungguhnya Allah telah mewahyukan kepadaku agar kalian bersikap tawadhu sehingga seseorang tidak bersikap sombong pada yang lainnya dan tidak menzhalimi satu sama lainnya.” (Shahih Muslim, no. 7210).

Sifat sombong dapat menyebabkan para murid menjauhi guru. Mereka juga akan menolak menerima ilmu darinya. Jika seorang murid dekat dengan gurunya, maka ia akan mampu menyerap ilmu dengan baik. sifat tawadhu-lah yang dapat mewujudkan kedekatan tersebut.

 [9] Berani

Sifat berani adalah tuntutan yang seharusnya dipenuhi oleh setiap guru. Mengakui kesalahan tidak akan mengurangi harga diri seseorang. Bahkan sikap seperti itu akan mengangkat derajatnya, sekaligus bukti keberanian yang dimilikinya. Berani bukan saja dalam mengungkapkan kebenaran atau menegur perilaku murid yang bermoral rendah atau berakhlak buruk, tetapi juga dalam mengakui kekurangan guru.

Rasulullah Saw bersabda, “Barang siapa terbunuh karena membela hartanya maka dia syahid. Barang siapa terbunuh karena membela dirinya maka dia syahid. Barang siapa terbunuh karena membela agamanya maka dia syahid. Barang siapa terbunuh karena membela keluarganya maka dia syahid.” (HR. Tirmidzi dalam Shahih Al Jami’, no. 1418).

Mengakui kesalahan maknanya adalah memperbaiki kesalahan. Lawannya adalah terus-menerus mengulangi kesalahan yang sama dan bersikeras terhadap kesalahan tersebut.

 [10] Jiwa Humor yang Sehat

Dampak positif yang ditimbulkan dari senda gurau adalah terciptanya suasana nyaman diruang kelas, halaqah, atau pertemuan tertentu. Humor yang sehat dapat menghilangkan rasa jenuh yang menghinggapi para murid, tetapi jelas dengan memperhatikan larangan untuk tidak berlebih-lebihan dalam bersenda gurau, agar pelajaran yang hendak dicapai tidak keluar dari yang dicita-citakan dan tidak menghilangkan faedah yang diharapkan. Berlebih-lebihan dalam bersenda gurau hanya menghilangkan kewibawaan dan kehormatan. Senda gurau hendaknya tidak dilakukan kecuali dalam hal kebenaran atau kejujuran, tidak menyakiti atau menghina murid.

Diceritakan, seorang laki-laki dating kepada Rasulullah Saw lalu berkata, “Ya Rasulallah, bawalah aku.” Kemudian Rasulullah Saw menjawab: “Aku akan membawamu di atas anak unta.” Lelaki itu bertanya (penuh heran), “Bagaimana aku akan dibawa oleh seekor anak unta?” Kemudian Nabi menjawab, “Bukankah unta itu dilahirkan dalam bentuk anak unta.” (HR. Tirmidzi dalam Shahih Al Jami’ no. 1991).

Dalam riwayat lain diceritakan, seorang nenek datang kepada Rasulullah Saw dan berkata, “Ya Rasulullah, berdoalah kepada Allah agar saya dimasukkan kedalam surge.” Rasulullah menjawab, “Wahai nenek sesungguhnya urga itu tidak akan dimasuki oleh orang-orang tua.” Hasan berkata, “nenek itu pergi sambil menangis.” Kemudian Rasulullah bersabda, “Beritahulah kepadanya bahwa dia tidak akan masuk surga dalam kondisi nenek-nenek.” (HR. Turmidzi dalam Jami’ al Ushul, 55).

Ketika itu juga disampaikan firman Allah yang berbunyi: “Sesungguhnya Kami menciptakan mereka (bidadari-bidadari) dengan langsung. Dan Kami jadikan mereka gadis-gadis perawan. Penuh cinta lagi sebaya umurnya.” (QS. Al Waqi’ah [56]: 35-37)

 [11] Sabar dan Menahan Marah

Kesabaran adalah alat yang paling baik bagi kesuksesan seorang guru. Amarah adalah perasaan dalam jiwa. Amarah menyebabkan hilangnya kontrol diri dan lemah dalam melihat kebenaran. Dampak amarah yang tidak terkontrol sangatlah menghinakan. Kekuatan seorang guru tersembunyi pada bagaimana ia mampu mengendalikan amarahnya ketika terjadi sesuatu yang membuatnya marah, dan bagaimana ia mampu menguasai akal sehatnya.

Dengan cara perlahan-lahan dan latihan yang panjang, maka seorang guru akan memperoleh kekuatan dan kemampuan mengontrol diri dan menanggulangi rasa amarah. Cara yang paling afdhal adalah dengan mengikuti penyembuhan secara rabbani dan nabawi yang dicontohkan Nabi Muhammad Saw sebagaimana sabda beliau: “Apabila diantara kalian sedang marah, jika ia sedang berdiri maka hendaknya duduk, dengan cara tersebut bisa menghilangkan kemarahan. Apabila masih marah, maka berbaringlah.” (HR. Ahmad: V, 152).

Rasulullah Saw juga bersabda: “Bukanlah orang yang hebat itu adalah orang yang hebat dalam pertempuran, tapi orang hebat itu adalah orang yang bisa menahan dirinya ketika sedang marah.” (Shahih al Bukhari, no. 6114 dan Shahih Muslim, no. 2609).

Dalam riwayat lain Rasulullah Saw bersabda: “Barang siapa yang menjaga diri maka Allah akan menjaganya, dan barang siapa yang mencukupkan diri maka Allah akan mencukupkannya, dan barang siapa yang bersabar maka Allah menjadikan ia orang yang bersabar.” (Shahih al Bukhari, no. 1469).

 [12] Menjaga Lisan

Ejekan dan hinaan akan menyebabkan jatuhnya harkat dan derajat orang yang dihina. Hal ini akan menimbulkan adanya rasa permusuhan dan kemarahan. Sifat ini akan lebih menghinakan apabila dimiliki seorang guru. Rasulullah Saw bersabda, “Barang siapa beriman kepada Allah dan hari Akhir, maka berbicaralah yang baik atau diam.” (Shahih al Bukhari, no. 5672 dan Shahih Muslim, no. 47).

 [13] Sinergi dan Musyawarah

Bermusyawarah dapat membantu seorang guru dalam menghadapi suatu permasalahan atau perkara sulit yang dihadapinya. Meminta pendapat orang lain tidak menunjukkan rendahnya tingkat martabat dan keilmuan seseorang, bahkan sikap tersebut merupakan pertanda tingginya tingkat kecerdasan dan kebijaksanaan seseorang. Allah berfirman: “Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. karena itu ma’afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.” (QS. Ali Imran (3): 159).

Lebih dari itu, bermusyawarah dapat mendekatkan seseorang kepada kebenaran. Sedangkan meninggalkannya hanya akan menjauhkan diri dari kebenaran. Abu Hurairah berkata, “Aku tidak melihat seorang pun yang paling banyak bermusyawarah, kecuali Rasulullah Saw.” (HR. Tirmidzi, no. 1714).

 

Sumber:

Imron Fauzi, Manajemen Pendidikan Ala Rasulullah, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2012

 

 
Tinggalkan komentar

Ditulis oleh imron fauzi pada 9 Maret 2016 in Pendidikan Rasulullah

 

5 CARA RASULULLAH MENGENDALIKAN EMOSI

25 Okt

Salah satu senjata setan untuk membinasakan manusia adalah marah. Dengan cara ini, setan bisa dengan sangat mudah mengendalikan manusia. Karena marah, orang bisa dengan mudah mengucapkan kalimat kekafiran, menggugat takdir, ngomong jorok, mencaci habis, bahkan sampai kalimat carai yang membubarkan rumah tangganya. Karena marah pula, manusia bisa merusak semua yang ada di sekitarnya. Dia bisa banting piring, lempar gelas, pukul kanan-pukul kiri, bahkan sampai tindak pembunuhan. Di saat itulah, misi setan untuk merusak menusia tercapai.

Agar kita tidak terjerumus ke dalam dosa yang lebih besar, ada beberapa cara mengendalikan emosi yang diajarkan dalam Al-Quran dan Sunah. Semoga bisa menjadi obat mujarab bagi kita ketika sedang marah.

[1] Membaca Ta’awudz

Dari sahabat Sulaiman bin Surd, beliau menceritakan, “Suatu hari saya duduk bersama Rasulullah. Ketika itu ada dua orang yang saling memaki. Salah satunya telah merah wajahnya dan urat lehernya memuncak. Kemudian Rasulullah bersabda, ‘Sungguh saya mengetahui ada satu kalimat, jika dibaca oleh orang ini, marahnya akan hilang. Jika dia membaca ta’awudz: A’-uudzu billahi minas syaithanir rajiim, marahnya akan hilang’. (HR. Bukhari dan Muslim).

[2] DIAM dan Jaga Lisan

Bawaan orang marah adalah berbicara tanpa aturan. Sehingga bisa jadi dia bicara sesuatu yang mengundang murka Allah. Karena itulah, diam merupakan cara mujarab untuk menghindari timbulnya dosa yang lebih besar.

Dari Ibnu Abbas, Rasulullah bersabda, “Jika kalian marah, diamlah.” (HR. Ahmad dan Syuaib Al-Arnauth menilai Hasan lighairih).

Ucapan kekafiran, celaan berlebihan, mengumpat takdir, dst., bisa saja dicatat oleh Allah sebagai tabungan dosa bagi ini. Rasulullah mengingatkan, “Sesungguhnya ada hamba yang mengucapkan satu kalimat, yang dia tidak terlalu memikirkan dampaknya, namun menggelincirkannya ke neraka yang dalamnya sejauh timur dan barat.” (HR. Bukhari dan Muslim)

[3] Mengambil Posisi Lebih Rendah

Kecenderungan orang marah adalah ingin selalu lebih tinggi, dan lebih tinggi. Semakin dituruti, dia semakin ingin lebih tinggi. Dengan posisi lebih tinggi, dia bisa melampiaskan amarahnya sepuasnya.

Karena itulah, Rasulullah memberikan saran sebaliknya. Agar marah ini diredam dengan mengambil posisi yang lebih rendah dan lebih rendah. Dari Abu Dzar, Rasulullah menasehatkan, “Apabila kalian marah, dan dia dalam posisi berdiri, hendaknya dia duduk. Karena dengan itu marahnya bisa hilang. Jika belum juga hilang, hendak dia mengambil posisi tidur.” (HR. Ahmad 21348, Abu Daud 4782 dan perawinya dinilai shahih oleh Syuaib Al-Arnauth).

Diriwayatkan oleh Imam Ahmad dalam Musnadnya, dari Abul Aswad Ad-Duali, beliau menceritakan kejadian yang dialami Abu Dzar,

“Suatu hari Abu Dzar mengisi ember beliau. Tiba-tiba datang beberapa orang yang ingin mengerjai Abu Dzar. ‘Siapa diantara kalian yang berani mendatangi Abu Dzar dan mengambil beberapa helai rambutnya?’ tanya salah seorang diantara mereka. ‘Saya,’ Jawab kawannya.

Majulah orang ini, mendekati Abu Dzar yang ketika itu berada di dekat embernya, dan menjitak kepala Abu Dzar untuk mendapatkan rambutnya. Ketika itu Abu Dzar sedang berdiri. Beliaupun langsung duduk kemudian tidur.

Melihat itu, orang banyak keheranan. ‘Wahai Abu Dzar, mengapa kamu duduk, kemudian tidur?’ tanya mereka keheranan.

Abu Dzar kemudian menyampaikan hadis di atas.” Subhanallah…

Mengapa duduk dan tidur? Al-Khithabi menjelaskan, “Orang yang berdiri, mudah untuk bergerak dan memukul, orang yang duduk, lebih sulit untuk bergerak dan memukul, sementara orang yang tidur, tidak mungkin akan memukul. Seperti ini apa yang disampaikan Rasulullah. Perintah beliau untuk duduk, agar orang yang sedang dalam posisi berdiri atau duduk tidak segera melakukan tindakan pelampiasan marahnya, yang bisa jadi menyebabkan dia menyesali perbuatannya setelah itu. (Ma’alim As-Sunan, 4/108)

[4] Ingatlah Hadis Ini Ketika Marah

Dari Muadz bin Anas Al-Juhani, Rasulullah bersabda, “Siapa yang berusaha menahan amarahnya, padahal dia mampu meluapkannya, maka dia akan Allah panggil di hadapan seluruh makhluk pada hari kiamat, sampai Allah menyuruhnya untuk memilih bidadari yang dia kehendaki.” (HR. Abu Daud, Turmudzi, dan dihasankan Al-Albani)

Subhanallah… Siapa yang tidak bangga ketika dia dipanggil oleh Allah di hadapan semua makhluk pada hari kiamat, untuk menerima balasan yang besar? Semua manusia dan jin menyaksikan orang ini, maju di hadapan mereka untuk menerima pahala yang besar dari Allah. Pahala ini Allah berikan kepada orang yang hanya sebatas menahan emosi dan tidak melampiaskan marahnya. Bisa kita bayangkan, betapa besar pahalanya, ketika yang dia lakukan tidak hanya menahan emosi, tapi juga memaafkan kesalahan orang tersebut dan bahwa membalasnya dengan kebaikan.

[5] Segera Berwudhu atau Mandi

Marah dari setan dan setan terbuat dari api. Padamkan dengan air yang dingin. Terdapat hadis dari Urwah As-Sa’di, yang mengatakan, “Sesungguhnya marah itu dari setan, dan setan diciptakan dari api, dan api bisa dipadamkan dengan air. Apabila kalian marah, hendaknya dia berwudhu.” (HR. Ahmad 17985 dan Abu Daud 4784).

-8.173776 113.695232
 
17 Komentar

Ditulis oleh imron fauzi pada 25 Oktober 2013 in Kecerdasan Rasulullah

 

INILAH DAHSYATNYA MEMAAFKAN

27 Sep

>>> Dahsyatnya Memaafkan

Ternyata dengan memaafkan banyak hal dashyat yang bisa kita dapat, namun walau begitu kita sadari saja masih banyak dari kita ini terutama kaum muda yang masih sulit untuk MEMAAFKAN ketimbang mengeluarkan kata MAAF.

Padahal Rasulullah dalam hidupnya itu seorang yang Pemaaf. Tapi itukan Rasulullah, kita kan bukan Rasulullah? Ya pertanyaan itu biasa terlontar dari mulut dan pemikiran kita.

Bukankah sudah dijelaskan berkali-kali bawah kita hidup sebagai umat Nabi Muhammad yang harus mengikuti jejak kehidupan beliau, jika beliau pemaaf kita pun harus bisa menjadi pemaaf.

Rasulullah pernah mewasiatkan bahwa kematian itu seperti kambing yang tengah dikuliti dalam keadaan hidup-hidup. Itulah juga yang dialami oleh Al-Qamah. Penderitaan sesakit kambing yang dikuliti hidup-hidup itu tengah dikecapnya.

Apa yang menyebabkan Al-Qamah begitu “betah” dengan sakaratul maut yang menyiksa? Rupanya, Al-Qamah tidak mendapatkan ridha dari ibunya. Ibunya marah dan sakit hati lantaran Al-Qamah lebih memedulikan istrinya ketimbang dirinya.

Setelah dibujuk sedemikian rupa, ibunda Al-Qamah tetap pada pendiriannya untuk tidak meridhai dan memaafkan Al-Qamah. Bahkan, orang sekaliber Rasulullah pun tidak membuat ibunda Al-Qamah mengubah pendiriannya. Betapa terlalu menyakitkan apa yang telah dilakukan Al-Qamah terhadapnya.

Rasulullah lalu menyuruh sahabat untuk membakar Al-Qamah agar penderitaan Al-Qamah lekas berakhir. Tentu saja, itu siasat belaka. Pendirian ibunda Al-Qamah goyah, lalu maaf pun diberikannya. Selepas itu, Al-Qamah mengembuskan napas terakhir. Ke alam baka, dia menggendong maaf ibunda.

Lalu, apakah memang berat memaafkan itu sehingga ada yang mencetuskan kalimat “MEMAAFKAN ITU LEBIH SULIT DARIPADA MEMINTA MAAF.”

Menurut Dr. Ibrahim Elfiky, kiranya ada tiga mitos yang berkembang di masyarakat tentang betapa beratnya memaafkan.

[1] memaafkan berarti menunjukkan kelemahan diri.
[2] memaafkan berarti menerima luka dan penderitaan orang lain.
[3] memaafkan berarti melupakan.

Dr. Ibrahim Elfiky juga mengatakan, ada perbedaan besar antara memaafkan dan menyetujui sebuah tindakan. Meskipun kita memaafkan kesalahan seseorang, kita juga punya hak untuk tidak setuju dengan perbuatan seseorang. Kita hanya boleh membenci perilakunya, bukan orangnya.

Itulah mengapa, menurut Dr. Ibrahim Elfiky, memaafkan seseorang bukan berarti kita mesti melupakan perbuatannya. Di tengah masyarakat kita, dan ini menjadi mitos yang ketiga, memaafkan perbuatan seseorang berarti juga melupakannya.

Padahal, menurut Dr. Ibrahim Elfiky, dengan tidak melupakan perbuatan zalim meskipun kita memaafkannya, akan membuat diri mawas sehingga kita tidak mengulangi perbuatan yang sama di masa depan. Yang harus dilakukan adalah memaafkan orangnya, ambil pelajaran dari situasinya, ingat selalu pelajarannya, lalu lepaskan emosi negatif yang menyertainya.

>>> Rasulullah Itu Paling Pemaaf

Di awal risalah, orang yang paling banyak menerima perbuatan zalim adalah Rasulullah. Betapa beliau dinistakan, dilempari kotoran unta, dilempari batu, diancam akan dibunuh, bahkan terusir dari tanah kelahiran.

Namun, sederet kezaliman yang menimpa Rasulullah itu tidak lantas melunturkan pribadi agung Rasulullah sebagai pemaaf. Hal ini terbukti manakala Rasulullah berhasil menaklukkan Mekkah. Saat itu, posisi Rasulullah sudah bukan lagi si tertindas, tetapi penguasa yang memiliki kekuatan besar.

Orang-orang Quraisy yang pernah menzalimi Rasulullah di masa lalu sangat was-was bahwa Rasulullah akan menuntut balas. Nyatanya, Rasulullah Saw. memaafkan semua kesalahan kaum Quraisy yang pernah diterimanya.

>>> Memaafkan juga Menyehatkan

Memaafkan juga berimbas positif dengan kesehatan. Banyak psikolog yang telah melakukan penelitian mengatakan bahwa memaafkan dengan tulus akan meringankan beban hidup.

Worthington pernah melakukan riset dengan menggunakan piranti pencitraan otak. Dua orang, yang satu pemaaf dan yang satu pendendam, direkam pola gambaran otaknya.

Hasil percobaan menunjukkan, pendendam memiliki kecenderungan peningkatan kekentalan darah, ketegangan otot, dan tekanan darah yang tidak stabil, bahkan cenderung stres. Sedangkan yang terjadi dengan pemaaf justru sebaliknya, yakni tekanan darah stabil sehingga kinerja tubuh menjadi optimal.

Memaafkan itu sungguh ajaib. Allah berfirman, “Dan jika kamu memaafkan, itu lebih dekat pada takwa.” (QS. Al-Baqarah [2]: 237).

Dalam ayat lain, “Hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak suka bahwa Allah mengampunimu?” (Q.S. An-Nuur [24]: 22).

Rasulullah pun pernah bersabda, “Seseorang tidak dikatakan kuat karena dapat membanting lawan-lawannya. Tapi, orang yang kuat adalah dia yang mampu menahan emosinya saat marah.” (HR. Bukhari)

Bagaimana kawan-kawan setelah membaca kisah diatas? Masih takut untuk menjadi orang yang suka meminta maaf dan memaafkan? Dan masih tidak mau untuk mengikuti jejak Rasulullah sebagai orang yang pemaaf?

-8.173776 113.695232
 
1 Komentar

Ditulis oleh imron fauzi pada 27 September 2013 in Lain-lain

 

MEMINTA DAN MEMBERI MAAF

20 Sep

Berdasarkan sebuah penelitian, salah satu hal yang paling sulit dilakukan orang adalah meminta maaf dan memberi maaf kepada orang lain. Walaupun seseorang menyadari kesalahannya, meminta maaf kepada orang yang telah disakiti bukanlah perkara mudah. Ada rasa gengsi ataupun ego yang menghalangi seseorang untuk bisa berkata, “Aku telah bersalah. Aku meminta maaf atas tindakan yang telah kulakukan dan berharap kamu dapat memaafkan aku.”

Sama halnya meskipun seseorang sudah bisa menahan rasa sakit akibat kesalahan yang dibuat orang lain, memaafkan orang tersebut juga bukan perkara mudah. Rasa yang tergores seolah tak bisa lepas dari ingatan dan terus membekas. Dalam sebuah judul lagu disebutkan, “Forgiven not Forgotten”. Aku memaafkan tapi aku tidak bisa melupakan kesalahanmu. Apakah ini yang dinamakan memberi maaf?

Urusan meminta dan memberi maaf yang sulit ini tidak hanya terjadi antara seseorang dengan lingkungan sosialnya. Bahkan tak jarang seseorang sulit meminta dan memberi maaf kepada orang-orang terdekat yang hidup serumah sekalipun. Seorang anak sulit memaafkan orangtuanya, seorang suami enggan meminta maaf kepada istrinya, seorang adik tidak bisa melupakan kesalahan kakaknya.
Jadilah Engkau Pemaaf

Agama mengajarkan kita agar dengan lapang dada memberi maaf kepada orang yang telah berbuat salah. Bagaimanapun juga manusia sering lupa dan khilaf. Memberi maaf kepada orang atas ketidaksengajaannya adalah keutamaan buat orang yang sempat tersakiti. Dan memberi maaf atas tindakan buruk orang lain juga sebuah keutamaan jika itu bisa dilakukan.

Rasulullah mengajarkan kepada kita untuk senantiasa bersifat pemaaf. Ketika beliau melewati jalan dan sering diganggu oleh orang yang tidak suka dengannya, beliau selalu memaafkan. Sampai akhirnya ketika orang yang suka mengganggu itu sakit maka Rasulullah adalah orang pertama yang datang menjenguknya. Jika kita bicara sejarah lain dikisahkan bagaimana Nabi Muhammad mendapat perlakuan yang buruk dari masyarakat Thaif, sampai-sampai malaikat datang dan menanyakan apakah perlu masyarakat yang berlaku buruk tersebut dihukum, Nabi meminta untuk memaafkan mereka karena mungkin mereka belum tahu.

Memberi maaf bukanlah menunjukkan seseorang itu lemah atau tidak mampu membalas. Suka memaafkan justru menunjukkan sifat keutamaan dan kemuliaan seseorang karena ia belajar dari sifat Allah yang Maha Pemaaf dan Maha Pengampun seberapa besar pun kesalahan yang pernah dilakukan hamba-Nya. Sikap pemaaf menunjukkan seseorang memilih jalan yang dekat dengan keridhoan Allah ketika sebenarnya dia bisa menuntut balas atas kesalahan orang lain.
Meminta Maaf Dengan Segera

Jika kita telah belajar memaafkan orang lain, maka kita pun harus belajar untuk meminta maaf atas kesalahan dan kekeliruan kita. Banyak orang lebih rela melakukan apa saja yang lebih sulit daripada harus meminta maaf. Inilah bentuk-bentuk kesombongan di mana seseorang merasa dirinya sedemikian besar sehingga malu dan tidak bersedia meminta maaf.

Dalam interaksi suami istri tak jarang hal tersebut juga sering terjadi. Dalam rumah tangga tentu terkadang ada perselisihan, perbedaan pendapat, atau hal-hal yang tidak disukai dilakukan oleh seseorang kepada pasangannya. Yang paling berbahaya adalah jika salah satu diantara mereka tidak ada yang berinisiatif meminta maaf terlebih dahulu. Memilih jalan ishlah daripada mempertahankan ego dan perselisihan. Situasi seperti ini sangat berbahaya karena setan akan menghembuskan benih-benih pertentangan yang lebih besar lagi ketika pasangan suami istri masing-masing enggan meminta maaf kepada pasangannya.

Agama mengajarkan kita untuk segera meminta maaf ketika menyadari kesalahan. Kita beristighfar mohon ampun kepada Allah segera setelah menyadari adanya perbuatan dosa, kekeliruan, niat yang buruk yang sempat muncul dan kita lakukan. Kita juga bersegera mendatangi orang yang terlanjur tersakiti akibat perbuatan kita dan meminta maaf darinya. Dengan meminta maaf, kita sebenarnya sedang menyelamatkan diri kita dan berusaha menghapus kesalahan yang telah terjadi.
Bagaimana Agar Mudah Meminta Maaf dan Memaafkan?

Banyak orang berkata, “Ya, meminta maaf atau memafkan orang lain mudah diucapkan, tapi khan tidak mudah dilakukan.”

Benar, memang hal tersebut tidak mudah dan butuh perjuangan sampai Allah membantu kita mudah melakukannya dalam keseharian. Tips sederhananya adalah biasakan segera meminta maaf atas apapun yang kita rasa tidak tepat. Misalkan kita terlambat 5 menit untuk menghadiri suatu janji dengan teman, mintalah maaf atas keterlambatan tersebut meskipun teman kita bisa saja menganggap tidak ada masalah. Ketika kita berbicara sesuatu yang bisa menyinggung orang lain, segeralah minta maaf jika kita menyadarinya, meskipun orang yang kita khawatirkan tersinggung bisa jadi tidak merasa apa-apa. Dengan cara ini kita berusaha mengikis ego pribadi, meruntuhkan rasa ingin dihormati, dan berhati-hati dalam bertindak.

Hal serupa dapat dilakukan untuk memaafkan orang lain. Bersegeralah memafkan orang lain meskipun kita dalam posisi mampu membalas perbuatannya. Ingatlah bahwa seseorang yang bersalah tidak selalu karena kesengajaan. Mungkin orang tersebut sedang khilaf, tidak menyadari bahwa ucapannya menyinggung, atau tidak tau bahwa perbuatannya berakibat buruk. Kalau pun orang tersebut melakukan kesalahan dengan sengaja, bisa jadi saat itu dia dikuasai oleh sifat buruknya dan kita mendoakan semoga dia dapat berubah. Tak jarang memaafkan lebih sulit karena hati telah tergores, perbuatan salah yang dilakukan orang telah membekas di diri kita. Untuk itu ingatlah bahwa Allah Maha Pemaaf kepada kita. Berapa banyak kesalahan yang telah kita lakukan kepada-Nya? Dan seberapa sering Allah telah memafkan kita atas kesalahan tersebut? Bukankah kita ingin menjadi hamba-Nya yang juga bisa memaafkan kesalahan makhluk-Nya?

Semoga Allah membimbing saya dan Anda agar senantiasa bersegera meminta maaf dan memberi maaf kepada orang lain.

Jadilah engkau pema’af dan suruhlah orang mengerjakan yang ma’ruf, serta berpalinglah dari pada orang-orang yang bodoh. QS. Al-A’raf 7:199

Sifat-sifat yang baik itu tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang sabar dan tidak dianugerahkan melainkan kepada orang-orang yang mempunyai keuntungan yang besar. QS. Al-Fushilat 41:35

Yang paling patut mengampuni ialah orang yang paling memiliki kemampuan untuk menghukum. Ali bin Abi Thalib dalam Nahjul Balaghah…

-8.173776 113.695232
 
Tinggalkan komentar

Ditulis oleh imron fauzi pada 20 September 2013 in Lain-lain

 

TIPS MENYELESAIKAN MASALAH ALA AISYAH

20 Sep

‘Aisyah yang suci -putri dari sahabat Nabi yang jujur- ditimpa musibah paling besar yang mungkin menimpa perempuan bermartabat sepertinya. Ia dituduh berbuat zina. Alangkah berat ujian yang ia terima. Tuduhan itu tidak hanya beredar di kalangan terbatas keluarga dan sahabat dekat, tetapi beredar ke masyarakat dan dibumbui dengan sejumlah propaganda yang licik.

Istri seorang Rasul yang sangat disegani sekaligus dicinta oleh ummat dituduh telah melakukan zina. Zina yang dipandang sebagai aib dan dosa besar bagi setiap perempuan, terlebih jika dilakukan oleh istri Nabi, maka hal tersebut sungguh menjadi suatu masalah dan ujian yang berat bagi ‘Aisyah. Hanya orang dengan kepribadian matang, tangguh dan cerdas seperti ‘Aisyah yang dapat menanggung ujian tersebut dan mampu menemukan solusi sehingga dapat melewati cobaan dengan baik.

Apa yang dilakukan ‘Aisyah menghadapi persoalan rumit ini? Bagaimana dia menghadapi, melawan, dan mengalahkannya?

Tentu wanita muslimah di jaman sekarang pun dapat mengambil hikmah, meneladani sikap dan tindakan ‘Aisyah ketika menghadapi masalah dan ujian yang dihadapinya.

>>> Masalah dan Cara Menghadapinya

Persoalan yang dihadapi ‘Aisyah adalah berita bohong. Para kaum munafik menyebarluaskan isu tentang kasus perzinaan ‘Aisyah dengan Shafwan bin Mu’aththal. Ketika pulang dari sebuah peperangan, ‘Aisyah terlambat dari rombongan. Ia pulang diantar Shafwan dan menaiki untanya. Setelah itu isu tentang perzinaan ini pun menyebar luas, laksana api yang dengan cepat membakar rerumputan kering.

Persoalan ‘Aisyah kala itu ada dua hal: Pertama, ‘Aisyah mendapati dirinya sendirian karena sudah ditinggal rombongan pasukan. Kedua, ketika isu ini beredar di luar, ia tidak mengetahui bahkan tidak terlintas di dalam pikirannya sama sekali. Lantas apakah yang dilakukan ‘Aisyah untuk menghadapi dua persoalan tersebut?

>>> Sadar Bahwa Tengah Menghadapi Masalah

Harus diketahui bahwa sebuah persoalan tidak akan berarti jika orang yang tertimpa atau memiliki hubungan dengan persoalan tersebut tidak menyadarinya. Begitu pun dengan ‘Aisyah, ia sadar betul akan adanya masalah yang sedang dihadapi. Ketika kembali dari mencari kalung yang hilang dan mendapati rombongan pasukan sudah pergi meninggalkannya, ‘Aisyah sadar kalau ia sedang dalam masalah. Ini persoalan pertama.

Sedangkan terhadap persoalan kedua, ia dituduh melakukan zina, ‘Aisyah segera merasa kalau sedang ada masalah ketika diberitahu Ummu Misthah tentang isu yang sedang beredar di masyarakat. Pada awalnya ‘Aisyah tidak merasakan hal itu. Maka ia heran atas celaan Ummu Misthah terhadap anaknya, dan ia pun membelanya karena Misthah termasuk salah satu sahabat yang ikut dalam perang badar.

>>> Menjaga Emosi dan Tetap Tegar

‘Aisyah mampu menahan emosinya di saat menghadapi persoalan yang menimpanya. Padahal situasi yang ia alami kala itu sangat mencekam. Tertinggal sendirian oleh rombongan pasukan di medan perang. Dan ia pun tetap dapat mengontrol dirinya ketika mendengar isu yang sesungguhnya dapat membuatnya tertekan. Tentu saja ‘Aisyah kaget dan limbung atas isu-isu yang tersebar luas menyangkut dirinya.

Namun meskipun begitu, ‘Aisyah tetap sabar karena mengingat firman Allah,

“Maka hanya bersabar itulah yang terbaik (buatku). Dan kepada Allah saja memohon pertolongan-Nya terhadap apa yang kamu ceritakan.” (Yusuf [12]:18)

Ketegaran hati yang dimiliki ‘Aisyah tercermin dengan selalu memohon perlindungan Allah melalui doa, shalat, zikir, berbaik sangka kepada Allah dan umat muslim yang terkait dengan isu tentang dirinya, serta mengharap datangnya kebaikan. Sisi keimanan secara umum juga sangat berpengaruh dalam hal ini, sehingga keimanan harus tetap dijaga pada setiap fase penyelesaian masalah.

Semua inilah yang dilakukan oleh ‘Aisyah. Meskipun isu-isu itu mampu membuat ‘Aisyah terpukul, tapi ia tetap tidak kehilangan akal sehat.

Terhadap persoalan pertama, ‘Aisyah menyimpulkan kalau rombongan pasukan memang sudah meninggalkannya, dan ia tertinggal sendirian. Hal ini membuat ‘Aisyah mengkhawatirkan diri sendiri kalau sampai meninggal dunia, mendapat musibah, atau mengalami tindak kekerasan. Sedangkan terhadap persoalan kedua, ‘Aisyah sudah menyimpulkan dan mengetahuinya. Isu yang beredar saat itu adalah ia dituduh berbuat zina. ‘Aisyah sudah memikirkan tuduhan tersebut dan konsekuensi yang mungkin timbul karenanya.

>>> Memikirkan Solusi

‘Aisyah memikirkan solusi yang mungkin berguna untuk menyelesaikan persoalannya. Yang terbersit dalam benak ‘Aisyah waktu itu adalah sejumlah hal berikut:

[1] Menyusul rombongan pasukan. Tapi ia tidak memiliki kendaraan, sedang malam sudah gelap dan ia pun rasanya tidak mungkin berjalan sendirian

[2] Tetap berada di tempat semula sambil bersembunyi

[3] Pergi ke tempat lain

[4] Menunggu di tempat semula dengan harapan rombongan pasukan atau sebagian mereka akan kembali lagi ke tempat itu. Sebab apabila rombongan tahu kalau ia tidak ada, tentu mereka akan segera kembali ke tempat semula untuk mencari.

[5] Mencari seseorang yang mungkin tertinggal dari rombongan seperti yang ia alami, atau menunggu seseorang yang mengikuti rombongan pasukan dari jauh.

Sedangkan terhadap persoalan kedua, yang terbersit pada benak ‘Aisyah adalah;

[1] Membela diri

[2] Menyerahkan hal itu kepada Rasul, sementara ia tetap berada di rumahnya. Namun sepertinya ‘Aisyah melihat kalau Rasulullah terpengaruh dengan isu tersebut, di samping isunya sudah menyebar luas di masyarakat

[3] Pulang ke rumah bapak ibunya, bersabar dan menyerahkan semuanya kepada Allah

[4] Menerapkan solusi paling tepat di antara solusi-solusi yang ada

>>> Solusi

‘Aisyah memilih untuk tetap berada di tempat semula dengan harapan rombongan pasukan atau sebagian dari mereka kembali lagi untuk menjemput. Benar saja, Shafwan datang. Waktu itu, ‘Aisyah menyangka kalau Shafwan memang diutus rombongan untuk menjemputnya. Oleh karena itu, ‘Aisyah langsung menaiki unta Shafwan tanpa berbicara sedikit pun. Dan karena anggapan seperti ini juga, ‘Aisyah tidak pernah terbetik dalam pikirannya bakal ada isu-isu miring tentang dirinya. Sebab ia menyangka bahwa Shafwan memang diutus rombongan untuk mencari dan membawanya menyusul rombongan.

Sedangkan mengenai masalah tuduhan zina, ‘Aisyah meminta izin kepada Rasulullah untuk pulang ke rumah keluarganya. Sebab persoalan ini butuh kejelasan lebih lanjut selagi belum turun wahyu yang menjelaskannya. Selain itu, menghadapi persoalan semacam ini juga butuh kepala dingin agar bisa berpikir tenang. Kepulangan ‘Aisyah ke rumah orangtuanya mengandung banyak himah dan kecerdikan. Oleh karena itu, Rasul pun segera memenuhi keinginan ‘Aisyah tersebut.

*** Semoga kita dapat mengambil hikmah di balik kisah tersebut, selalu sabar dan bijak dalam memecahkan segala permasalahan hidup…

-8.173776 113.695232
 
Tinggalkan komentar

Ditulis oleh imron fauzi pada 20 September 2013 in Inspirasi Cinta Rasulullah

 

SAAT KHADIJAH JATUH CINTA PADA RASULULLAH

20 Sep

Wanita mana yang tidak terpikat oleh pemuda seperti ini? Ia tampan, kaya, cerdas, keturunan orang terhormat, dan paling mulia akhlaknya di Jazirah Arab. Menjelang tengah hari, sebuah kafilah dagang dari negeri Syam tiba di Makkah. Tak lama kemudian kafilah dagang itu memasuki pelataran sebuah rumah besar dan bagus.

Dari dalam terlihat seorang wanita berusia bergegas ke luar dan menyambut kafilah dagang yang sangat dinantikannya. Dari mimik mukanya tampak gurat-urat kegembiraan. Tak lama kemudian, terjadi percakapan antara wanita yang bernama Siti Khadijah itu dengan Nabi Muhammad bin Abdullah, pemuda yang memimpin kafilah dagang. Didengarkannya pemuda Nabi Muhammad berbicara dengan bahasa yang begitu fasih tentang perjalanan dagangnya ke negeri Syam, serta keuntungan yang diperoleh dari perdagangan tersebut. Demikian juga, Khadijah mendengar penjelasan Muhammad tentang barang-barang dari Syam yang berhasil ia bawa beserta kafilahnya. Khadijah sangat gembira dan terlihat antusias sekali mendengarkan cerita tersebut.

Sesaat kemudian datanglah Maisarah; orang kepercayaan Khadijah yang menyertai Nabi Muhammad berdagang ke Syam. Ia pun menceritakan pengalaman-pengalaman yang ditemuinya selama perjalanan. Semua yang diceritakan Maisarah makin menambah pengetahuan Khadijah tentang Nabi Muhammad. Sebelumnya, Khadijah pun tahu bahwa Nabi Muhammad adalah sosok pemuda yang sangat mulia akhlaknya. Dalam waktu yang singkat, rasa simpati itu berubah menjadi rasa cinta. Khadijah tertarik untuk menjadikan Nabi Muhammad bin Abdullah sebagai pendamping hidup.

Apa yang menyebabkan Siti Khadijah simpati lalu jatuh hati pada sosok pemuda Nabi Muhammad? Bukankah Khadijah adalah seorang konglomerat wanita terkaya di Makkah saat itu, sedangkan nabi Muhammad hanya seorang ‘pemuda biasa’? Mengapa pula Khadijah ‘berani’ menjadikan Nabi Muhammad sebagai suami, bahkan ia yang berinisiatif melamarnya, padahal sebelumnya banyak pembesar Quraisy yang mengajukan lamaran, dan semuanya ditolak?

Ada beberapa faktor penyebab. Pertama, faktor kesepadanan atau kesekufuan. Adalah sesuatu yang wajar bila seseorang jatuh cinta pada orang yang memiliki banyak kesamaan dengan dirinya daripada perbedaan. Orang pun akan cenderung memilih pendamping hidup yang sekufu (sederajat), baik dari sisi harta, ideologi, gaya hidup, keilmuan, dan kepribadian.

Khadijah mencintai Rasulullah SAW, boleh jadi, disebabkan karena Nabi Muhammad Rasulullah SAW memiliki banyak ‘kesamaan’ dengan dirinya. Khadijah adalah wanita mulia,Nabi Muhammad SAW pun seorang lelaki mulia, sehingga Khadijah pun cenderung memilih pendamping yang akhlaknya mulia. Khadijah adalah seorang konglomerat, sedangkan Rasul seorang entrepreneur dan marketer yang hebat. Rasul berasal dari keturunan orang-orang terpandang, begitupun Khadijah. Kedua karakter yang memiliki banyak kesamaan ini jelas lebih mudah bersatu. Di luar ketentuan Allah SWT, Khadijah tertarik pada Rasulullah SAW karena beliau adalah seorang profesional. Sampai usia 25 tahun, Rasul telah melewati tahap-tahap kehidupan sebagai seorang profesional di bidangnya (pedagang).

Mengkaji pribadi Rasulullah SAW, kita akan mendapatkan jiwa entrepreneurship yang sudah dipupuk sejak usia 12 tahun, tatkala pamannya Abu Thalib mengajak melakukan perjalanan bisnis ke Syam, negeri meliputi: Suriah, Yordania, dan Lebanon saat ini. Demikian juga sebagai seorang yatim piatu yang tumbuh besar bersama pamannya, Beliau telah ditempa untuk tumbuh sebagai seorang wirausahawan yang mendiri. Maka ketika pamannya tidak bisa lagi terjun langsung menangani usaha, pada usia 17 tahun Nabi Muhammad telah diserahi wewenang penuh untuk mengurusi seluruh bisnis pamannya. Kedua, dilihat dari segi fisik Rasulullah SAW sangat sulit dikatakan jelek. Muhammad Husein Haikal dalam bukunya Sejarah Hidup Nabi Muhammad dengan baik menggambarkan bagaimana indahnya wajah Rasulullah SAW.

”Paras mukanya manis dan indah, perawakannya sedang, tidak terlampau tinggi juga tidak pendek, dengan bentuk kepala yang besar, berambut hitam antara keriting dan lurus. Dahinya lebar dan rata di atas sepasang alis yang lengkung lebat dan bertaut, sepasang matanya lebar dan hitam, di tepi-tepi putih matanya agak kemerah-merahan, tampak lebih menarik dan kuat; pandangan matanya tajam dengan bulu mata yang hitam pekat. Hidungnya halus dan merata dengan barisan gigi yang bercelah-celah. Cambangnya lebat sekali, berleher agak panjang dan indah. Dadanya lebar dengan kedua bahu yang bidang. Warna kulitnya terang dan jernih dengan kedua telapak tangan dan kakinya yang tebal. Bila berjalan badannya agak condong ke depan, melangkah cepat, dan pasti. Air mukanya membayangkan renungan dan penuh pikiran, pandangan matanya menunjukkan kewibawaan, hingga membuat orang patuh kepadanya.”

Ketampanan Rasulullah SAW terasa makin lengkap dengan gerak-geriknya yang menawan. Dikisahkan pula oleh Ummu Ma’bad bagaimana sikap beliau, tatkala ia melihat Rasulullah SAW dalam perjalanan hijrah dari Makkah ke Madinah: ”Aku melihat seorang lelaki dengan wajah berseri-seri dan bercahaya… Jika ia diam maka tampaklah kharismanya. Jika sedang berbicara, ia tampak begitu agung dan santun. Ia tampak paling muda dan paling rupawan bila dipandang dari kejauhan, juga paling tampan dan memesona di antara rombongannya. Ucapannya menyejukkan, perkataannya jelas; tidak sedikit dan tidak pula bertele-tele, sebagai buah dari kecerdasan.”

Keindahan perilaku Rasulullah SAW bersumber dari kemuliaan akhlak dan kejernihan jiwa. Inilah faktor ketiga yang membuat Khadijah jatuh cinta. Muhammad adalah sosok pemuda berakhlak mulia, bahkan puncak dari akhlak yang mulia. Dengan karunia Allah SWT, dalam diri beliau terkumpul semua akhlak terpuji yang dikenal manusia: kejujuran, kedermawan, ataupun kelembutan. Tak ada satu sisi pun dalam diri beliau tanpa budi pekerti yang luhur. Akhlak Rasulullah SAW adalah sebuah keistimewaan, hingga beliau ‘meringkas’ misi dakwahnya dalam sebuah hadis, ”Aku diutus untuk menyempurnakan akhlak mulia” (HR Bukhari dan Hakim).

William Moir, seorang pujangga asal Prancis, mengungkapkan bagaimana indahnya akhlak Rasulullah SAW. Ia berkata, ”Sederhana dan mudah adalah gambaran seluruh hidupnya. Perasa dan adabnya adalah sifat yang paling menonjol dalam pergaulan beliau dengan pengikutnya yang paling rendah sekalipun. Tawadhu, sabar, penyayang, dan mementingkan orang lain lagi dermawan adalah sifat yang selalu menyertai pribadinya dan menarik simpati orang di sekitarnya. Tidak seorang pun di sampingnya yang merasa bahwa ia tidak memperhatikannya secara khusus, meski orang itu adalah seorang gembel. Jika bertemu dengan orang yang berbahagia karena suatu keberhasilan, maka ia menggengam tangannya dan ikut merasakan kegembiraan. Jika bersama dengan orang yang tertimpa musibah dan dirundung kesedihan, beliau pun ikut larut merasakan kesedihan mereka. Beliau sangat perasa dan pandai menghibur.”Karenanya, wanita mana yang tidak terpincut oleh pemuda seperti ini?

-8.173776 113.695232
 
Tinggalkan komentar

Ditulis oleh imron fauzi pada 20 September 2013 in Inspirasi Cinta Rasulullah

 
← Tulisan sebelumnya
  • Pencarian

  • Penulis

    Imron Fauzi

    Buat Lencana Anda
  • <a href=”http://photobucket.com/images/nabi%20muhammad” target=”_blank”><img src=”http://i916.photobucket.com/albums/ad6/juhernaidy/FISIKA/nabi.gif” border=”0″ alt=”Muhammad saw Pictures, Images and Photos” /></a>

  • Facebook Like

    Facebook Like
  • Motto

    "Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain." (HR. Muslim)
  • Pengunjung

    free counters Free counters
  • Tulisan Tertinggi

    • PENDIDIKAN ANAK METODE RASULULLAH (USIA 4 – 10 TAHUN)
    • PENDIDIKAN ANAK METODE RASULULLAH (USIA 0 – 3 TAHUN)
    • BIOGRAFI SITI KHADIJAH
    • PENDIDIKAN ANAK METODE RASULULLAH (USIA 11 – 14 TAHUN)
    • BELAJAR MENGILMUI SHALAWAT
    • ARTI SYAFAAT
    • RIWAYAT HIDUP SITI AISYAH
    • RIWAYAT HIDUP HASAN DAN HUSEIN
    • KEUTAMAAN MENYANTUNI ANAK YATIM
    • PERANG BADAR
  • Tulisan Terakhir

    • METODE PEMBELAJARAN ALA RASULULLAH SAW
    • TUNTUNAN RASULULLAH SAW TENTANG SIFAT-SIFAT GURU
    • 5 CARA RASULULLAH MENGENDALIKAN EMOSI
    • INILAH DAHSYATNYA MEMAAFKAN
    • MEMINTA DAN MEMBERI MAAF
    • TIPS MENYELESAIKAN MASALAH ALA AISYAH
    • SAAT KHADIJAH JATUH CINTA PADA RASULULLAH
    • AMANAH BENDAHARAWAN PRIBADI RASULULLAH
    • KETIKA KALUNG FATIMAH MEMBUAT RASULULLAH MARAH
    • RAHASIA RASULULLAH DICINTAI “PENDUDUK” LANGIT DAN BUMI
  • Kalender

  • Jam

  • Kata Mutiara

  • Meta

    • Daftar
    • Masuk
    • RSS Entri
    • RSS Komentar
    • WordPress.com
  • Iklan
 

Buat situs web atau blog gratis di WordPress.com. Tema: Choco oleh .css{mayo}.

Entri (RSS) dan Komentar (RSS)

أنا أحبك يا رسول الله
Blog di WordPress.com. Tema: Choco.
Privasi & Cookie: Situs ini menggunakan cookie. Dengan melanjutkan menggunakan situs web ini, Anda setuju dengan penggunaan mereka.
Untuk mengetahui lebih lanjut, termasuk cara mengontrol cookie, lihat di sini: Kebijakan Cookie
Batal