أنا أحبك يا رسول الله

“Sesungguhnya Allah beserta Malaikat-Nya senantiasa bershalawat untuk Nabi Muhammad. Hai orang-orang yang beriman, bacalah shalawat dan salam untuk Nabi dengan sungguh-sungguh.” (QS. Al Ahzab: 56).
  • RIWAYAT PENULIS
  • Nasab Rasulullah
  • Akhlak Mulia Rasulullah
  • Kecerdasan Rasulullah
  • Pendidikan Rasulullah
  • Keluarga Rasulullah
  • Sahabat Rasulullah
  • Kewajiban Terhadap Rasulullah
  • Syafaat Rasulullah
  • Perang Rasulullah
  • Inspirasi Cinta Rasulullah
  • Lain-lain
RSS

Arsip Kategori: Pendidikan Rasulullah

METODE PEMBELAJARAN ALA RASULULLAH SAW

14 Mar

Ada beberapa metode pengajaran yang dipandang representatif dan dominan yang digunakan oleh Rasulullah Saw untuk meningkatkan potensi anak didik (sahabat). metode-metode pembelajaran yang diaplikasikan oleh Rasulullah Saw, yaitu sebagai berikut:

[1] Pengkondisian Suasana Belajar (Learning Conditioning)

Learning Conditioning merupakan syarat utama untuk terciptanya proses belajar mengajar yang efektif. Ada tiga cara yang digunakan Rasulullah Saw dalam metode ini, yaitu:

[a] Meminta Diam untuk Mengingatkannya

Metode berupa permintaan diam kepada murid-murid adalah salah satu cara yang paling baik untuk menarik perhatian mereka. Rasulullah Saw pernah bersabda ketika haji Wada, “Wahai manusia, tenanglah kalian!” (Al Nadawi. Shahih al Sirah al Nabawiyyah, 662). Kemudian melanjutkan lagi, “….Diamlah, janganlah kalian kembali kafir setelah (kematian)-ku, yaitu sebagian kamu memukul tengkuk sebagian yang lain…” (Al Nadawi. Shahih al Sirah al Nabawiyyah, 550).

[b] Menyeru Secara Langsung

Metode berupa seruan langsung biasanya dilaksanakan pada awal pelajaran, tetapi terkadang dilakukan ketika proses mengajar tengah berlangsung. Hal ini pernah dicontohkan dalam hadits, dari Ibnu Abbas, ia berkata, “Rasulullah Saw naik ke atas mimbar. Majelis tersebut merupakan masjelis terakhir yang beliau hadiri. Beliau menggunakan mantel yang beliau lingkarkan di atas kedua bahu beliau. Kepala beliau terserang penyakit. Beliau lalu ber-tahmid dan memuji Allah, kemudian bersabda, “Wahai sekalian manusia, berkumpullah!” Lalu beliau melanjutkan, “Amma ba’du, sesungguhnya sebagian dari kelompok Anshar ini mempersedikit dan memperbanyak manusia. Siapa saja yang menjadi umat Muhammad, lalu ia dapat mendatangkan bahaya bagi seseorang, maka terimalah kebaikannya dan tolaklah kejahatannya.”

[c] Perintah untuk Menyimak dan Diam secara Tidak Langsung

Ubadah bin Al Shamith berkata, “Rasulullah Saw pernah bersabda, ‘Ambillah dariku! Ambillah dariku! Allah telah memberikan jalan keluar bagi mereka tentang perzinaan yang dilakukan antara seorang perjaka dengan seorang gadis, maka cambuklah sebanyak seratus kali cambukan dan diasingkan selama setahun. Adapun seorang duda dengan janda, maka dicambuk sebanyak seratus kali dan dirajam’.” (HR. Abu Dawud, no. 4438).

Jika diperhatikan, kalimat Rasulullah Saw “Ambillah dariku! Ambillah dariku!” terdapat ungkapan yang bernada permintaan memperhatikan dan menarik perhatian untuk dapat mendengarkan apa yang akan beliau sampaikan. Selain itu juga terdapat keistimewaan lainnya, yaitu berupa pengulangan.

[2] Berinteraksi Secara Aktif (Active Interaction)

[a] Interaksi Pendengaran

Teknik Berbicara (Presentasi dan Penjelasan)

Teknik ini digunakan dengan memperhatikan tujuan pembicaraan dalam menyampaikan dan menjelaskan sesuatu. Hal ini dilakukan dengan bersikap sedang-sedang saja, tidak terlalu cepat hingga berlebihan dan juga tidak terlalu lamban hingga membosankan. Aisyah berkata, “Rasulullah Saw tidak berbicara seperti cara kalian berbicara. Beliau berbicara dengan ucapan yang terdapat jeda di dalamnya. Sehingga orang yang duduk bersamanya akan dapat mengingat ucapan beliau.” (Shahih al Bukhari, no. 3568 dan Shahih Muslim, no. 2493)

Tidak bertele-tele dan Tidak Terlalu Bernada Puitis

Ucapan yang sedang-sedang saja dan tidak terlalu cepat bertujuan untuk menjaga agar informasi yang hendak disampaikan dapat ditangkap dengan baik oleh murid, juga agar terhindar dari kesamaran dan gangguan. Abdullah bin Umar berkata bahwa Rasulullah Saw bersabda, “Janganlah terlalu banyak bicara kecuali dalam bentuk dzikir kepada Allah, karena sesungguhnya terlalu banyak bicara selain dzikir kepada Allah menyebabkan keras hati, dan sesungguhnya orang yang paling jauh dari Allah adalah orang yang keras hatinya.” (HR. Tirmidzi dalam Shahih Al Jami’, no. 1965).

Memperhatikan Intonasi

Mengeraskan suara ketika mengajar adalah cara yang baik untuk menarik perhatian pendengar dan untuk menunjukkan ketidaksetujuan terhadap sesuatu. Diriwayatkan bahwa apabila Rasulullah Saw berkhutbah dan memberikan peringatan tentang Hari Akhir, maka beliau akan terlihat sangat murka dan suaranya terdengar keras (Shahih Muslim, no. 876).

Selain itu, hendaknya seorang guru hendaknya menjelaskan pelajaran dengan tidak memotong penyampaiannya, karena memotong penjelasan akan membingungkan murid, juga akan merusak kosentrasi guru dalam mengaitkan antara satu penjelasannya dengan penjelasan lainnya yang seharusnya saling berhubungan.

Abu Hurairah berkata, “Suatu ketika Nabi sedang berbicara dengan suatu kaum dalam suatu majelis. Kemudian datang seorang Arab Badui dan bertanya kepada Nabi, ‘Kapan hari kiamat itu akan datang?’ Rasulullah Saw terus melanjutkan apa yang sedang beliau bicarakan. Setelah selesai berbicara, Rasulullah Saw berkata, ‘Mana orang yang bertanya tentang hari kiamat tadi?’ Orang Arab Badui itu menjawab, ‘Saya di sini wahai Rasulullah Saw.’ Beliau bersabda, ‘Jika engkau menyia-nyiakan amanah, maka tunggulah kedatangan hari kiamat’.” (Shahih al Bukhari, no. 59 kitab al ‘ilmi ).

Diam Sebantar di Tengah-tengah Penjelasan

Diam sejenak di tengah-tengah penjelasan memiliki beberapa manfaat, antara lain menarik perhatian para murid, membawa kejiwaan seorang guru kembali rileks dan memberikan waktu kepada guru untuk mengatur pemikirannya.

Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah Saw bersabda, “Bulan apa sekarang ini?” Kami menjawab, “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui.” Beliau kemudian diam hingga kami mengira beliau akan menjawab dengan jawaban yang salah. Beliau berkata, “Bukankan sekarang ini bulan Dzulhijjah?” Kami menjawab, “Benar.” Beliau kembali bertanya, “Tanah apa ini?” Kami menjawab, “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui.” Beliau kembali terdiam hingga kami mengira beliau akan menjawab dengan jawaban yang salah. Lalu beliau bertanya, “Hari apakah sekarang ini?” Kami menjawab, “Allah dan Rasul-Nya lebih mengetahui.”

Beliau kembali terdiam hingga kami mengira beliau akan menjawab dengan jawaban yang salah. Beliau berkata, “Bukanlah sekarang ini Hari Idul Kurban?” Kami menjawab, “Benar.” Beliau kemudian bersabda, “Sesungguhnya darah kalian, harta kalian (lalu terdiam…)” Abu Barkah, “Aku mengira beliau akan berkata, ‘Dan kehormatan kalian.’ Akan tetapi, beliau melanjutkan, “Adalah haram bagi kalian, seperti diharamkannya (berlaku keji) pada hari ini, di tanah ini dan di bulan ini.”

[b] Interaksi Pandangan

Kontak Mata (Eye Contact) dalam Mengajar

Adanya interaksi pandangan antara seorang guru dengan muridnya merupakan hal yang penting agar seorang guru dapat menguasai murid-muridnya. Hal itu juga dapat membantu murid dalam memahami apa yang disampaikan oleh gurunya berupa berbagai permasalahan dan ilmu pengetahuan.

Jabir bin Abdulullah berkata, “Seorang pria datang menemui Rasulullah Saw ketika beliau sedang menyampaikan khutbah Jumat. Beliau bertanya, ‘Apakah engkau telah melaksanakan shalat, wahai Fulan?’ Ia menjawab, ‘Belum.’ Beliau kembali berkata, ‘Berdiri dan rukuklah!’” (Shahih al Bukhari, no. 930).

Dalam hadits tersebut, jelas sekali Rasulullah Saw berinteraksi secara akatif dengan lawan bicaranya. Tidak mungkin Rasulullah Saw mengetahui orang secara langsung yang duduk ketika khutbah Jum’at berlangsung, kalau tidak melihatnya. Dan tidak mungkin Rasulullah Saw mendengar jawaban jamaah tersebut kalau tidak melihat wajahnya dan memperhatikan ekspresinya. Secara psikologis, pendengar akan jauh lebih merasa dihargai jika dilihat dan ditatap wajahnya.

Memanfaatkan Ekspresi Wajah

Memanfaatkan ekspresi wajah dalam mengajar akan membantu seorang guru untuk dapat mewujudkan tujuannya dalam mengajar. Anas bin Malik meriwayatkan bahwa Rasulullah Saw pernah melihat ludah pada arah kiblat. Hal itu membuat beliau marah hingga kemarahannya terlihat pada wajah beliau. Beliau pun berdiri dan mengelapnya dengan tangan beliau. Lalu beliau bersabda, “Salah seorang dari kalian apabila berdiri melakukan shalat, ia sedang bermunajat kepada Rabbnya atau Rabbnya berada di antara dirinya dan arah kiblat. Maka dari itu, janganlah salah seorang dari kalian membuang ludah ke arah kiblatnya. Akan tetapi menghadaplah ke arah kiri atau ke bawah telapak kakimu.” (Shahih al Bukhari, no. 6111 dalam kitab al Adab ).

Tersenyum

Jarir bin Abdulullah al Bajli berkata, “Tidaklah Rasulullah Saw melarangku (untuk masuk ke rumahnya setelah aku minta izin) sejak aku masuk Islam dan tidaklah beliau melihatku kecuali beliau selalu menampakkan senyuman di depan wajahku.” (Shahih al Bukhari, no. 3035 dan Shahih Muslim, no. 135). Senyuman itu pun memberikan pengaruh yang berarti bagi Jarir bin Abdulullah.

[3] Aplied Learning Method

[a] Metode Praktikum yang Diterapkan oleh Guru

Suatu ketika Utsman bin Affan berwudhu. Rasulullah Saw kemudian bersabda, “Siapa saja yang berwudhu seperti cara wudhuku, lalu ia melaksanakan shalat dua rakaat tanpa ada sesuatu hal yang mengganggu kekhusukannya pada kedua rakaat itu, maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (Shahih Muslim, no. 245).

Menggabungkan metode teoritis dengan praktikum dalam mengajar merupakan salah satu cara yang sangat bermanfaat dalam mendidik dan mengajar. Metode seperti ini memudahkan seorang guru dan memberikan keluangan waktu dan tenaga baginya.

[b] Metode Praktikum yang Diterapkan oleh Murid

Seorang guru hendaknya berusaha agar murid dapat mengetahui sendiri kesalahan mereka. Hal tersebut dapat dilakukan agar murid mau mangkaji ulang sendiri dan dapat mengetahui sendiri kesalahan yang dibuatnya. Menerapkan dan mempratekkan sesuatu adalah sarana terbaik agar ilmu yang disampaikan dapat dihafal dan terjaga dari kelupaan.

Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah Saw masuk ke dalam masjid. Lalu masuk seorang pria dan melakukan shalat. Kemudian ia mendatangi Rasulullah Saw dan mengucapkan salam kepada beliau. Rasulullah Saw lalu menjawab salam dan berkata, “Kembalilah, ulangi shalatmu! Sesungguhnya engkau belum melakukan shalat.” Pria itu pun lalu mengulangi shalatnya seperti sebelumnya. Lalu ia menghampiri Rasulullah Saw dan mengucapkan salam kepada beliau.

Rasulullah Saw lalu berkata, “Semoga Allah melimpahkan kerahmatan bagimu.” Beliau melanjutkan, “Kembalilah dan ulangi shalatmu! Sesunggunya engkau belum melakukan shalat.” Hal tersebut terus berulang hingga pria itu melakukan shalat sebanyak tiga kali (Shahih al Bukhari, no. 757 dan Shahih Muslim, no. 397).

[4] Scanning and Levelling

Terdapat perbedaan tingkat kecerdasan dan pemahaman murid-murid, antara satu dengan individu yang lain, dan antara satu kelompok dan kelompok lain. Rasulullah Saw menjawab pertanyaan ‘sederhana’ sahabat tentang apa yang harus dilakukan setelah ia memeluk Islam. Rasulullah Saw menjawab, “Katakanlah aku beriman kepada Allah dan istiqamahlah!” Jawaban yang sangat ‘sederhana’ dan praktis tentang Islam ini dipilih Rasulullah Saw karena memang lawan bicaranya ‘masih hijau’ dalam Islam. Ia belum bias diberi materi yang berat-berat seperti kewajiban jihad, tuntunan menjauhi riba, jenis jual beli yang terlarang, serta ilmu waris yang kompleks.

Membenai akal seorang murid dengan sesuatu yang tidak dapat ditanggungnya dan memberikan beban di atas kadar kemampuannya, tidak akan memberikan apa pun kepada sang murid, kecuali rasa bingung dan kebodohan.

[5] Diskusi dan Memberi Tanggapan (Discussion and Feed Back)

Menggunakan metode yang logis dalam memberikan jawaban merupakan cara yang baik. Karena cara itu dapat membuat ilmu yang disampaikan bisa masuk ke dalam hati dan pikiran pendengarnya, sebagaimana yang diharapkan. Dengan memperhatikan penggunaan kata yang sederhana dalam berdiskusi akan membuat para murid berperan aktif dalam berdiskusi sehingga terjadi interaksi yang dinamis.

Rasulullah Saw membuat contoh sederhana yang mudah dipahami oleh akal seorang murid, seperti dalam kisah seorang pria Arab Badui yang mempertanyakan perihal anaknya yang terlahir dengan warna kulit hitam. Rasulullah Saw kemudian memberikan contoh yang mudah dipahami oleh pria tersebut, yaitu berupa unta.

Abu Hurairah mengatakan bahwasannya seorang pria datang menemui Rasulullah Saw dan berkata, “Wahai Rasulullah Saw, anakku lahir dengan kulit berwarna hitam.” Rasulullah Saw balik bertanya, “Apakah engkau memiliki unta?” Ia menjawab, “Ya.” Beliau bertanya, “Apa warnanya?” Ia menjawab, “Merah.” Beliau kembali bertanya, “Apakah ada warna abu-abu pada tubuhnya?” Ia menjawab, “Ya.” Beliau bertanya, “Mengapa bisa begitu?” Ia menjawab, “Warna itu ia dapati dari ras lain.” Beliau berkata, “Sepertinya anakmu ini mengambil ras lain (seperti unta itu).” (Shahih al Bukhari, no. 7314).

[5] Bercerita (Story Telling)

Bercerita adalah metode yang baik dalam pendidikan. Cerita pada umumnya disukai oleh jiwa manusia. Ia juga memiliki pengaruh yang menakjubkan untuk dapat menarik pendengar dan membuat seseorang bisa mengingat kejadian-kejadian dalam sebuah kisah dengan cepat. Cerita tidak hanya ditunjukkan untuk hiburan semata, akan tetapi harus diambil pelajaran, nasihat, dan hikmah yang ada di dalamnya. Cerita dapat memberikan pengaruh yang besar bagi pikiran dan emosional murid. Rasulullah Saw juga sering menyampaikan cerita atau kisah-kisah yang penuh hikmah umat terdahulu sebagaimana tercantum di alam al Qur’an seperti kisah para nabi dan rasul, Zulqarnain, Qarun, para penghuni gua, dan sebagainya.

[6] Perumpamaan dan Studi Kasus (Analogy and Case Study)

Memberikan perumpamaan merupakan sarana yang baik untuk memudahkan dalam memahami kandungan makna dan pemikiran. Seorang guru hendaknya menggunakan perumpaman ketika ada pelajaran yang sulit dipahami oleh murid. Ia dapat memberikan perumpamaan sehingga pelajaran menjadi lebih sederhana dan mudah dipahami. Allah berfirman: “Tidakkah kamu perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik, akarnya teguh dan cabangnya (menjulang) ke langit. Pohon itu memberikan buahnya pada Setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat. Dan perumpamaan kalimat yang buruk seperti pohon yang buruk, yang telah dicabut dengan akar-akarnya dari permukaan bumi; tidak dapat tetap (tegak) sedikitpun.” (QS. Ibrahim (14): 24-26).

Dari Abdullah bin Umar, bahwa kami bersama Rasulullah Saw kemudian beliau bersabda, “Beritahulah aku, pohon apa yang menyerupai seorang muslim di mana daunnya tidak berjatuhan dan selalu berbuah setiap waktu?” Ibnu Umar berkata, “Hatiku berpikir bahwa pohon yang dimaksud adalah pohon kurma tetapi aku melihat Abu Bakar dan Umar tidak menjawab, maka aku pun enggan untuk menjawabnya. Ketika semua diam dan tak ada yang menjawab, Rasulullah Saw bersabda, “Pohon tersebut adalah kurma.” (Shahih al Bukhari, no. 61 dan Shahih Muslim, no. 7029).

[7] Teaching and Motivating

Tasywiq adalah suatu metode yang mampu meningkatkan gairah belajar dan rasa keingintahuan yang tinggi, serta penasaran untuk mengetahui apa jawaban dan rahasianya. Tasywiq juga baik untuk memancing semangat belajar, meneliti, dan menelaah satu hal atau pelajaran tertentu. Semakin kuat menggunakan ungkapan yang bernada tasywiq, semakin kuat pula motivasi untuk belajar.

Rasulullah Saw bersabda, “Aku akan ajarkan engkau satu surah yang paling agung di dalam al Qur’an sebelum engkau keluar dari dalam masjid.” (Shahih al Bukhari, no. 5006). Selain itu, Rasulullah juga pernah bersabda, “Berkumpullah, sesungguhnya aku akan membacakan kepada kalian sepertiga al Qur’an.” (Shahih Muslim, no. 1888).

[8] Bahasa Tubuh (Body Language)

Penggunaan bahasa tubuh dalam menyampaikan pesan atau presentasi bermanfaat untuk:

[a] Membuat Penyampaian Bertambah Terang dan Jelas

Karena bahasa lisan dibantu dengan bahasa tubuh dan emosi, maka dengan kombinasi ini indra yang dirangsang bukan saja telinga tetapi juga mata dan indra terkait lainnya. Apalagi jika si pembicara mengajak audiens untuk menirukan gerakannya. Rasulullah Saw bersabda, “Aku dan pengasuh anak yatim adalah bagaikan ibu jari dan telunjuk di surga.” Rasulullah Saw menyampaikan pesan ini sambil mengangkat tangan dan menggerak-gerakan telunjuk dan ibu jarinya di hadapan sahabat (Shahih al Bukhari, no. 5304).

[b] Menarik Perhatian Pendengar dan Membuat Makna yang Dimaksud Melekat pada Pikiran Pendengar

Hal ini sesuai dengan hadits dari Jabir bin Abdullah, yaitu ketika Rasulullah Saw berkhutbah di hadapan orang-orang pada hari Arafah. Pada khutbah tersebut beliau menjelaskan berbagai hal yang fundamental. Setelah beliau menyampaikan khutbah kepada mereka, beliau berkata, “Jika kalian ditanyakan mengenai diriku, apa yang kalian katakana?”

Mereka menjawab, “Kami bersaksi bahwa engkau telah menyampaikan risalah, menjalankan tugas, dan menasehati (kami).” Seraya memberikan isyarat dengan jari telunjuk yang beliau angkat ke atas langit dan menunjukkan ke arah orang-orang, beliau berkata, “Ya Allah, saksikanlah! Ya Allah, saksikanlah! (sebanyak tiga kali).” (Nukilan dari bagian khutbah haji Wada’). Sikap beliau yang mengangkat tangan ke arah langit kemudian menunjuk ke arah orang-orang adalah menarik perhatian mereka terhadap hal penting, yaitu kedudukan kesaksian atas penyampaian risalah yang menjadi tugas beliau.

[c] Untuk Mempersingkat Waktu

Ada banyak isyarat yang biasa dilakukan, seperti isyarat untuk diam, larangan, atau permintaan untuk datang menghampirinya dan beranjak pergi. Dari Ibnu Abbas, Rasulullah Saw bersabda, “Aku diperintahkan untuk bersujud dengan bertumpu pada tujuh kulang, yaitu: dahi (beliau lalu menunjuk ke arah (atas) hidung). Pada kedua tangan dan dua siku-siku, serta dua unjung telapak kaki.” (Shahih al Bukhari, no. 812 dan Shahih Muslim, no. 230). Isyarat itu juga bertujuan untuk mempersingkat ucapan ketika beliau tidak menyebutkan kata hidung secara langsung.

[9] Gambar dan Grafik (Picture and Graph Technology)

Penjelasan yang diperkuat dengan gambar atau tulisan akan membuat penyampaian tersebut menjadi jelas. Penjelasan dan tulisan mengiringi visualisasi akan membantu penyampaian ilmu pengetahuan secara lebih cepat.

Abdullah bin Mas’ud berkata, “Rasulullah Saw pernah membuat garis dengan tangannya.” Kemudian beliau berkata, “Ini adalah jalan Allah yang lurus.” Beliau kemudian membuat garis di sebelah kanan dan kiri garis tersebut. Lalu berkata, “Jalan ini jalan setan dan setan selalu menyeru untuk mengikuti jalannya.” (Shahih al Bukhari, no. 6417). Beliau kemudian membacakan ayat berikut: “Dan bahwa (yang Kami perintahkan ini) adalah jalan-Ku yang lurus, maka ikutilah Dia, dan janganlah kamu mengikuti jalan-jalan (yang lain), karena jalan-jalan itu mencerai beraikan kamu dari jalan-Nya. yang demikian itu diperintahkan Allah agar kamu bertakwa.” (QS. Al An’am [6]: 153).

[10] Memberikan Alasan dan Argumen (Reasoning and Argumentation)

Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah Saw bersabda, “Jika seekor lalat masuk ke dalam tempat air milik salah seorang dari kalian, maka tenggelamkanlah seluruh tubuh lalat tersebut, kemudian keluarkanlah ia dari tempat air tersebut. Karena sesungguhnya pada salah satu sayap lalat tersebut ada penyakit dan pada sayap yang satunya lagi terdapat penawarnya.” (Shahih al Bukhari, no. 3320).

Pada hadits ini, Rasulullah Saw menjelaskan hikmah di balik perintah menenggelamkan seluruh tubuh lalt ke dalam air ketika ia jatuh ke dalam tempat air atau minuman. Beliau menjelaskan bahwa pada salah satu sayap lalat tersebut terdapat penyakit dan pada bagian yang lain terdapat penawarnya. Jika hadits ini tidak disertai alas an perintah tersebut, maka akan membingungkan orang. Akan tetapi, karena alasannya diperjelas, kita menjadi tahu sebab dari perintah menenggelamkan lalu mengeluarkan lalat tersebut.

[11] Refleksi Diri (Self Reflection)

Memberikan kesempatan kepada murid untuk menjawab sendiri suatu pertanyaan merupakan metode yang sangat bermanfaat dalam mengoptimalkan kerja otak dan mengasah akal pikiran.

Dari Abu Dzar, bahwa ada beberapa sahabat bertanya kepada Rasulullah Saw, “Wahai Rasulullah, orang-orang kaya bisa mendapatkan pahala yang lebih banyak, mereka bisa shalat sebagaimana kami shalat, mereka bisa berpuasa sebagaimana kami berpuasa dan mereka bisa bersedekah dengan harta lebih yang dimilikinya?” Rasulullah Saw menjawab, “Bukanlah Allah telah menjadikan setiap yang kamu lakukan sebagai sedekah: pada setiap tasbih ada sedekah, pada setiap takbir ada sedekah, pada setiap tahmid ada sedekah, pada setiap tahlil (membaca kalimat la ilaha illallah) ada sedekah, pada amar ma’ruf ada sedekah, pada nahi munkar ada sedekah, dan pada setiap sendi tubuh kalian ada sedekah.”

Kemudian mereka bertanya lagi, “Wahai Rasulullah Saw apakah apabila kami menyalurkan syahwat kami ada pahala?” Rasulullah menjawab, “Apabila kalian menyalurkannya pada hal yang haram apakah berdosa?” Begitu pula apabila kalian menyalurkannya pada yang halal, bukanlah kalian mendapatkan pahala?” (Shahih Muslim, no. 2329). Pertanyaan yang disampaikan Rasulullah Saw ini memancing sahabat untuk berpikir dan melakukan self reflection.

[12] Afirmasi dan Pengulangan (Affirmation and Repetition)

[a] Pengulangan Kalimat

Dari Anas bin Malik, terkadang Rasulullah jika mengucapkan sebuah kalimat, beliau akan mengulang sebanyak tiga kali hingga kalimat tersebut dapat dipahami. Jika beliau mendatangi suatu kaum, maka beliau akan menyampaikan salam sebanyak tiga kali.” (Shahih al Bukhari, no. 94). Untuk hal-hal tertentu dan ‘baru sekali’, penjelasan terkadang tidak cukup, sehingga informasi harus diulang beberapa kali. Contoh dari Rasulullah Saw sebanyak ‘tiga kali’ adalah satu kiasan yang bisa saja lebih atau kurang, tergantung situasi dan kondisi.

[b] Pengulangan Ucapan Nama

Dari Anas bin Malik bahwa, Rasulullah Saw dan Mu’adz bin Jabal bertemu dalam sebuah perjalanan. Beliau berkata, “Wahai Mu’adz bin Jabal!” Mu’adz menyahut, “Aku menyambut seruanmu wahai Rasulullah dan memohon kebahagiaan atasmu.” Beliau kembali berkata, “Wahai Mu’adz bin Jabal!” Mu’adz menyahut, “Aku menyambut seruanmu wahai Rasulullah dan memohon kebahagiaan atasmu.” Demikian sampai tiga kali.

Beliau lalu bersabda, “Tidaklah seseorang beraksi bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad utusan Allah, diucapkan dengan tulus dari hatinya, melainkan Allah akan mengharamkan dirinya dari api neraka.” Mu’adz berkata, “Wahai Rasulullah, bolehkah aku memberitahukan berita ini kepada orang-orang, agar mereka juga memperoleh kabar gembira ini?” Lalu Mu’adz pun memberitahukan kabar gembira ini sebelum ia wafat (Shahih al Bukhari, no. 6500 kitab al raqa’iq dan Shahih Muslim, no. 30 kitab al iman). Mengulang  panggilan nama bisa membuat orang yang dipanggil lebih siap untuk dapat menerima berita yang akan disampaikan.

[13] Facus and Point Basis

Metode ini akan lebih efektif jika dilakukan dengan cara from global to detail, yaitu menyampaikan gambaran besarnya dahulu kemudian menjelaskan rinciannya.

Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah Saw bersabda, “Tujuh golongan menusia yang akan mendapatkan naungan dari-Nya, yaitu seorang imam yang adil, seorang pemuda yang dewasa yang selalu beribadah kepada Rabbnya, seorang pria yang hatinya selalu terpaut pada masjid, dua orang yang saling mencintai karena Allah, mereka berkumpul dan berpisah karena Allah, seorang pria yang dibujuk oleh wanita yang memiliki kedudukan dan cantik, akan tetapi ia berani mengatakan, ‘Aku takut kepada Allah’, seseorang yang bersedekah dengan sembunyi-sembunyi hingga tangan kirinya sendiri tidak mengetahui apa yang disedekahi oleh tangan kanannya, dan terakhir seseorang yang berdzikir kepada Allah di tempat yang sunyi hingga mengeluarkan air mata.” (Shahih al Bukhari, no. 660 dan Shahih Muslim, no. 1031).

[14] Metode Tanya Jawab (Question and Answer Method)

Teknik bertanya adalah metode yang baik untuk menarik perhatian pendengar dan membuat pendengar siap terhadap apa yang akan disampaikan kepadanya. Pertanyaan terkadang bisa dilontarkan di awal pembicaraan dan di pertengahannya, tergantung kondisi.

Rasulullah Saw bersabda, “Tidaklah kalian ingin aku beritahukan dosa yang paling besar?” Kami berkata, “Ya, wahai Rasulullah.” Beliau bersabda, “Menyekutukan Allah dan durhaka kepada orang tua.” (Shahih al Bukhari, no. 2654 dan Shahih Muslim, no. 87). Kata “tidakkah” pada hadits tersebut adalah pertanyaan untuk mengingatkan dan menarik perhatian pendengar untuk menyimak apa yang dikatakan dan memahaminya dengan baik.

[15] Guessing with Question

Metode ini penting untuk memperkuat pemahaman dan memperbesar keingintahuan. Dari Ibnu Umar, bahwa Rasulullah Saw bersabda, “Sesungguhnya di antara pepohonan ada satu pohon yang daunnya tidak jatuh ke tanah (secara berguguran). Pohon itu bagaikan seorang muslim. Jelaskanlah kepadaku pohon apakah itu?” Orang-orang mengatakan pohon itu terdapat di daerah pedalaman. Abdullah berkata, “Dalam benakku terbetik pikiran bahwa pohon yang dimaksud adalah pohon kurma. Akan tetapi, aku malu menjawab.” Orang-orang berkata, “Beritahukanlah kepada, pohon apakah itu wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “Pohon Kurma.” (Shhih al Bukhari, no. 61).

[16] Memotivasi untuk Bertanya (Encouraging Student to Ask)

Bertanya dapat menghapuskan kebodohan serta memperbaiki pemahaman dan pemikiran. Guru yang memberikan kesempatan dan motivasi kepada murid-muridnya untuk berani mengajukan pertanyaan memiliki manfaat untuk mengukur tingkat pemahaman murid-muridnya, memberikan motivasi kepada murid yang pemalu agar berani mengajukan pertanyaan, dan agar murid-murid yang lain dapat mengambil manfaat ketika mendengar jawaban dari pertanyaan yang diajukan. Pada suatu hari Rasulullah Saw keluar dan naik ke atas mimbar. Kemudian beliau bersabda, “Bertanyalah kepadaku! Tidaklah kalian bertanya kepadaku, melainkan akan aku jelaskan jawabannya kepada kalian.” (Shahih al Bukhari, no. 540 bab Waqtu al Dhuhri ‘Indra al Zawal ).

[17] Bijak dalam Menjawab (Wisdom in Answering Question)

[a] Menyikapi Orang yang Mengajukan Pertanyaan Sesuai dengan Tingkat Pengetahuannya

Dalam hal ini Rasulullah Saw menjawab pertanyaan dengan menambah hukum lain atau hal lain yang terkait dengan pertanyaan di penanya. Dengan harapan, semua mendapat manfaat dari jawaban Rasulullah Saw.

Abu Hurairah berkata, “Seseorang pernah bertanya kepada Rasulullah Saw, ‘Wahai Rasulullah, kami sedang berlayar ke tengah lautan dan hanya membawa sedikit air tawar. Jika kami berwudhu dengan air itu, maka kami akan kehausan. Apakah kami boleh berwudhu dengan air laut?” Rasulullah Saw menjawab, “Air laut itu suci. Sedangkan bangkai binatang laut halal dimakan.” (HR. Ahmad, II: 361 dan HR. Tirmidzi, no. 69).

[b] Menyikapi Si Penanya dengan Sikap yang Bermanfaat

Terkadang jawaban atas pertanyaan si penanya tidak sesuai dengan pertanyaan tersebut. Akan tetapi, bisa jadi hal itu akan lebih bermanfaat bagi si penanya. Contohnya: Dari Abdullah bin Umar, seorang pria berkata, “Wahai Rasulullah, apa pakaian yang dipakai oleh orang yang sedang ihram?” Rasulullah Saw berkata, “Ia tidak memakai baju, serban, celana, topi, dan juga sepatu.” (Shahih al Bukari, no. 1541 dan Shahih Muslim, no. 1177).

[18] Mengomentari Pertanyaan (Commenting on Students Question)

Dari Abu Hurairah, bahwa seorang pria mendatangi Rasulullah Saw dan berkata, “Aku bermimpi.” Ia lalu menceritakan mimpinya itu. Kemudian Abu Bakar mencoba menafsirkannya. Beliau bersabda, “Sebagian yang engkau katakan benar, dan sebagian yang lain engkau katakan salah.” Abu Bakar kemudian berkata, “Aku bersumpah kepadamu wahai Rasulullah dan ayahku untuk memberitahukan kepadaku, kesalahan apa yang telah aku katakana?” Rasulullah Saw berkata, “Janganlah engkau bersumpah!” (Shahih al Bukhari, no. 7046 kitab al Ta’bir dan Shahih Muslim, no. 2269 kitab al Ru’ya ).

Memberikan komentar terhadap jawaban seorang murid dapat bermanfaat bagi si penjawab untuk memperbaiki jawabannya. Selain itu, juga bermanfaat bagi murid-murid yang lain untuk mengetahui apakah jawaban rekamnya itu diterima atau ditolak.

[19] Jujur (Honesty)

Ketika Allah bertanya kepada para rasul-Nya di Hari Kiamat pada firman-Nya berikut: “(Ingatlah), hari di waktu Allah mengumpulkan para rasul lalu Allah bertanya (kepada mereka), ‘Apa jawaban kaummu terhadap (seruan)mu?’ Para rasul menjawab, ‘tidak ada pengetahuan kami (tentang itu). Sesungguhnya Engkau-lah yang mengetahui perkara yang ghaib’.” (QS. Al Ma’idah [5]: 109).

Jawaban “Sesungguhnya Engkaulah yang mengetahui perkara yang ghaib” adalah suatu sungkapan dan contoh kejujuran yang harus dilakukan jika kita memang telah mengetahui suatu permasalahan dengan baik. Dengan demikian, seorang guru harus menanamkan sikap mulia berani mengakui ketidaktahuan ke dalam jiwa murid-muridnya. Ucapan “aku tidak tahu adalah bagian dari ilmu.”

Demikianlah pembahasan mengenai beberapa metode pengajaran Rasulullah Saw. Jika diamati sebenarnya sifat-sifat dan teknik tersebut saling berkelindan dengan metode dakwah, karena dakwah pada intinya juga pendidikan. Metode dakwah dan pengajaran boleh dikata hampir sama karena tujuannya juga relatif sama yaitu menyampaikan sesuatu kepada peserta didik atau orang yang didakwahi. Dengan kata lain, prosesnya adalah bagaimana pesan-pesan kebenaran dapat disampaikan kepada pihak lain.

 

Sumber: Imron Fauzi, Manajemen Pendidikan Ala Rasulullah, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media

Iklan
 
1 Komentar

Ditulis oleh imron fauzi pada 14 Maret 2016 in Pendidikan Rasulullah

 

TUNTUNAN RASULULLAH SAW TENTANG SIFAT-SIFAT GURU

09 Mar

Seorang pendidik hendaknya memiliki sifat-sifat tertentu sebagaimana diajarkan oleh Rasulullah Saw. Beliau juga seorang pendidik yang selalu mengajar umatnya dengan berbagai macam hal. Dalam mengajar, beliau memiliki sifat mulia sehingga maksud ajarannya dapat tersampaikan dan dapat diamalkan oleh murid-muridnya. Fu’ad Al Shalhub telah menjabarkan beberapa sifat Rasulullah Saw sebagai pengajar dalam pendidikan Islam, yaitu sebagai berikut.

 [1] Ikhlas

Seorang guru harus menanamkan sifat ikhlas kedalam jiwa murid-muridnya. Karena Allah lah semua sumber pengetahuan. Hanya untuk mencari ridha Allah ilmu dipergunakan. Dengan landasan ikhlas pintu makrifat akan terbuka karena Allah lah Tuhan yang Maha Mengetahui. Allah berfirman: “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat dan yang demikian itulah agama yang lurus.” (QS. Al Bayyinah [98]: 5).

Sifat ikhlas juga dianjurkan oleh Rasulullah Saw karena niat yang ikhlas menjadi penentu suatu perbuatan. Beliau bersabda: “Sesungguhnya hukum perbuatan-perbuatan itu tergantung pada niatnya. Sesunggahnya bagi setiap orang itu adalah apa yang diniatkan. Maka barang siapa (niat) hijrahnya kepada Allah dan rasul-Nya maka hijrahnya (benar-benar) kepada Allah dan rasul-Nya. Dan barang siapa hijrahnya untuk dunia yang dia ingin meraihnya, atau untuk wanita yang dia ingin menikahinya, maka (nilai) hijrahnya kepada apa yang dia berhijrah karenanya.” (Shahih al Bukhari, no. 1 dan Shahih Muslim, no. 1907)

Niat itu terletak dalam hati bukan pada gambaran luar suatu  perbuatan. Inilah yang menjadi esensi suatu perbuatan yang akan dinilai oleh Allah, karena Allah hanya menerima perbuatan yang diniatkan dengan ikhlas. Rasulullah Saw bersabda: “Sesungguhnya Allah tidak memandang kepada tubuh dan rupa kamu, akan tetapi Dia memandang kepada hati dan (amal-amal kamu).” (Shahih Muslim, no. 2564).

 [2] Jujur

Jujur adalah penyelamat bagi guru didunia dan akhirat. Bohong kepada murid akan menghalangi penerimaan dan menghilangkan kepercayaan. Bohong pengaruhnya sampai kepada masyarakat dan tidak terbatas pada orang yang melakukannya. Allah berfirman: “Ta’at dan mengucapkan perkataan yang baik (adalah lebih baik bagi mereka). Apabila telah tetap perintah perang (mereka tidak menyukainya), tetapi jikalau mereka benar (imannya) terhadap Allah, niscaya yang demikian itu lebih baik bagi mereka.” (QS. Muhammad [47]: 21).

Rasulullah Saw juga bersabda: “Sesungguhnya kebenaran itu menunjukkan kepada kebaikan dan kebaikan itu menunjukkan pada surga. Dan sesungguhnya seseorang itu berlaku jujur (benar) hingga ditulis disisi Allah sebagai orang yang shiddiq. Dan sesungguhnya dusta itu menunjukkan kepada kemaksiatan dan kemaksiatan menunjukkan kepada neraka. Dan sesungguhnya seseorang itu berbuat dusta hingga ditulis disisi Allah sebagai pendusta.” (Shahih al Bukhari, no. 6094 dan Shahih Muslim, no. 2607).

 [3] Walk the Talk

Allah berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman, kenapakah kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.” (QS. Al Shaff [61]: 2-3).

Adanya perbedaan ucapan dengan perilaku seorang guru hanya akan membuat seorang murid berada dalam kebingungan. Mereka tidak tahu siapa yang harus dicontoh dan apa arti sebuah keluhuran budi atau kemulyaan akhlak. Disamping itu seorang guru yang tidak mengamalkan apa yang disampaikan kepada muridnya hanya akan merendahkan martabat dirinya dihadapan orang yang seharusnya menghormatinya.

 [6] Adil dan Egaliter

Allah memerintahkan untuk bersikap adil dan mewajibkan hambanya untuk berlaku adil terhadap kerabat dekat ataupun jauh, juga terhadap musuh sekalipun. Mewujudkan sikap adil dan menyamakan hak setiap murid sangat penting karena sikap tersebut akan menebarkan rasa cinta dan kasih sayang diantara mereka. Allah berfirman: “Wahai orang-orang yang beriman, jadilah kamu orang yang benar-benar penegak keadilan, menjadi saksi karena Allah biarpun terhadap dirimu sendiri atau ibu bapa dan kaum kerabatmu. jika ia kaya ataupun miskin, maka Allah lebih tahu kemaslahatannya. Maka janganlah kamu mengikuti hawa nafsu karena ingin menyimpang dari kebenaran. dan jika kamu memutar balikkan (kata-kata) atau enggan menjadi saksi, Maka Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui segala apa yang kamu kerjakan.” (QS. An Nisa’ [4]: 135).

Rasulullah Saw bersabda: “Manusia yang paling dicintai Allah pada hari kiamat adalah pemimpin yang adil, dan manusia yang paling dibenci Allah dan mendapat siksa yang pedih pada hari kiamat adalah pemimpin yang zhalim.” (HR. Tirmidzi dalam Shahih Al Jami’, no. 1329)

Sikap adil harus diwujudkan ketika memberikan nilai dan peringkat kepada para murid. Tetap menjaga hubungan baik berupa kedekatan dan persahabatan terhadap murid tertentu, dengan berusaha menutupinya dari pendengaran dan penglihatan murid-murid yang lain.

 [7] Akhlak Mulia

Akhlak adalah sikap yang terpuji yang harus dimiliki oleh seorang guru. Kemidian ia memerintahkan kepada murid-muridnya untuk berakhlak baik. Ucapan yang baik, senyuman, dan raut muka yang berseri dapat menghilangkan jarak yang membatasi antara seoarang guru dengan muridnya. Sikap kasih dan sayang, serta kelapangan hati seorang pendidik akan dapat menangani kebodohan seorang murid. Allah berfirman: “Dan sesungguhnya kamu (Muhammad) benar-benar berbudi pekerti yang agung.” (QS. Al Qalam [68]: 4).

Rasulullah Saw juga bersabda: “Sesungguhnya Allah itu lembut dan menyukai kelembutan dalam segala sesuatu.” (Shahih Muslim, no. 2593).

 [8] Tawadhu

Dampak dari sifat tawadhu bukan hanya dirasakan oleh seorang guru, tetapi juga akan dirasakan oleh para murid. Sifat ini akan memberikan dampak positif bagi diri mereka. Sifat tawadhu dapat menghancurkan batas yang menghalangi antara seorang guru dengan muridnya.

Allah berfirman: “Dan janganlah kamu berjalan di muka bumi ini dengan sombong, karena sesungguhnya kamu sekali-kali tidak dapat menembus bumi dan sekali-kali kamu tidak akan sampai setinggi gunung. Semua itu kejahatannya amat dibenci di sisi Tuhanmu.” (QS. Al Isra’ [17]: 37-38).

“Dan rendahkanlah dirimu terhadap orang-orang yang mengikutimu, yaitu orang-orang yang beriman.” (QS. Asy Syu’ara [26]: 215).

Rasulullah Saw bersabda: “Sesungguhnya Allah telah mewahyukan kepadaku agar kalian bersikap tawadhu sehingga seseorang tidak bersikap sombong pada yang lainnya dan tidak menzhalimi satu sama lainnya.” (Shahih Muslim, no. 7210).

Sifat sombong dapat menyebabkan para murid menjauhi guru. Mereka juga akan menolak menerima ilmu darinya. Jika seorang murid dekat dengan gurunya, maka ia akan mampu menyerap ilmu dengan baik. sifat tawadhu-lah yang dapat mewujudkan kedekatan tersebut.

 [9] Berani

Sifat berani adalah tuntutan yang seharusnya dipenuhi oleh setiap guru. Mengakui kesalahan tidak akan mengurangi harga diri seseorang. Bahkan sikap seperti itu akan mengangkat derajatnya, sekaligus bukti keberanian yang dimilikinya. Berani bukan saja dalam mengungkapkan kebenaran atau menegur perilaku murid yang bermoral rendah atau berakhlak buruk, tetapi juga dalam mengakui kekurangan guru.

Rasulullah Saw bersabda, “Barang siapa terbunuh karena membela hartanya maka dia syahid. Barang siapa terbunuh karena membela dirinya maka dia syahid. Barang siapa terbunuh karena membela agamanya maka dia syahid. Barang siapa terbunuh karena membela keluarganya maka dia syahid.” (HR. Tirmidzi dalam Shahih Al Jami’, no. 1418).

Mengakui kesalahan maknanya adalah memperbaiki kesalahan. Lawannya adalah terus-menerus mengulangi kesalahan yang sama dan bersikeras terhadap kesalahan tersebut.

 [10] Jiwa Humor yang Sehat

Dampak positif yang ditimbulkan dari senda gurau adalah terciptanya suasana nyaman diruang kelas, halaqah, atau pertemuan tertentu. Humor yang sehat dapat menghilangkan rasa jenuh yang menghinggapi para murid, tetapi jelas dengan memperhatikan larangan untuk tidak berlebih-lebihan dalam bersenda gurau, agar pelajaran yang hendak dicapai tidak keluar dari yang dicita-citakan dan tidak menghilangkan faedah yang diharapkan. Berlebih-lebihan dalam bersenda gurau hanya menghilangkan kewibawaan dan kehormatan. Senda gurau hendaknya tidak dilakukan kecuali dalam hal kebenaran atau kejujuran, tidak menyakiti atau menghina murid.

Diceritakan, seorang laki-laki dating kepada Rasulullah Saw lalu berkata, “Ya Rasulallah, bawalah aku.” Kemudian Rasulullah Saw menjawab: “Aku akan membawamu di atas anak unta.” Lelaki itu bertanya (penuh heran), “Bagaimana aku akan dibawa oleh seekor anak unta?” Kemudian Nabi menjawab, “Bukankah unta itu dilahirkan dalam bentuk anak unta.” (HR. Tirmidzi dalam Shahih Al Jami’ no. 1991).

Dalam riwayat lain diceritakan, seorang nenek datang kepada Rasulullah Saw dan berkata, “Ya Rasulullah, berdoalah kepada Allah agar saya dimasukkan kedalam surge.” Rasulullah menjawab, “Wahai nenek sesungguhnya urga itu tidak akan dimasuki oleh orang-orang tua.” Hasan berkata, “nenek itu pergi sambil menangis.” Kemudian Rasulullah bersabda, “Beritahulah kepadanya bahwa dia tidak akan masuk surga dalam kondisi nenek-nenek.” (HR. Turmidzi dalam Jami’ al Ushul, 55).

Ketika itu juga disampaikan firman Allah yang berbunyi: “Sesungguhnya Kami menciptakan mereka (bidadari-bidadari) dengan langsung. Dan Kami jadikan mereka gadis-gadis perawan. Penuh cinta lagi sebaya umurnya.” (QS. Al Waqi’ah [56]: 35-37)

 [11] Sabar dan Menahan Marah

Kesabaran adalah alat yang paling baik bagi kesuksesan seorang guru. Amarah adalah perasaan dalam jiwa. Amarah menyebabkan hilangnya kontrol diri dan lemah dalam melihat kebenaran. Dampak amarah yang tidak terkontrol sangatlah menghinakan. Kekuatan seorang guru tersembunyi pada bagaimana ia mampu mengendalikan amarahnya ketika terjadi sesuatu yang membuatnya marah, dan bagaimana ia mampu menguasai akal sehatnya.

Dengan cara perlahan-lahan dan latihan yang panjang, maka seorang guru akan memperoleh kekuatan dan kemampuan mengontrol diri dan menanggulangi rasa amarah. Cara yang paling afdhal adalah dengan mengikuti penyembuhan secara rabbani dan nabawi yang dicontohkan Nabi Muhammad Saw sebagaimana sabda beliau: “Apabila diantara kalian sedang marah, jika ia sedang berdiri maka hendaknya duduk, dengan cara tersebut bisa menghilangkan kemarahan. Apabila masih marah, maka berbaringlah.” (HR. Ahmad: V, 152).

Rasulullah Saw juga bersabda: “Bukanlah orang yang hebat itu adalah orang yang hebat dalam pertempuran, tapi orang hebat itu adalah orang yang bisa menahan dirinya ketika sedang marah.” (Shahih al Bukhari, no. 6114 dan Shahih Muslim, no. 2609).

Dalam riwayat lain Rasulullah Saw bersabda: “Barang siapa yang menjaga diri maka Allah akan menjaganya, dan barang siapa yang mencukupkan diri maka Allah akan mencukupkannya, dan barang siapa yang bersabar maka Allah menjadikan ia orang yang bersabar.” (Shahih al Bukhari, no. 1469).

 [12] Menjaga Lisan

Ejekan dan hinaan akan menyebabkan jatuhnya harkat dan derajat orang yang dihina. Hal ini akan menimbulkan adanya rasa permusuhan dan kemarahan. Sifat ini akan lebih menghinakan apabila dimiliki seorang guru. Rasulullah Saw bersabda, “Barang siapa beriman kepada Allah dan hari Akhir, maka berbicaralah yang baik atau diam.” (Shahih al Bukhari, no. 5672 dan Shahih Muslim, no. 47).

 [13] Sinergi dan Musyawarah

Bermusyawarah dapat membantu seorang guru dalam menghadapi suatu permasalahan atau perkara sulit yang dihadapinya. Meminta pendapat orang lain tidak menunjukkan rendahnya tingkat martabat dan keilmuan seseorang, bahkan sikap tersebut merupakan pertanda tingginya tingkat kecerdasan dan kebijaksanaan seseorang. Allah berfirman: “Maka disebabkan rahmat dari Allah-lah kamu berlaku lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kamu bersikap keras lagi berhati kasar, tentulah mereka menjauhkan diri dari sekelilingmu. karena itu ma’afkanlah mereka, mohonkanlah ampun bagi mereka, dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad, maka bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal kepada-Nya.” (QS. Ali Imran (3): 159).

Lebih dari itu, bermusyawarah dapat mendekatkan seseorang kepada kebenaran. Sedangkan meninggalkannya hanya akan menjauhkan diri dari kebenaran. Abu Hurairah berkata, “Aku tidak melihat seorang pun yang paling banyak bermusyawarah, kecuali Rasulullah Saw.” (HR. Tirmidzi, no. 1714).

 

Sumber:

Imron Fauzi, Manajemen Pendidikan Ala Rasulullah, Yogyakarta: Ar-Ruzz Media, 2012

 

 
Tinggalkan komentar

Ditulis oleh imron fauzi pada 9 Maret 2016 in Pendidikan Rasulullah

 

10 NASEHAT RASULULLAH KEPADA PUTRINYA

07 Sep

Dari Abu musa Al-Asy’ari: Rasusullah Bersabda: “Siapa saja laki laki yang mempunyai anak perempuan, lalu memberinya pendidikan dengan sebaik baiknya, mengajarinya berperilaku terpuji dengan sebaik baiknya, lalu menikahkannya, ia memperoleh dua pahala.”

FATIMAH AZ-ZAHRA, putri Rasulullah ini begitu menghayati pesan ayahandanya, sehingga ia menjadi wanita agung dan pribadinya amat mempesona. Kenapa Fatimah Az-Zahra begitu agung pribadinya dan indah hatinya? Betapa tidak?

Ada dua bibit baik yang berkumpul dalam diri Fatimah Az-Zahra, dari Khadijah dan Rasulullah sendiri. Dipercantik oleh wasiat dan nasihat yang senantiasa dituturkan oleh Rasulullah kepada Fatimah. Ia lakukan, sehingga berbuah peranggai yang mulia dan menyejukan. Ada sepuluh nasihat Rasulullah bagi putrinya. Bagi kaum wanita layak memaknainya hingga menghayati nasihat ini:

[1] Ya Fatimah, kepada wanita yang membuat tepung untuk suami dan anak-anaknya, Allah pasti akan menetapkan kebikan baginya dari setiap biji gandum melebur kejelekan, dan meningkatkan derajad wanita itu.

[2] Ya Fatimah, kepada wanita yang berkeringat ketika menumbuk tepung untuk suami dan anak-anaknya, niscanya Allah menjadikan dirinya dengan nereka tujuh buah tabir pemisah.

[3] Ya Fatimah, tidaklah seseorang yang meminyaki rambut anak-anaknya lalu menyisirkanya dan mencuci pakiannya, melainkan Allah akan menetapakan pahala baginya seperi pahala memberi makan seribu orang kelaparan dan memberi pakaian seribu orang telanjang.

[4] Ya Fatimah, tiadalah wanita yang menahan kebutuhan tetangganya, melainkan Allah akan menahanya dari minum telaga kausar pada hari kiamat nanti.

[5] Ya Fatimah, yang lebih utama dari seluruh keutaman diatas adalah keridhoan suami terhadap istri, andaikata suamimu tidak ridho kepadamu, maka aku tidak akan mendoakan mu. Ketahuilah wahai Fatimah, kemarahan suami adalah kemurkaan Allah.

[6] Ya Fatimah, apabila wanita mengandung, maka malaikat memohonkan ampunan baginya, dan Allah menetapkan baginya setiap hari seribu kebaikan serta melebur seribu kejelekan, ketika wanita terasa sakit akan melahirkan, Allah menetapkan pahala baginya sama dengan pahala pejuang di jalan Allah. Jika dia sudah melahirkan kandungannya, maka bersihlah dosa-dosanya seperti ketika dia dilahirkan dari kandungan ibunya, Bila dia meninggal ketika melahirkan, maka dia tidak akan membawa dosa sedikitpun. Di dalam kubur akan mendapat pertamanan indah yang merupakan bagian dari taman surge. Dan Allah memberi pahala kepadanya sama dengan pahala seribu orang yang melaksanakan ibadah haji dan umroh, dan seribu malaikat memohonkan ampunan baginya hingga hari kiamat.

[7] Ya Fatimah, tiadalah wanita yang melayani suaminya sehari semalam dengan rasa senang serta ikhlas, melainkan Allah mengampuni dosa-dosanya serta memakaikan pakaian yang serba hijau, dan menetapkan baginya setiap rambut pada tubuhnya seribu kebaikan. Dan Allah memberikan kepadanya pahala seratus kali ibadah haji dan umroh.

[8] Ya Fatimah, tiadalah wanita tersenyum di hadapan suaminya, melainkan Allah memandangnya dengan pandangan penuh kasih.

[9] Ya Fatimah, tidalah wanita yang membentangkan alas tidur untuk suaminya dengan rasa senang hati , melainkan para malaikat yang memanggil dari langit menyeru wanita itu agar menyaksikan pahala amalnya, dan Allah mengampuni dosa-dosanya yang terdahulu dan yang akan dating.

[10] Ya Fatimah, tiadalah wanita yang meminyaki kepala suaminya dan menyisirkannya, meminyaki jenggotnya dan memotong kumisnya, serta memotong kukunya, melainkan Allah memberi minum yang dikemas indah kepadanya yang didatangkan dari sungai sungai sorga. Allah mempermudah sakaratul mautnya, serta kuburnyan menjadi bagian taman surge. Dan Allah menetapkan baginya bebas dari siksa neraka serta dapat melintasi shirathal-mustaqim dengan selamat…

Semoga bermanfaat bagi semua…

-8.173776 113.695232
 
Tinggalkan komentar

Ditulis oleh imron fauzi pada 7 September 2013 in Pendidikan Rasulullah

 

NABI MUHAMMAD SAW MENURUT MICHAEL H. HART

15 Mar

Jatuhnya pilihan saya kepada Nabi Muhammad dalam urutan pertama daftar Seratus Tokoh yang berpengaruh di dunia mungkin mengejutkan sementara pembaca dan mungkin jadi tanda tanya sebagian yang lain. Tapi saya berpegang pada keyakinan saya, dialah Nabi Muhammad satu-satunya manusia dalam sejarah yang berhasil meraih sukses-sukses luar biasa baik ditilik dari ukuran agama maupun ruang lingkup duniawi.

Berasal-usul dari keluarga sederhana, Muhammad menegakkan dan menyebarkan salah satu dari agama terbesar di dunia, Agama Islam. Dan pada saat yang bersamaan tampil sebagai seorang pemimpin tangguh, tulen, dan efektif. Kini tiga belas abad sesudah wafatnya, pengaruhnya masih tetap kuat dan mendalam serta berakar.

Sebagian besar dari orang-orang yang tercantum di dalam buku ini merupakan makhluk beruntung karena lahir dan dibesarkan di pusat-pusat peradaban manusia, berkultur tinggi dan tempat perputaran politik bangsa-bangsa. Muhammad lahir pada tahun 570 M, di kota Mekkah, di bagian agak selatan Jazirah Arabia, suatu tempat yang waktu itu merupakan daerah yang paling terbelakang di dunia, jauh dari pusat perdagangan, seni maupun ilmu pengetahuan. Menjadi yatim-piatu di umur enam tahun, dibesarkan dalam situasi sekitar yang sederhana dan rendah hati. Sumber-sumber Islam menyebutkan bahwa Muhamnmad seorang buta huruf. Keadaan ekonominya baru mulai membaik di umur dua puluh lima tahun tatkala dia kawin dengan seorang janda berada. Bagaimanapun, sampai mendekati umur empat puluh tahun nyaris tak tampak petunjuk keluarbiasaannya sebagai manusia.

Umumnya, bangsa Arab saat itu tak memeluk agama tertentu kecuali penyembah berhala Di kota Mekkah ada sejumlah kecil pemeluk-pemeluk Agama Yahudi dan Nasrani, dan besar kemungkinan dari merekalah Muhammad untuk pertama kali mendengar perihal adanya satu Tuhan Yang Mahakuasa, yang mengatur seantero alam. Tatkala dia berusia empatpuluh tahun, Muhammad yakin bahwa Tuhan Yang Maha Esa ini menyampaikan sesuatu kepadanya dan memilihnya untuk jadi penyebar kepercayaan yang benar.

Selama tiga tahun Muhammad hanya menyebar agama terbatas pada kawan-kawan dekat dan kerabatnya. Baru tatkala memasuki tahun 613 dia mulai tampil di depan publik. Begitu dia sedikit demi sedikit punya pengikut, penguasa Mekkah memandangnya sebagai orang berbahaya, pembikin onar. Di tahun 622, cemas terhadap keselamatannya, Muhammad hijrah ke Madinah, kota di utara Mekkah berjarak 200 mil. Di kota itu dia ditawari posisi kekuasaan politik yang cukup meyakinkan.

Peristiwa hijrah ini merupakan titik balik penting bagi kehidupan Nabi. Di Mekkah dia susah memperoleh sejumlah kecil pengikut, dan di Medinah pengikutnya makin bertambah sehingga dalam tempo cepat dia dapat memperoleh pengaruh yang menjadikannya seorang pemegang kekuasaan yang sesungguhnya. Pada tahun-tahun berikutnya sementara pengikut Muhammad bertumbuhan bagai jamur, serentetan pertempuran pecah antara Mektah dan Madinah. Peperangan ini berakhir tahun 630 dengan kemenangan pada pihak Muhammad, kembali ke Mekkah selaku penakluk. Sisa dua setengah tahun dari hidupnya dia menyaksikan kemajuan luar-biasa dalam hal cepatnya suku-suku Arab memeluk Agama Islam. Dan tatkala Muhammad wafat tahun 632, dia sudah memastikan dirinya selaku penguasa efektif seantero Jazirah Arabia bagian selatan.

Suku Bedewi punya tradisi turun-temurun sebagai prajurit-prajurit yang tangguh dan berani. Tapi, jumlah mereka tidaklah banyak dan senantiasa tergoda perpecahan dan saling melabrak satu sama lain. Itu sebabnya mereka tidak bisa mengungguli tentara dari kerajaan-kerajaan yang mapan di daerah pertanian di belahan utara. Tapi, Muhammadlah orang pertama dalam sejarah, berkat dorongan kuat kepercayaan kepada keesaan Tuhan, pasukan Arab yang kecil itu sanggup melakukan serentetan penaklukan yang mencengangkan dalam sejarah manusia. Di sebelah timurlaut Arab berdiri Kekaisaran Persia Baru Sassanids yang luas. Di baratlaut Arabia berdiri Byzantine atau Kekaisaran Romawi Timur dengan Konstantinopel sebagai pusatnya.

Ditilik dari sudut jumlah dan ukuran, jelas Arab tidak bakal mampu menghadapinya. Namun, di medan pertempuran, pasukan Arab yang membara semangatnya dengan sapuan kilat dapat menaklukkan Mesopotamia, Siria, dan Palestina. Pada tahun 642 Mesir direbut dari genggaman Kekaisaran Byzantine, dan sementara itu balatentara Persia dihajar dalam pertempuran yang amat menentukan di Qadisiya tahun 637 dan di Nehavend tahun 642.

Tapi, penaklukan besar-besaran –di bawah pimpinan sahabat Nabi dan penggantinya Abu Bakr dan Umar ibn al-Khattab– itu tidak menunjukkan tanda-tanda stop sampai di situ. Pada tahun 711, pasukan Arab telah menyapu habis Afrika Utara hingga ke tepi Samudera Atlantik. Dari situ mereka membelok ke utara dan menyeberangi Selat Gibraltar dan melabrak kerajaan Visigothic di Spanyol.

Sepintas lalu orang mesti mengira pasukan Muslim akan membabat habis semua Nasrani Eropa. Tapi pada tahun 732, dalam pertempuran yang masyhur dan dahsyat di Tours, satu pasukan Muslimin yang telah maju ke pusat negeri Perancis pada akhirnya dipukul oleh orang-orang Frank. Biarpun begitu, hanya dalam tempo secuwil abad pertempuran, orang-orang Bedewi ini -dijiwai dengan ucapan-ucapan Nabi Muhammad- telah mendirikan sebuah empirium membentang dari perbatasan India hingga pasir putih tepi pantai Samudera Atlantik, sebuah empirium terbesar yang pernah dikenal sejarah manusia. Dan di mana pun penaklukan dilakukan oleh pasukan Muslim, selalu disusul dengan berbondong-bondongnya pemeluk masuk Agama Islam.

Ternyata, tidak semua penaklukan wilayah itu bersifat permanen. Orang-orang Persia, walaupun masih tetap penganut setia Agama Islam, merebut kembali kemerdekaannya dari tangan Arab. Dan di Spanyol, sesudah melalui peperangan tujuh abad lamanya akhirnya berhasil dikuasai kembali oleh orang-orang Nasrani. Sementara itu, Mesopotamia dan Mesir dua tempat kelahiran kebudayaan purba, tetap berada di tangan Arab seperti halnya seantero pantai utara Afrika. Agama Islam, tentu saja, menyebar terus dari satu abad ke abad lain, jauh melangkah dari daerah taklukan. Umumnya jutaan penganut Islam bertebaran di Afrika, Asia Tengah, lebih-lebih Pakistan dan India sebelah utara serta Indonesia. Di Indonesia, Agama Islam yang baru itu merupakan faktor pemersatu. Di anak benua India, nyaris kebalikannya: adanya agama baru itu menjadi sebab utama terjadinya perpecahan.

Apakah pengaruh Nabi Muhammad yang paling mendasar terhadap sejarah ummat manusia? Seperti halnya lain-lain agama juga, Islam punya pengaruh luar biasa besarnya terhadap para penganutnya. Itu sebabnya mengapa penyebar-penyebar agama besar di dunia semua dapat tempat dalam buku ini. Jika diukur dari jumlah, banyaknya pemeluk Agama Nasrani dua kali lipat besarnya dari pemeluk Agama Islam, dengan sendirinya timbul tanda tanya apa alasan menempatkan urutan Nabi Muhammad lebih tinggi dari Nabi Isa dalam daftar. Ada dua alasan pokok yang jadi pegangan saya. Pertama, Muhammad memainkan peranan jauh lebih penting dalam pengembangan Islam ketimbang peranan Nabi Isa terhadap Agama Nasrani. Biarpun Nabi Isa bertanggung jawab terhadap ajaran-ajaran pokok moral dan etika Kristen (sampai batas tertentu berbeda dengan Yudaisme), St. Paul merupakan tokoh penyebar utama teologi Kristen, tokoh penyebarnya, dan penulis bagian terbesar dari Perjanjian Lama.

Sebaliknya Muhammad bukan saja bertanggung jawab terhadap teologi Islam tapi sekaligus juga terhadap pokok-pokok etika dan moralnya. Tambahan pula dia “pencatat” Kitab Suci Al-Quran, kumpulan wahyu kepada Muhammad yang diyakininya berasal langsung dari Allah. Sebagian terbesar dari wahyu ini disalin dengan penuh kesungguhan selama Muhammad masih hidup dan kemudian dihimpun dalam bentuk yang tak tergoyangkan tak lama sesudah dia wafat. Al-Quran dengan demikian berkaitan erat dengan pandangan-pandangan Muhammad serta ajaran-ajarannya karena dia bersandar pada wahyu Tuhan. Sebaliknya, tak ada satu pun kumpulan yang begitu terperinci dari ajaran-ajaran Isa yang masih dapat dijumpai di masa sekarang. Karena Al-Quran bagi kaum Muslimin sedikit banyak sama pentingnya dengan Injil bagi kaum Nasrani, pengaruh Muhammad dengan perantaraan Al-Quran teramatlah besarnya. Kemungkinan pengaruh Muhammad dalam Islam lebih besar dari pengaruh Isa dan St. Paul dalam dunia Kristen digabung jadi satu. Diukur dari semata mata sudut agama, tampaknya pengaruh Muhammad setara dengan Isa dalam sejarah kemanusiaan.

Lebih jauh dari itu (berbeda dengan Isa) Muhammad bukan semata pemimpin agama tapi juga pemimpin duniawi. Fakta menunjukkan, selaku kekuatan pendorong terhadap gerak penaklukan yang dilakukan bangsa Arab, pengaruh kepemimpinan politiknya berada dalam posisi terdepan sepanjang waktu.

Dari pelbagai peristiwa sejarah, orang bisa saja berkata hal itu bisa terjadi tanpa kepemimpinan khusus dari seseorang yang mengepalai mereka. Misalnya, koloni-koloni di Amerika Selatan mungkin saja bisa membebaskan diri dari kolonialisme Spanyol walau Simon Bolivar tak pernah ada di dunia. Tapi, misal ini tidak berlaku pada gerak penaklukan yang dilakukan bangsa Arab. Tak ada kejadian serupa sebelum Muhammad dan tak ada alasan untuk menyangkal bahwa penaklukan bisa terjadi dan berhasil tanpa Muhammad. Satu-satunya kemiripan dalam hal penaklukan dalam sejarah manusia di abad ke-13 yang sebagian terpokok berkat pengaruh Jengis Khan. Penaklukan ini, walau lebih luas jangkauannya ketimbang apa yang dilakukan bangsa Arab, tidaklah bisa membuktikan kemapanan, dan kini satu-satunya daerah yang diduduki oleh bangsa Mongol hanyalah wilayah yang sama dengan sebelum masa Jengis Khan

Ini jelas menunjukkan beda besar dengan penaklukan yang dilakukan oleh bangsa Arab. Membentang dari Irak hingga Maroko, terbentang rantai bangsa Arab yang bersatu, bukan semata berkat anutan Agama Islam tapi juga dari jurusan bahasa Arabnya, sejarah dan kebudayaan. Posisi sentral Al-Quran di kalangan kaum Muslimin dan tertulisnya dalam bahasa Arab, besar kemungkinan merupakan sebab mengapa bahasa Arab tidak terpecah-pecah ke dalam dialek-dialek yang berantarakan. Jika tidak, boleh jadi sudah akan terjadi di abad ke l3. Perbedaan dan pembagian Arab ke dalam beberapa negara tentu terjadi -tentu saja- dan nyatanya memang begitu, tapi perpecahan yang bersifat sebagian-sebagian itu jangan lantas membuat kita alpa bahwa persatuan mereka masih berwujud. Tapi, baik Iran maupun Indonesia yang kedua-duanya negeri berpenduduk Muslimin dan keduanya penghasil minyak, tidak ikut bergabung dalam sikap embargo minyak pada musim dingin tahun 1973 – 1974. Sebaliknya bukanlah barang kebetulan jika semua negara Arab, semata-mata negara Arab, yang mengambil langkah embargo minyak.

Jadi, dapatlah kita saksikan, penaklukan yang dilakukan bangsa Arab di abad ke-7 terus memainkan peranan penting dalam sejarah ummat manusia hingga saat ini. Dari segi inilah saya menilai adanya kombinasi tak terbandingkan antara segi agama dan segi duniawi yang melekat pada pengaruh diri Muhammad sehingga saya menganggap Muhammad dalam arti pribadi adalah manusia yang paling berpengaruh dalam sejarah manusia.

Sumber:
Seratus Tokoh yang Paling Berpengaruh dalam Sejarah, karya Michael H. Hart, 1978

-8.173776 113.695232
 
Tinggalkan komentar

Ditulis oleh imron fauzi pada 15 Maret 2013 in Akhlak Mulia Rasulullah, Kecerdasan Rasulullah, Pendidikan Rasulullah

 

PEMBENTUKAN PRIBADI RASULULLAH SAW

07 Mar

Kesuksesan memimpin suatu organisasi atau masyarakat tidak dapat terjadi begitu saja tanpa memiliki kemampuan memimpin diri sendiri (self leadership). Kesuksesan seseorang tidak akan lengkap tanpa memiliki kompetensi ini. Keberhasilan kepemimpinan Rasulullah di bidang pendidikan tidak terlepas dari kemampuan beliau dalam memimpin diri sendiri.

Pembentukan pribadi Rasulullah Saw ini sebenarnya telah terangkum dalam ayat al Qur’an berikut: “Dan kelak Tuhanmu pasti memberikan karunia-Nya kepadamu, lalu (hati) kamu menjadi puas. Bukankah Dia mendapatimu sebagai seorang yatim, lalu Dia melindungimu? Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang bingung, lalu Dia memberikan petunjuk. Dan Dia mendapatimu sebagai seorang yang kekurangan, lalu Dia memberikan kecukupan.” (QS. Al Qur’an (93): 5-8).

Pembentukan pribadi (self leadership) Rasulullah Saw dimulai ketika beliau menjadi yatim atau ayahnya, Abdullah wafat. Kepergian Abdullah tersebut masih menyisakan satu kewajiban bagi Aminah, yaitu janin yang dikandungnya. Janin yang telah menjadi yatim sejak masih dalam kandungan. Yang tidak akan pernah merasakan kasih sayang dan limpahan cinta dari ayahnya. Inilah ‘bentuk kehilangan’ pertama yang dirasakan sang janin bahkan sebelum ia lahir. Kehidupan telah memberinya gelar yatim, dengan segala konsekuensinya.

Muhammad Said Ramadhan al Buthy memberikan alasan kuat mengapa Rasulullah harus ‘sendiri’ dalam fase pertama kehidupan beliau. Menurutnya, dengan hilangnya orang tua dan kakeknya sebagai tonggak penting pendidikan anak dalam kehidupan awal Rasulullah dimaksudkan agar para musuh Islam tidak bisa mengklaim bahwa ajaran Rasulullah berasal dan diajarkan oleh Abdul Muthalib atau Abdullah yang notabene adalah seorang hanif, namun banyak juga logika religius mereka yang menyimpang dari hakekat keislaman. Mereka yang hanif memang tidak menyembah berhala, karena percaya Tuhan yang dianut nenek moyang mereka, yaitu Tuhan yang menciptakan alam ini hanya satu semata.

Allah menghendaki agar Rasulullah Saw tumbuh yatim, dipelihara oleh inayah Allah semata, jauh dari tangan-tangan yang memanjakannya, dan harta yang akan membuatnya hidup dalam kemegahan. Sehingga jiwanya tidak cenderung pada kemewahan dan kedudukan. Mengingat Rasulullah Saw adalah cucu seorang pemimpin Quraisy, seorang pembesar yang tentu saja selalu hidup di tengah kemudahan rezeki dan urusan. Dicabutnya ‘lingkaran dalam’ menyebabkan para orientalis tidak bisa menuduh Rasulullah Saw bahwa kesucian nubuwwah-nya telah tercampur dengan kemegahan dunia atau mendakwahkan nubuwwah demi mencapai kemegahan dunia. Selain itu, calon pemimpin seharusnya memang membutuhkan ‘gemblengan alami’ guna memberi pengalaman sulit sebelum terjun sebagai pemimpin kelak.

Setelah itu, Aminah sang ibu menitipkannya untuk disusui oleh Halimah dan suku Sa’ad. Hal ini bertujuan agar beliau kecil mendapat pendidikan bahasa yang fasih dan terbebas dari ‘debu’ kota Mekkah. Tidak kurang dari lima tahun beliau tinggal bersama Halimah di perkampungan yang relatif bersih dari pengaruh jahat kota besar.

Menurut Halimah, pertumbuhan Muhammad Saw tidak seperti anak-anak lain. Sebelum mencapai sembilan bulan, beliau sudah dapat berbicara dengan baik dan jelas. Beliau menjauhi segala yang kotor, tidak suka menangis, kecuali apabila dibiarkan telanjang sampai dilihat orang. Beliau juga senang melihat bintang berkelap-kelip di langit.

Selama, keberadaan Nabi Muhammad Saw di pedalaman Bani Sa’ad terjadilah peristiwa ‘pembelahan dada’. Peristiwa pembelahan dada yang dialami oleh Rasulullah itu sebagai salah satu pertanda kenabian dan isyarat pemilihan Allah kepada beliau untuk suatu perkara yang besar dan mulia.

Tujuan peristiwa ini bukan untuk mencabut ‘kelenjar kejahatan’ di dalam jasad Rasulullah Saw. Hal ini karena jika kejahatan itu sumbernya terletak pada kelenjar yang ada di dalam jasad atau pada gumpalan yang ada pada salah satu bagiannya, niscaya orang jahat bisa menjadi baik bila melakukan operasi bedah. Akan tetapi, tampaknya tujuan peristiwa tersebut adalah sebagai pengumuman terhadap suatu perkara Rasulullah, persiapan untuk mendapatkan pemeliharaan (‘ishmah) dan wahyu semenjak kecilnya dengan sarana-sarana material. Ini terjadi agar manusia lebih mudah mengimani Rasulullah dan membenarkan risalahnya. Dengan demikian, peristiwa ini merupakan ‘operasi pembersihan spiritual’, tetapi melalui proses fisik empiric sebagai pengumuman ilahi kepada manusia.

Ketika usia Muhammad mencapai enam tahun, sang ibu Aminah meninggal dunia. Setelah itu, beliau dirawat oleh Ummu Aiman Barakah al Habsiyyah yang diwarisinya dari ayahanda. Ummu Aiman inilah yang membawa beliau ke Mekkah, kembali kepada kakeknya, Abdul Muthalib. Kemudian beliau diasuh oleh kakeknya ini sampai usia delapan tahun.

Tarbiyah (pendidikan) kepemimpinan Muhammad Saw telah dimulai sejak kanak-kanak terutama ketika beliau oleh kakeknya ini. Waktu itu, Abdul Muthalib sudah mendekati 80 tahun. Meskipun demikian, ia tetap turun tangan sendiri mengasuh Muhammad Saw. Perhatiannya terhadap Muhammad Saw sangat besar.

Ketika usia Muhammad delapan tahun, kakek beliau meninggal dunia. Muhammad pun tinggal bersama pamannya, Abu Thalib. Walaupun Abu Thalib ketua Suku Bani Hasyim, beliau ia hidup dengan sederhana. Bahkan, Muhammad Saw belajar hidup mandiri dengan mengembala kambing di padang pasir.

Salah satu faktor yang menyebabkan Rasulullah Saw lebih banyak merenung dan berpikir, ialah ketika menggembalakan kambing sejak dalam masa mudanya itu. Beliau menggembalakan kambing keluarganya dan kambing penduduk Mekkah. Pemikiran dan permenungan demikian membuat Rasulullah Saw jauh dari segala pemikiran nafsu manusia duniawi. Beliau berada lebih tinggi dari itu sehingga adanya hidup palsu yang sia-sia akan tampak jelas di hadapannya.

Sesungguhnya, sangatlah mudah bagi Allah mempersiapkan Nabi Muhammad Saw sejak awal kehidupannya, segala sarana kehidupan dan kemewahan yang dapat mencukupi sehingga tidak perlu lagi memeras keringat mengembalakan kambing. Akan tetapi, hikmah Ilahi menghendaki agar kita mengetahui bahwa harta manusia yang terbaik adalah harta yang diperoleh dari usaha sendiri dan imbalan ‘pelayanan’ yang diberikan kepada masyarakat dan saudaranya. Sebaliknya, harta yang terburuk ialah harta yang didapatkan seorang tanpa bersusah payah atau tanpa imbalan kemanfaatan yang diberikan kepada masyarakat.

Mengembala kambing tidak semudah yang dibayangkan orang. Jangan sekali pun memandang rendah pekerjaan ini. Kambing memiliki sifat berbau apek, kotor, dan tidak gampang mengikuti perintah sekalipun dipukul dengan keras. Oleh karena itu, seorang manajer atau pemimpin bisa mengambil pelajaran di balik pekerjaan mengembala kambing ini.

Menggembala kambing adalah suatu fase pendidikan kejiwaan yang harus dilalui oleh para Nabi, agar dapat menyampaikan ajarannya kepada seluruh manusia dengan santun. Dan ketika calon Nabi keluar menggembalakan kambingnya di padang rumput, ia berhadapan langsung dengan alam raya yang luas. Ia dengan leluasa dapat memperhatikan langit dan bintang, menyaksikan pergantian siang dan malam, merenungi gerak alam, kehidupan dan manusia. Dari proses perenungan ini terbentuklah aqidah di dalam dirinya. Secara prikis ia siap menerima risalah ilahiah. Dengan demikian, pekerjaan menggembalakan kambing adalah suatu fase pendidikan ideologi, disamping pendidikan psikologi bagi para Nabi sebelum menerima risalah ilahiah.

Selain itu, Muhammad Saw dikenal cenderung menyendiri dan sering terlihat merenung, meskipun tidak berarti suka mengisolasi diri dari pergaulan umum. Beliau dikenal sebagai pemuda yang jujur dan teguh memegang janji. Jika ada orang yang hendak menitipkan uang, maka yang dicari adalah Muhammad Saw. Beliau sering mengorbankan kepentingan sendiri hanya untuk menepati janji.

Sebelum bi’tsah (pengangkatan beliau oleh Allah sebagai nabi dan rasul), Rasulullah Saw pernah ikut serta dalam pembangunan Ka’bah dan pemugarannya. Beliau ikut serta mengusung batu di atas pundaknya. Nabi Saw memiliki pengaruh besar dalam menyelesaikan kemelut yang timbul akibat perselisihan antar kabilah tentang siapa yang berhak mendapatkan kehormatan meletakkan Hajar Aswad di tempatnya. Semua pihak tunduk kepada usulan yang diajukan Nabi Saw.

Suatu hari Rasulullah Saw juga pernah menjual beberapa ekor unta. Setelah terjual dan pembelinya pergi, beliau teringat bahwa ada diantara unta yang ia jual itu yang cacat. Beliau segera menyusul pembeli tersebut dan mengembalikan uangnya. Oleh karena itu, tidak mengherankan jika penulis sejarah mengatakan bahwa pemuda ini telah mendapat gelar al Amin, dari seluruh penduduk Mekkah.

Bukti lain adalah pada masa pra hijrah ke Madinah, setiap orang di Mekkah yang merasa khawatir terhadap barang miliknya yang berharga, mereka selalu menitipkannya kepada Rasulullah Saw. Hingga menjelang hijrah, beliau kemudian memerintahkan Ali bin Abu Thalib untuk menunda keberangkatan hingga selesai mengembalikan barang-barang titipan itu.

Hal ini merupakan bukti nyata bagi sikap kontradiktif yang diambil oleh kaum musyrik. Di satu sisi, mereka mendustakannya dan menganggapnya sebagai tukang sihir atau penipu, tetapi pada sisi yang lain mereka tidak menemukan orang yang lebih amanah dan jujur dari Nabi Saw. Ini menunjukkan bahwa keingkaran dan penolakan mereka bukan meragukan kejujuran Nabi Saw, melainkan karena kesombongan dan keangkuhan mereka terhadap kebenaran yang dibawanya, di samping karena takut kehilangan kepemimpinan dan kesewenang-wenangan mereka.

Oleh karena itu, kita harus mengembalikan keistimewaan Rasulullah Saw ini kepada persiapan Allah kepadanya untuk mengemban tugas risalah dan kenabian sebelum mengembalikannya kepada kecerdasan dan kejeniusan Rasulullah Saw yang telah menjadi fitrahnya. Hal ini karena asas pertama dalam pembentukan kepribadian Nabi Saw ialah bahwa beliau sebagai seorang rasul dan nabi. Setelah itu, menyusun keistimewaan Rasulullah Saw yang lain, seperti kecerdasan dan kejeniusan beliau.

Terlihat bahwa ketinggian kedudukan Rasulullah Saw di kalangan tokoh Quraisy dari berbagai tingkatan dan kelas. Di kalangan mereka, Rasulullah Saw dikenal sebagai al Amin dan sangat dicintai. Mereka tidak pernah meragukan kejujurannya apabila berbicara, ketinggian akhlaknya apabila bergaul, dan keikhlasannya apabila dimintai bantuan melakukan sesuatu. Peristiwa tersebut menunjukkan betapa besar kebijakan Rasulullah Saw dalam upaya mengatasi perselisihan hingga berakhir dengan kesepakatan bersama.

-8.173776 113.695232
 
1 Komentar

Ditulis oleh imron fauzi pada 7 Maret 2013 in Akhlak Mulia Rasulullah, Kecerdasan Rasulullah, Pendidikan Rasulullah

 

MENCARI SANG IDOLA

11 Jan

Budaya kita kini berubah, budaya Pop menjadi trend, apa yang sudah diidolakan, akan dipuja setinggi langit, fanatik pemujanya sampai pada tingkat histeris, tak ada arus yang dapat menghentikannya, semuanya terlanda arus deras ini, para ABG tak dianggap gaul jika tidak mengikuti trend ini, walau disisi lain, budaya ini, punya sisi lemahnya, hari ini menjadi idola, besok hilang. Begitu pendek jangka waktunya, sekali lagi, inilah budaya pop.

Pertanyaannya, mengapa budaya pop dapat subur? Inilah kesalahan kita secara berjamaah, kita tidak pernah memberikan Idola alternatif pada anak-anak kita. Idola pada dasarnya bukan dilihat pada berapa besar ilmu yang dimiliki, berapa banyak materi yang kita miliki, tetapi idola akan lahir dari apa yang telah kerjakan, apa yang telah kita contohkan, apa yang telah kita sumbangkan untuk peradaban manusia.

Disinilah masalahnya mulai muncul. Kita telah kehilangan tauladan, korupsi sudah mewabah sebagai kanker ganas, dia merambah pada semua sisi kehidupan serta strata tingkat sosial masyarakat, mulai tingkat RT sampai Pejabat tinggi Negara. Budaya malu telah hilang, korupsi waktu bukan lagi sesuatu yang memalukan, jam karet sudah menjadi tradisi, semuanya menjadi mulur, disiplin sudah jadi barang langka. Pengingkaran terhadap janji yang diucapkan bukan merupakan kejahatan dan bukan bagian dari sebuah hutang yang harus dibayar, berapa banyaknya pejabat yang ketika kampanye memberikan janji-janji muluk, yang ketika telah duduk pada jabatannya segera melupakan janji-janjinya ketika kampanye.

Jadi, sangat logis jika ABG mencari idola alternatif, semua itu hanya akibat, sebabnya, karena idola yang sebenarnya sudah tidak ada, kalau semua idola tidak ada, lalu siapa yang patut diidolakan? Jawabnya, Allah sendiri yang menjawab pertanyaan tersebut, “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat, dan dia banyak menyebut Allah.” (Q.S. Al-Ahzab [33]: 21).

Maka, mulai sekarang marilah kita refleksi diri kembali. Untuk mengalihkan idola umat manusia pada idola yang benar, caranya, kita kenalkan pada anak-anak kita sejak kecil, lalu kita juga mengikuti perilaku hidup beliau dalam kehidupan sehari-hari kita, sehingga kita patut dijadikan idola antara sebelum ABG kita menemukan idola yang sebenarnya…

-8.173776 113.695232
 
Tinggalkan komentar

Ditulis oleh imron fauzi pada 11 Januari 2013 in Inspirasi Cinta Rasulullah, Kecerdasan Rasulullah, Lain-lain, Pendidikan Rasulullah

 

MASJID; LEMBAGA PENDIDIKAN ISLAM (Telaah Atas Fungsi-fungsi Masjid Pada Periode Klasik)

10 Okt

ABSTRAK

Periode klasik merupakan masa gemilang (the golden age) bagi umat Islam. Pada masa tersebut umat Islam berhasil dalam berbagai aspek kehidupan. Agama Islam memberikan motivasi yang sangat jelas agar pemeluknya berkarya untuk mencapai kemajuan dan kejayaan. Kemajuan dan kejayaan tersebut tidak mungkin bisa tercapai tanpa ilmu pengetahuan. Sedangkan ilmu pengetahuan tidak mungkin bisa diperoleh tanpa proses pendidikan.

Proses pendidikan pada masa klasik berlangsung secara informal, yakni dilangsungkan dirumah-rumah. Pada awal Islam, proses pembelajaran dilaksanakan di rumah Arqam bin Abi al Arqam. Setelah Rasulullah hijrah ke kota Madinah, maka proses pendidikan lebih difokuskan di masjid. Masjid pada periode klasik memiliki multi fungsi, salah satunya menjadi pusat pendidikan Islam.

Kata Kunci: Masjid, Lembaga Pendidikan Islam dan Fungsi-fungsinya.

Pendahuluan

Menurut catatan sejarah, ketika Islam baru lahir di kota Mekkah, keadaan masyarakat Arab masih banyak sekali yang buta huruf. Bilangan yang mampu menulis dan membaca masih terlalu sedikit yakni sekitar 17 orang. Melihat kondisi masyarakat Arab tersebut, Islam memberikan dorongan yang sangat urgen untuk mengadakan reformasi. Reformasi yang dimaksudkan adalah perubahan sistem Jahiliyah kepada masyarakat Islam yang beradab. Masyarakat Arab mempunyai peradaban dan kebudayaan yang sangat tinggi setelah mereka mengambil Islam sebagai way of life dalam sistem kehidupan mereka. Dengan demikian, mereka memperoleh kejayaan dan kemajuan dalam seluruh aspek kehidupan mereka. Proses terjadinya reformasi yang menyebabkan kemajuan tersebut tidak pernah lepas dari usaha keras dan kuat, pantang menyerah dan selalu berorientasi ke depan. Salah satu usaha tersebut adalah berlangsungnya proses pendidikan yang sangat baik.

Sebenarnya, pada awalnya proses pendidikan Islam masa Islam klasik berlangsung secara informal. Maksudnya adalah proses pendidikan berlangsung di rumah-rumah. Rasulullah menjadikan rumah sahabat Arqam bin Abi al Arqam sebagai sebagai proses pembelajaran sekaligus tempat pertemuan dengan para sahabatnya. Di rumah inilah Rasulullah menyampaikan dan menanamkan dasar-dasar agama dan mengajarkan al Qur’an kepada mereka.[1]

Ketika Rasulullah di Madinah, lembaga pendidikan informal (rumah) tetap berlangsung, tetapi pada masa ini lahir lembaga pendidikan baru yaitu masjid.[2] Sebab, setelah tidak lama Rasulullah berada di kota Madinah, maka yang pertama dibangun oleh beliau adalah masjid. Dan telah tercatat dalam sejarah, masjid pada kala itu tidak saja berfungsi sebagai tempat untuk beribadah semata. Tetapi lebih dari itu, ia memiliki banyak fungsi salah satunya sebagai tempat berlangsungnya pembelajaran dalam mentransmisi ilmu pengetahuan Islam.

Sebagai pusat pendidikan di masjid diadakan tempat belajar (halaqah ta’lim) dan sebagai pusat kebudayaan masjid merupakan markas kegiatan sosial, politik, budaya dan agama.[3] Dengan demikian, masjid berfungsi untuk membina peradaban dan kebudayaan, tempat ibadah dan tempat pengendalian urusan pemerintahan dan kenegaraan.[4]

Dari uraian di atas, sangat jelas gambaran betapa besar fungsi masjid dalam mengembangkan peradaban dan kebudayaan Islam. Karena itulah penulis tertarik untuk meneliti salah satu sudut kecil dari fungsi masjid yakni penulis hanya memfokuskan dari sisi fungsi masjid dan pendidikan Islam.

Metode Penelitian

Penelitian ini pada dasarnya untuk mengetahui masjid sebagai lembaga pendidikan Islam, fungsi dan sistem berlangsungnya proses pendidikan yang dilakukan di masjid. Karena penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan murni (libraby research), maka sumber datanya adalah buku-buku yang berkaitan dengan sejarah pendidikan Islam. Untuk menganalisa data, penulis menggunakan metode analisis kritis historis yang berdasarkan pada kerangka kerja historiografi Islam.

Masjid sebagai Lembaga Pendidikan Islam

Sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Bukhari dari Jabir bin Abdulullah, bahwa Rasulullah bersabda,

وجعلت لى الارض مسجدا وطهورا

“Telah dijadikan bumi ini masjid dan suci baginya”[5]

Dalam kamus Arab-Indonesia, masjid berasal dari kata “sajada” yang berarti membungkuk dan hikmat.[6] Menurut Sidi Ghazalba masjid adalah tempat untuk bersujud. Sujud adalah pengakuan ibadah lahir dan batin. Sujud dalam pengertian lahir bersifat gerak jasmani, sujud dalam pengertian batin berarti pengabdian.[7]

Pada masa awal Islam, prose pembelajaran dilaksanakan secara informal, yaitu berlangsung di rumah al Arqam bin Abi al Arqam atau biasa disebut dengan Dar al Arqam[8] di Mekkah, tepatnya di atas bukit Shafa.[9] Rasulullah menggunakan Dar al Arqam tersebut sebagai tempat pertemuan dan pengajaran dengan para sahabat. Bilangan kaum Muslim yang hadir pada masa awal Islam ini masih sangat kecil, tetapi makin bertambah sehingga menjadi 38 orang yang terdiri dari golongan bangsawan Quraisy, pedagang dan hamba sahaya.[10]

Setelah Rasulullah hijrah ke kota Madinah, maka proses pendidikan lebih difokuskan di masjid. Pertama yang dilakukan Rasulullah setiba di Madinah adalah membangun masjid. Fungsi masjid tersebut selain tempat ibadah, juga sebagai tempat penyebaran dakwah, ilmu Islam, penyelesaian masalah individu dan masyarakat, menerima duta-duta asing, pertemuan pemimpin-pemimpin Islam, bersidang, dan madrasah bagi orang-orang yang ingin menuntut ilmu khususnya tentang ajaran Islam.[11] Rasulullah benar-benar mengoptimalkan fungsional masjid dalam membangun masyarakat Madinah menuju peradaban yang tidak didapati semisalnya hingga kini.

Dari pengertian di atas, masjid bukan saja dijadikan sebagai tempat ibadah berupa shalat semata, lebih dari itu masjid berfungsi untuk mengabdikan diri kepada Allah. Masjid sebagai tempat pengabdian kepada Allah termasuk di dalamnya sebagai tempat pengembangan ilmu pengetahuan dan kebudayaan. Karena sangat urgennya fungsi masjid ketika Rasulullah berhijrah dari kota Mekkah ke Madinah ketika sampai di Quba’ pada tahun 622 M beliau membangun masjid. Untuk merealisasikan program tersebut Rasulullah dan para sahabat bekerja bakti membangunnya. Akhirnya berdirilah sebuah bangunan masjid di Quba’, dan inilah masjid Islam pertama dalam Islam.[12] Saat dibangun masjid ini berlantaikan tanah, dan beratap pelepah kurma. Dari masjid yang kecil inilah selanjutnya Rasulullah membangun peradaban Islam yang besar. Perkembangan pesat kota Madinah sendiri bermula dari pembangunan Masjid.

Selama Rasulullah di Madinah seringkali beliau mengunjungi masjid Quba’ ini, begitu juga dengan para sahabat. Kunjungan Rasulullah dan para sahabat ke tempat tersebut bukan semata untuk mendirikan shalat di sana, tetapi lebih dari itu semua adalah untuk menjalankan proses pendidikan dan pengajaran kepada penduduk muslim di desa tersebut.

Di dalam masjid ini, Rasulullah mengajar dan memberi khutbah dalam bentuk halaqah, di mana para sahabat duduk mengelilingi beliau untuk mendengar dan melakukan tanya-jawab berkaitan urusan agama dan kehidupan sehari-hari.[13]

Ketika Rasulullah telah tiba di kota Madinah setelah beberapa hari tinggal di desa, maka program pertama dalam pembangunan adalah mendirikan masjid. Rasulullah sendiri turut bekerja dengan giatnya beserta dengan para sahabat. Ia juga ikut mengankat batu dan pohon kurma. Dengan semangat gotong-royong yang luar biasa dalam waktu singkat berdirilah masjid yang dinamakan dengan masjid Nabawi.

Kedua masjid tersebut dibangun atas dasar taqwa, Allah berfirman:

“Janganlah kamu bersembahyang dalam mesjid itu selama-lamanya. Sesungguhnya masjid yang didirikan atas dasar taqwa (masjid Quba’), sejak hari pertama adalah lebih patut kamu shalat di dalamnya. Di dalamnya mesjid itu ada orang-orang yang ingin membersihkan diri. Dan sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bersih.”[14]

Di Madinah ketika itu selain masjid Nabawi juga tercatat sembilan masjid yang lain, dan dapat dimungkinkan juga kesembilan masjid itu difungsikan sebagai madrasah,[15] dalam artian tempat belajar. Di antara masjid yang dijadikan pusat penyebaran ilmu dan pengetahuan ialah Masjid Nabawi, Masjidil Haram, Masjid Kufah, Masjid Basrah dan masih banyak lagi.

Sistem pendidikan yang diterapkan adalah sebagaimana yang diterapkan oleh Rasulullah, yaitu berupa halaqah–halaqah.[16] Sistem ini selain menyentuh dimensi intelektual peserta didik juga menyentuh dimensi emosional dan spiritual mereka. Metode diskusi dan dialog kebanyakan dipakai dalam berbagai halaqah.

Dalam halaqah ini, murid yang lebih tinggi pengetahuannya duduk di dekat guru. Murid yang level pengetahuannya lebih rendah dengan sendirinya akan duduk lebih jauh, serta berjuang dengan keras agar dapat mengubah posisinya  dalam halaqah-nya, sebab dengan sendirinya posisi dalam halaqah menjadi sangat singnifikan. Meskipun tidak ada batasan resmi, sebuah halaqah biasanya terdiri dari sekitar 20 orang siswa.[17]

Dikte (imla’) biasanya memainkan peranan pentingnya, tergantung kepada kajian dan topik bahasan. Uraian materi disesuaikan dengan kemampuan peserta halaqah. Menjelang akhir sesi, diadakan evaluasi untuk mengetahui sejauh mana penyerapan materi beserta pemahamannya terhadap peserta didik. Terkadang pengajar menyempatkan diri untuk memeriksa catatan peserta didik, mengoreksi dan menambah seperlunya. Seorang peserta didik juga bisa masuk dari satu halaqah ke halaqah lainnya sesuai orientasi dan materi belajar yang ia ingin capai.[18]

Rasulullah pun melakukan evalusi pengajaran, dengan cara mengevaluasi hafalan para shahabat, menyuruh para shahabat membacakan al Qur’an dihadapannya dan membetulkan hafalan dan bacaan yang keliru, dan setiap utusan yang akan dikirim oleh Rasulullah dicek dulu kemampuannya. Misalnya ketika akan mengutus Mu’adz bin Jabal ke Yaman sebagai qadli, Rasulullah menanyakan bagaimana ia memutuskan suatu perkara yang muncul ditengah-tengah umat. Mu’adz menjawab, bahwa ia akan memutuskan dengal al Qur’an, as Sunnah, dan jika tidak didapati di keduanya ia akan berijtihad. Maka Rasulullah pun tersenyum tanya menyetujui dan percaya akan kompetensi Mu’adz sebagai qadli di Yaman.[19]

Tidaklah heran jika masjid merupakan asas utama yang terpenting bagi pembentukan masyarakat Islam karena masyarakat muslim tidak akan terbentuk secara kokoh dan rapi kecuali dengan adanya komitmen terhadap sistem, akidah, dan tatanan Islam. Hal ini tidak akan dapat ditumbuhkan kecuali melalui semangat masjid. Di antara sistem dan prinsip ialah tersebarnya ikatan ukhuwwah dan mahabbah sesama kaum muslim, semangat persamaan dan keadilan sesama muslim, dan terpadunya beragam latar belakang kaum muslim dalam suatu kesatuan yang kokoh.[20]

Di sebelah selatan masjid terdapat satu ruangan yang disebut al suffah, yakni tempat tinggal para sahabat miskin yang tidak memiliki rumah. Mereka yang tinggal di al suffah ini disebut ahl al suffah.[21] Mereka adalah para penuntut ilmu. Di tempat inilah dilangsungkan proses pendidikan kepada mereka dan para sahabat lain. Dengan demikian, George Makdisi menyebut masjid juga sebagai lembaga pendidikan Islam.[22]

Fungsi Masjid Masa Islam Klasik

Pemahaman mendasar yang penting ditekankan di sini adalah bahwa masjid adalah tempat ibadah dan tempat pendidikan dalam pengertian yang luas. Menurut Quraish Shihab, kata “masjid” bukan sekedar memiliki makna sebagaimana bangunan tempat bersujud. Masjid juga bermakna tempat melaksanakan segala aktifitas manusia yang mencerminkan kepatuhan kepada Allah. Dalam kaitannya dengan pendidikan Islam, masjid mempunyai dua fungsi, yaitu fungsi edukatif dan fungsi sosial.[23] Sebagaimana sejarah telah mencatat, bahwa masjid Nabawi di Madinah telah mampu melaksanakan dua fungsi itu secara optimal.

Fungsi-fungsi masjid pada masa Islam klasik antara lain:

  • Fungsi Edukatif

Sebagaimana telah disebutkan di depan, bahwa pada saat Rasulullah berhijrah dari kota Makkah ke kota Madinah. Langkah pertama yang dipikirkan dan dibangun beliau adalah masjid. Di masjid inilah seluruh muslim bisa membahas dan memecahkan persoalan hidup mereka. Di masjid diadakan musyawarah untuk mencapai berbagai tujuan, menjauhkan diri dari berbagai kerusakan dan meluruskan aqidah. Dengan adanya masjid, dijadikanlah tempat tersebut untuk berhubungan dengan Allah  untuk memohon ketentraman, kekuatan, pertolongan, kesabaran, ketangguhan, kesadaran, kewaspadaan dan aktivitas yang penuh semangat.[24]

Menurut Quraisy Shihab, ada sepuluh peranan masjid Nabawi di zaman Rasulullah antara lain: tempat ibadah, tempat konsultasi dan komunikasi, tempat pendidikan, tempat santunan sosial, tempat latihan militer, tempat pengobatan, tempat perdamaian dan pengadilan, aula dan tempat menerima tamu, tempat tawanan perang, dan pusat penerangan dan pembelaan agama.[25]

Begitu sentralnya fungsi masjid pada waktu itu, sehingga masjid tidak saja digunakan untuk melaksanakan shalat semata, tetapi lebih dari itu masjid berfungsi sebagai lembaga pendidikan Islam yang sangat urgen dalam mentransfer ilmu pengetahuan Islam. Di dalam masjid diadakan proses belajar al Qur’an , al Hadis, Fiqih, dasar-dasar agama, bahasa dan sastra Arab. Pendidikan bagi wanita juga dipentingkan, tetapi tidak bercampur dengan laki-laki. Rasulullah menyediakan waktu untuk secara khusus memberikan kuliah kepada kaum wanita.[26] Pendidikan untuk anak-anak dilangsungkan di al kuttab[27] dan al suffah yang tempatnya berdampingan dengan masjid. Mereka diajarkan al Qur’an, dasar-dasar agama, bahasa Arab, berhitung, keterampilan berkuda, memanah dan berenang.[28]

Menurut Hasan Langgulung, menjelaskan bahwa masjid  pada mulanya digunakan untuk pendidikan rendah bagi anak-anak. Akan tetapi kaum muslimin lebih suka kelas bimbingan anak-anak dilakukan pada tempat yang khusus, yaitu al suffah dan al kuttab yang berada disamping masjid. Hal itu dikhawatirkan anak-anak akan merusak masjid dan biasanya mereka tidak dapat memelihara kebersihan masjid.[29]

Fungsi edukatif  masjid pada awal pembinaan Islam, masjid merupakan lembaga pendidikan Islam. Yakni tempat manusia dididik agar memegang teguh keimanan, cinta kepada ilmu pengetahuan, mempunyai kesadaran sosial yang tinggidan mampu melaksanakan hak dan kewajiban dalam negara Islam. Masjid dibangun guna merialisasikan ketaatan kepada Allah, mengamalkan syariat Islam dan menegakkan keadilan.[30] Pendek kata, masjid itu sebagai pusat kerohanian, sosial, budaya dan politik, sehingga masjid disebut sebagai baitullah atau rumah Allah artinya untuk memasuki masjid itu tidak dibutuhkan izin. Apakah untuk beribadah atau belajar atau untuk maksud-maksud baik lainnya.[31] Masjid merupakan tempat terbaik untuk kegiatan pendidikan. Sebab akan terlihat hidupnya sunnah-sunnah Islam, menghilangnya bid’ah-bid’ah, dan menghilangnya stratafikasi rasa dan status ekonomi dalam pendidikan.

  • Fungsi Sosial Politik

Sosial politik dalam Islam tidak lain adalah dakwah itu sendiri. Sebab tujuan dakwah Rasulullah adalah agar umat kembali ke jalan Allah. Dan tempat untuk memberikan penyadaran tersebut masjid merupakan tempat yang kondusif. Begitu juga tujuan dakwah Nabi adalah untuk memakmurkan masjid sehingga umat Islam bersatu padu dalam ukhuwah Islamiah. Masjid merupakan tempat berkumpulnya orang-orang Islam. Masjid pada zaman Nabi menjadi pusat kegiatan untuk membina masyarakat demi terciptanya persatuan dan kesatuan dalam satu kesatuan sosial dan satu kesatuan politik. Kaum Anshar dan Muhajirin yang berasal dari daerah yang berbeda dengan membawa adat dan kebiasaan yang berbeda, sebelum bersatu membentuk masyarakat Islam, berasal dari suku-suku bangsa yang berselisih.[32] Melalui masjidlah Rasulullah meletakkan dasar-dasar terbentuknya masyarakat yang bersatu padu secara internal. Tetapi juga diakui dan bahkan disegani oleh pihak lainnya.

  • Fungsi Ibadah

Kata masjid terulang sebanyak dua puluh delapan kali di dalam al Qur’an. Dari segi bahasa, kata tersebut terambil dari akar kata “sajada–sujud”, yang artinya patuh, taat, serta tunduk dengan penuh hormat dan ta’dhim.[33] Meletakkan dahi, kedua tangan, dan kedua kaki ke bumi yang kemudian dinamai sujud oleh syariat adalah bentuk lahiriah yang paling nyata dari makna-makna di atas. Itulah sebabnya mengapa bangunan bangunan yang dikhususkan untuk sholat dinamai masjid, yang artinya tempat bersujud.[34]

Fungsi utama masjid adalah tempat sujud kepada Allah, tempat untuk shalat dan beribadah kepada-Nya.[35] Ibadah berarti mengabdi, yakni mengabdikan diri sepenuhnya kepada Allah. Dengan penuh rasa taat, patuh dan tunduk. Di dalam masjid dilaksanakan segala aktivitas ibadah seperti shalat berjama’ah, zikir, tilawah al Qur’an, i’tikaf dan sebagainya. Dan masjid juga mempunyai makna tempat dilakukannya segala aktivitas keagamaan dalam dimensi ibadah sosial yang lebih luas.

  • Fungsi Pengabdian Kepada Masyarakat

Memakmurkan masjid berarti memakmurkan umat dalam arti yang luas. Masjid sebagai pusat pengbdian kepada masyarakat maksudnya setiap muslim hendaknya memberikan pelayanan untuk jama’ah masjid. Dengan demikian sifat tolong-menolong, kasih saying dan saling memuliakan terbina melalui masjid. Salah satu contohnya adalah pengelolaan zakat, infak dan sedekah. Di zaman klasik Islam khususnya pengelolaan zakat dikelola dan dilaksanakan di masjid.[36]

Dengan demikian terbentuk hubungan sosial kemasyarakatan yang saling memberikan haknya demi kepentingan masyarakat yang lebih luas. Di zaman klasik telah terjadi bahwa orang kaya menyerahkan sebagian hartanya kepada petugas Baitul Mal. Baitul Mal adalah tempat pengumpulan harta hasil zakat, infak dan sedekah yang bertempat di masjid. Petugas Baitul Mal bekerja untuk untuk mendata orang yang telah sampai haul dan nisab untuk membayar  zakat. Setelah di data kemudian menariknya untuk dikumpulkan di baitul mal yang kemudian dibagikan secara adil kepada orang yang berhak menerimanya. Di sisi lain orang-orang miskin tidak menunjukkan kemiskinannya karena telah terpenuhi segala hak mereka melalui zakat, infak dan sedekah yang dikelola melalui baitul mal yang diselenggarakan di masjid-masjid. Dengan demikian hati masyarakat terpaut kepada masjid, selanjutnya begitu masjid  menjadi makmur dan ramai dengan jama’ah karena menjadi pusat dari berbagai aktivitas keagamaan, baik berupa kegiatan pendidikan, ibadah, sosial politik dan pengabdian kepada masyarakat. Itulah maksud masjid didirikan dengan jiwa yang bersih dan atas dasar taqwa.

Kesimpulan

Demikianlah sekilas penjelasan mengenai masjid sebagai lembaga pendidikan Islam dan fungsi-fungsinya pada masa Islam klasik dan tentunya masih banyak lagi yang belum tercantum dalam tulisan ini. Penulis menyadari keterbasan-keterbatasan sekaligus memberi peluang kepada penulis lain untuk membahasnya lebih dalam.


[1] Ahmad Salabi. Sejarah Pendidikan Islam. Bulan Bintang: Jakarta. 1973, 58

[2] Ramayulis. Ilmu Pendidikan Islam. Kalam Mulia: Jakarta. 1994, 87

[3] Muhammad Munir Mursyi. Al Tarbiyah Al Islamiyah. Dar al Kutb: Kairo. 1982, 199

[4] Hasan Abdul Ali. Al Tarbiyah Al Islamiyah fi Qurn al Rabi’ al Hijry. Dar al Fikr: Mesir. 1977, 27

[5] Al Bukhari. Shahih al Bukhari, Bab al Tayammum Juz I. Dar al-Fikr: Beirut. 1981, 86

[6] A.W. Munawwir. Kamus al-Munawwir Arab-Indonesia. Pustaka Progresif: Surabaya. 1997, 610

[7] Sidi Ghazalba. Masjid Pusat Ibadah dan Kebudayaan Islam. Pustaka Antara: Jakarta. 1983, 118

[8] Arqam bin al Arqam orang kesebelas yang memeluk Islam. Ia termasuk kaum muslim gelombang pertama yang berhijrah ke Habasyah. Di rumahnya telah banyak orang yang memeluk Islam hingga mencapai jumlah 40 orang, yang terakhir adalah Umar bin Khattab. Al Arqam wafat tepat pada hari wafatnya Abu Bakar dalam usia 80 tahun. Lihat al Hamid al Husaini. Riwayat Kehidupan Nabi Besar Muhammad Saw. Bandung: Pustaka Hidayah. 2009. 294.

[9] Shafiyyurrahman al Mubarakfury. Ar Rahiq al Makhtum. (terj.). Riyadl: Dar al Islam. 1994, 91

[10] Muhammad Syafii Antonio. Muhammad Saw: The Super Leader Super Manager. Jakarta: Tazkia Publising. 2009, 196

[11] Ibid, 196

[12] Al Thabary. Tarikh al Umam wal Mulk. Bairut: Dar al Fikr. 1979, 256

[13] Muhammad al Shadiq Argun. Rasulullah Saw. (terj.) Beirut: Dar al Qalam. tt, 33

[14] QS. At Taubah (9): 108

[15] Muhammad Mushtafa al Adzamy. Diraasaat fi al Hadits an Nabawy. Beirut: al Maktab al Islamy. 1992, 52

[16] Kata halaqah atau usrah bermakna keluarga. Kata ini sering juga diartikan dengan ikatan persaudaraan antar beberapa orang yang mempunyai satu cita-cita, satu pemikiran, dan satu visi untuk mencapai tujuan tertentu. Halaqah ini adalah metode yang umum diterapkan oleh hampir setiap rasul dalam menyebarkan ajaran tauhid. Sebagai contoh, nabi Isa mengadakan halaqah bersama golongan Hawariyyun untuk menyampaikan dakwahnya.

[17] Samsul Nisar. Sejarah Pendidikan Islam (Menelusuri jejak sejarah pendidikan Era Rasulullah Sampai Indonesia). Jakarta: Kencana. 2007, 10

[18] Zainal Efendi Hasibuan. Profil Rasulullah Sebagai Pendidik Ideal: Telaah Pola Pendidikan Islam Era Rasulullah Fase Mekkah dan Madinah dalam Samsul Nizar. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Kencana Prenada Media Group. 2009, 10

[19] Pada tahun ke-9 Hijriyah, delegasi dari berbagai penjuru berdatangan ke Madinah untuk menyatakan keislaman mereka. Satu di antaranya berasal dari negeri Yaman. Mereka meminta kepada Rasulullah untuk mengirim seorang utusan yang akan memberi pemahaman agama kepada penduduk di sana dan mengajarkan syariat. Mengingat kapasitas ilmunya yang luas, wajahnya yang rupawan, dan budi pekertinya yang luhur, Mu’adz bin Jabal kemudian ditunjuk Rasulullah untuk tugas ini. Lebih lengkapnya lihat Khalid Muhammad Khalid. 60 Sahabat Rasulullah. Terjemahan M. Arfi Hatim dari judul asli Men Around The Messenger. Jakarta: Raja Grafindo Persada. 2000, 138

[20] Muhammad Sa’id Ramadhan Al Buthy. Sirah Nabawiyah: Analisis Ilmiah Manhajiah Sejarah Pergerakan Islam di Masa Rasulullah Saw. Jakarta: Rabbani Press. 2010, 187

[21] Muhammad Syafii Antonio. Muhammad Saw: The Super Leader Super Manager, 196

[22] George Makdisi. Religion, Law and Learning Classical Islam. Viriorum: Philadelpa. 1990, 4

[23] Quraish Shihab. Wawasan Al Qur’an. Bandung: Mizan. 1996, 460

[24] Abdurrahman An Nahlawi. Pendidikan Islam di Rumah, Sekolah, dan Masyarakat. Jakarta: Gema Insani Press. 1996, 137

[25] Quraish Shihab. Wawasan Al Qur’an, 462

[26] Hamid Hasan Bilgrami dan Sayyid Ali Asyraf. Konsep Universitas Islam. Yogyakarta: Tiara Wacana. 1989, 29

[27] Kuttab adalah sejenis tempat belajar yang mula-mula lahir di dunia Islam. Pada awalnya kuttab berfungsi sebagai tempat memberikan pelajaran membaca dan menulis bagi anak-anak. Lihat Ensiklopedi Islam. Jilid III. Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve. 2002, 86

[28] Ramayulis. Ilmu Pendidikan Islam, 87

[29] Hasan Langgulung. Asas-asas Pendidikan Islam. Jakarta: Pustaka Al Husna. 1988, 87

[30] Abdurrahman An Nahlawi. Prinsip-prinsip dan Metode Pendidikan Islam. Bandung: Diponegoro. 1989, 190

[31] Atiyah al Abrasyi. Dasar-dasar Pokok Pendidikan Islam. Jakarta: Bulan Bintang. 1999, 58

[32] Zuhairini. Sejarah Pendidikan Islam. Jakarta: Bumi Aksara. 1995, 35

[33] Quraish Shihab. Wawasan Al Qur’an, 459

[34] Ibid, 459

[35] Moh. Ayub. Manajemen Masjid: Petunjuk Praktis Bagi Para Pengurus. Jakarta: Gema Insani Press. 1996, 7

[36] Ibid, 77

 
4 Komentar

Ditulis oleh imron fauzi pada 10 Oktober 2011 in Pendidikan Rasulullah

 
← Tulisan sebelumnya
  • Pencarian

  • Penulis

    Imron Fauzi

    Buat Lencana Anda
  • <a href=”http://photobucket.com/images/nabi%20muhammad” target=”_blank”><img src=”http://i916.photobucket.com/albums/ad6/juhernaidy/FISIKA/nabi.gif” border=”0″ alt=”Muhammad saw Pictures, Images and Photos” /></a>

  • Facebook Like

    Facebook Like
  • Motto

    "Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi orang lain." (HR. Muslim)
  • Pengunjung

    free counters Free counters
  • Tulisan Tertinggi

    • PENDIDIKAN ANAK METODE RASULULLAH (USIA 4 – 10 TAHUN)
    • PENDIDIKAN ANAK METODE RASULULLAH (USIA 0 – 3 TAHUN)
    • BIOGRAFI SITI KHADIJAH
    • PENDIDIKAN ANAK METODE RASULULLAH (USIA 11 – 14 TAHUN)
    • BELAJAR MENGILMUI SHALAWAT
    • ARTI SYAFAAT
    • RIWAYAT HIDUP SITI AISYAH
    • RIWAYAT HIDUP HASAN DAN HUSEIN
    • PERANG BADAR
    • RIWAYAT HIDUP UMAR BIN KHATTAB
  • Tulisan Terakhir

    • METODE PEMBELAJARAN ALA RASULULLAH SAW
    • TUNTUNAN RASULULLAH SAW TENTANG SIFAT-SIFAT GURU
    • 5 CARA RASULULLAH MENGENDALIKAN EMOSI
    • INILAH DAHSYATNYA MEMAAFKAN
    • MEMINTA DAN MEMBERI MAAF
    • TIPS MENYELESAIKAN MASALAH ALA AISYAH
    • SAAT KHADIJAH JATUH CINTA PADA RASULULLAH
    • AMANAH BENDAHARAWAN PRIBADI RASULULLAH
    • KETIKA KALUNG FATIMAH MEMBUAT RASULULLAH MARAH
    • RAHASIA RASULULLAH DICINTAI “PENDUDUK” LANGIT DAN BUMI
  • Kalender

  • Jam

  • Kata Mutiara

  • Meta

    • Daftar
    • Masuk
    • RSS Entri
    • RSS Komentar
    • WordPress.com
  • Iklan
 

Blog di WordPress.com. Tema: Choco oleh .css{mayo}.

Entri (RSS) dan Komentar (RSS)

أنا أحبك يا رسول الله
Buat situs web atau blog gratis di WordPress.com. Tema: Choco.
Privasi & Cookie: Situs ini menggunakan cookie. Dengan melanjutkan menggunakan situs web ini, Anda setuju dengan penggunaan mereka.
Untuk mengetahui lebih lanjut, termasuk cara mengontrol cookie, lihat di sini: Kebijakan Cookie
Batal