Menasihati dan Mengajari Saat Berjalan Bersama
Berikut ini adalah kisah yang dituturkan Abdullah bin Abbas ketika diajak jalan bersama Rasulullah di atas kendaraan beliau. Dalam perjalanan ini, beliau mengajarkan kepadanya beberapa pelajaran sesuai jenjang usia dan kemampuan daya pikirannya melalui dialog ringkas, langsung dan mudah. Rasulullah bersabda, “Nak, aku akan memberimu beberapa pelajaran: peliharalah Allah, niscaya Dia akan balas memeliharamu. Peliharalah Allah, niscaya kamu akan menjumpai-Nya dihadapanmu. Jika kamu meminta, mintalah kepada Allah, dan jika kamu meminta pertolongan, mohonlah kepada Allah. Ketahuilah, sesungguhnya andaikata manusia persatu padu untuk memberimu suatu manfaat kepadamu, niscaya mereka tidak akan dapat memberikannya kepadamu, kecuali mereka telah ditakdirkan oleh Allah untukmu. Dan seandainya mereka bersatu padu untuk menimpakan suatu bahaya kepadamu, niscaya mereka tidak akan dapat membahayakanmu, kecuali sesuatu yang telah ditakdirkan Allah bagimu, pena telah diangkat dan lembaran catatan telah mengering.”[1]
Menarik Perhatian Anak dengan Ucapan yang Lembut
Adakalanya Rasulullah memanggil anak dengan panggilan yang paling sesuai dengan jenjang usianya, seperti ungkapan, “Anak muda, sesungguhnya aku akan memberimu beberapa pelajaran.” Dan seterusnya. Adakalanya beliau memanggil dengan sebutan, “Anakku” seperti beliau lakukan kepada Anas saat turun ayat hijab, “Hai anakku, mundurlah kamu ke belakang.”
Rasulullah menyebut anak-anak Ja’far, putra pamannya, “Panggilkanlah anak-anak saudaraku.” Beliau pun menanyakan kepada ibunya, “Mengapa aku lihat tubuh keponakanku kurus-kurus seperti anak-anak yang sakit?”[2]
Seseorang lebih terkesan bila dipanggil dengan julukan, gelar, dan predikat yang baik dari pada nama aslinya. Tak terkecuali anak-anak. Ironisnya, yang sering kali kita dapati anak-anak yang dipanggil dengan julukan tidak enak didengar, seperti: gundul, gembrot, kribo, dan sebagainya.
Menghargai Mainan Anak dan Jangan Melarangnya Bermain
Apa yang akan Anda katakan ketika mengetahui bahwa Hasan bin Ali mempunyai anak anjing untuk mainannya, Abu Umair bin Abu Thalhah mempunyai burung pipit untuk mainannya, dan Aisyah mempunyai boneka perempuan untuk mainannya. Setelah dinikahi Rasulullah, Aisyah membawa serta boneka mainannya ke rumah beliau, bahkan Rasulullah mengajak semua teman-teman Aisyah ke dalam rumah untuk bermain bersama Aisyah. Realitas seperti ini menunjukkan pengakuan dari Rasulullah terhadap kebutuhan anak kecil terhadap mainan, hiburan dan pemenuhan kecenderungan (bakat).
Al Ghazali mengatakan, “Usai keluar dari sekolah, sang anak hendaknya diizinkan untuk bermain dengan mainan yang disuainya untuk merehatkan diri dari kelelahan belajar di sekolah. Sebab, melarang anak bermain dan hanya disuruh belajar terus, akan menjenuhkan pikirannya, memadamkan kecerdasannya, dan membuat masa kecilnya kurang bahagia. Anak yang tidak boleh bermain pada akhirnya akan berontak dari tekanan itu dengan berbagai macam cara.”[3] Al Ghazali juga menambahkan, “Hendaknya sang anak dibiasakan berjalan kaki, bergerak, dan berolah raga pada sebagian waktu siang agar tidak menjadi anak yang pemalas.”
Tidak Membubarkan Anak yang Sedang Bermain
Anas berkata, “Pada suatu hari aku melayani Rasulullah. Setelah tugasku selesai, aku berkata dalam hati, ‘Rasulullah pasti sedang istirahat siang.’ Akhirnya, aku keluar ke tempat anak-anak bermain. Aku menyaksikan mereka sedang bermain. Tidak lama kemudian, Rasulullah datang seraya mengucapkan salam kepada anak-anak yang sedang bermain. Beliau lalu memanggil dan menyuruhku untuk suatu keperluan. Aku pun segera pergi untuk menunaikannya, sedangkan beliau duduk di bawah sebuah pohon hingga aku kembali….”[4]
Selain penting bagi pertumbuhan mental dan fisik anak, permainan mereka perlukan sebagaimana orang dewasa memerlukan pekerjaan. Pikirkanlah dahulu untuk membubarkan mereka saat bermain. Kalau untuk memperingatkan karena waktu yang tidak tepat atau membahayakan diri dan orang lain, lakukan dengan penuh bijaksana.
Tidak Memisahkan Anak dari Keluarganya
Abu Abdurrahman Al Hubuli meriwayatkan bahwa dalam suatu peperangan Abu Ayyub berada dalam suatu pasukan, kemudian anak-anak dipisahkan dari ibu-ibu mereka, sehingga anak-anak itu menangis. Abu Ayyub pun segera bertindak dan mengembalikan anak-anak itu kepada ibunya masing-masing. Ia lalu mengatakan bahwa Rasulullah pernah bersabda, “Barang siapa memisahkan antara seorang ibu dan anaknya, niscaya Allah akan memisahkan antara dia dan orang-orang yang dicintainya pada hari kiamat.”[5]
Rasulullah juga melarang seseorang duduk di tengah-tengah antara seorang ayah dan anaknya dalam suatu majelis. Beliau bersabda, “Janganlah seseorang duduk di antara seorang ayah dan anaknya dalam sebuah majelis.”[6]
Jangan Mencela Anak
Anas mengatakan, “Aku melayani Rasulullah selama 10 tahun. Demi Allah, beliau tidak pernah mengatakan, ‘Ah,’ tidak pernah menanyakan, ‘Mengapa engkau lakukan itu?’ dan tidak pula mengatakan, ‘Mengapa engkau tidak melakukan itu?’.”[7]
Anas juga mengatakan, “Beliau tidak pernah sekali pun memerintahkan sesuatu kepadaku, kemudian akan manangguhkan pelaksanaannya, lalu beliau mencelaku. Jika ada salah seorang dari ahli baitnya mencelaku, beliau justru membelaku, ‘Biarkanlah dia, seandainya hal itu ditakdirkan terjadi, pastilah terjadi.”
Al Ghazali memberi nasihat, “Janganlah banyak mengarahkan anak dengan celaan karena yang bersangkutan akan menjadi terbiasa dengan celaan. Dengan celaan anak akan bertambah berani melakukan keburukan dan nasihat pun tidak dapat mempengaruhi hatinya lagi. Hendaklah seorang pendidik selalu menjaga wibawa dalam berbicara dengan anak. Untuk itu, janganlah ia sering mencela, kecuali sesekali saja bila diperlukan. Hendaknya sang ibu mempertakuti anaknya dengan ayahnya serta membantu sang ayah mencegah anak dari melakukan keburukan.”[8]
Mengajarkan Akhlak Mulia
Anas menuturkan bahwa Rasulullah bersabda, “Wahai anakku, jika engkau mampu membersihkan hatimua dari kecurangan terhadap seseorang, baik pagi hari maupun petang hari, maka lakukanlah. Yang demikian itu termasuk tuntunanku. Barang siapa yang menghidupkan tuntunanku, berarti ia mencintaiku, dan barang siapa mencintaiku niscaya akan bersamaku di dalam surga.”[9]
Al Ghazali mengatakan, “Anak harus dibiasakan agar tidak meludah atau mengeluarkan ingus di majelisnya, menguap di hadapan orang lain, membelakangi orang lain, bertumpang kaki, bertopang dagu, dan menyandarkan kepala ke lengan, karena beberapa sikap ini menunjukkan pelakunya sebagai orang pemalas. Anak harus diajari cara duduk yang baik dan tidak boleh banyak bicara. Perlu dijelaskan pula bahwa banyak bicara termasuk perbuatan tercela dan tidak pantas dilakukan. Laranglah anak membuat isyarat dengan kepala, baik membenarkan maupun mendustakan, agar tidak terbiasa melakukannya sejak kecil.”[10]
Mendoakan Kebaikan, Menghindari Doa Keburukan
Jabir bin Abdullah berkata bahwa Rasulullah bersabda, “Janganlah kalian mendoakan keburukan untuk diri kalian, janganlah kalian mendoakan keburukan untuk anak-anak kalian, janganlah kalian mendoakan keburukan untuk pelayan kalian, dan jangan pula kalian mendoakan keburukan untuk harta benda kalian, agar jangan sampai kalian menjumpai suatu saat yang di dalamnya Allah memberi semua permintaanmu, kemudian mengabulkan doa kalian.”[11]
Orang tua harus dapat mengontrol penuh lisannya, agar tidak keluar ancaman atau ucapan yang bisa menjadi doa keburukan bagi sang anak. Doa itu tak harus sesuatu yang khusus diucapkan saat bersimpuh di hadapan Allah. Ucapan seketika, seperti, “Dasar anak bandel,” pun bisa bermakna doa. Dan doa orang tua kepada anak itu bakal manjur.[12]
Meminta Izin Berkenaan dengan Hak Anak
Sahl bin Sa’ad meriwayatkan bahwa disajikan kepada Rasulullah segelas minuman, lalu beliau meminumnya, sedang disebelah kanan beliau terdapat seorang anak dan disebelah kirinya terdapat orang tua. Sesudah minum, beliau bertanya kepada si anak, “Apakah engkau setuju bila aku memberi minum mereka terlebih dahulu?” Ia menjawab, “Tidak, demi Allah, aku tidak akan memberikan bagianku darimu.” Rasulullah pun menyerahkan wadah itu ke tangannya.[13]
Mengajari Anak Menyimpan Rahasia
Abdulllah bin Ja’far bercerita, “Pada suatu hari Rasulullah memboncengku di belakangnya. Beliau kemudian membisikkan suatu pembicaraan kepadaku agar tidak terdengar oleh seorang pun.”[14]
Makan Bersama Anak Sembari Memberikan Pengarahan dan Meluruskan Kekeliruan Mereka
Umar bin Abu Salamah bercerita, “Ketika masih kecil, aku berada di pangkuan Rasulullah dan tanganku menjalar ke mana-mana di atas nampan. Rasulullah bersabda kepadaku, ‘Hai bocah, sebutlah nama Allah (berdoa), makanlah dengan tangan kanan, dan makanlah makanan yang ada di dekatmu.’ Maka senantiasa seperti itulah cara makanku sesudahnya.”[15]
Abdullah bin Umar tidak pernah melakukan shalat malam, maka Rasulullah bersabda, “Sebaik-baik lelaki adalah Abdullah bin Umar seandainya dia shalat malam.” Sesudah itu, dia hanya tidur sebentar saja setiap malamnya.[16]
Berlaku Adil Kepada Anak, Tanpa Membedakan Laki-laki atau Perempuan
Nu’man bin Basyir pernah datang kepada Rasulullah lalu berkata, “Sungguh, aku telah memberikan sesuatu kepada anak laki-lakiku yang dari Amarah binti Rawwahah, lalu Amarah menyuruhku untuk menghadap kepadamu agar engkau menyaksikannya, ya Rasulullah.” Rasulullah bertanya, “Apakah engkau juga memberikan hal yang sama kepada anak-anakmu yang lain?” Ia menjawab, “Tidak.” Rasulullah bersabda, “Bertakwalah kamu kepada Allah dan berlaku adillah kamu diantara anak-anakmu.” Nu’man pun mencabut kembali pemberiannya.[17]
Melerai Anak yang Terlibat Perkelahian
Rasulullah pernah memisahkan dua bocah yang terlibat dalam perkelahian. Beliau meluruskan pemikiran mereka dan menyerukan kepada orang-orang dewasa untuk menangkal kezaliman.[18]
Gali Potensi Mereka
Ibnu Umar meriwayatkan bahwa Rasulullah bersabda, “Di antara pepohonan yang tumbuh di daerah pedalaman terdapat sebuah pohon yang dedaunannya tidak pernah gugur, dan itulah perumpamaan seorang muslim. Ceritakanlah kepadaku pohon apakah itu?” Orang-orang menebaknya dengan beragam pepohonan yang tumbuh di daerah pedalaman tersebut. Ibnu Umar berkata, ‘Dalam hatiku terbetik bahwa pohon yang dimaksud adalah pohon kurma, tetapi aku merasa malu untuk mengutarakannya (karena saat itu usiaku masih sangat muda). Selanjutnya, mereka pun menyerah dan berkata, ‘Ceritakanlah kepada kami wahai Rasulullah, pohon apakah itu?’ Rasulullah menjawab, ‘Itulah pohon kurma’.”[19]
Rangsang dengan Hadiah
Rasulullah pernah membariskan Abdulullah, Ubaidillah dan sejumlah anak-anak pamannya, Al Abbas, dalam suatu barisan, kemudian beliau bersabda, “Siapa yang paling dahulu sampai kepadaku, dia akan mendapatkan (hadiah) ini.” Mereka pun berlomba lari menuju tempat Rasulullah berada. Setelah mereka sampai di tempat beliau, ada yang memeluk punggung dan ada pula yang memeluk dada beliau. Rasulullah menciumi mereka semua serta menepati janji kepada mereka.[20]
Menghibur Anak Yatim dan Menangis Karena Mereka
Rasulullah bersabda, “Aku dan pengasuh anak yatim itu di surga seperti ini.” Beliau menunjukkan jari telunjuk dan jari tengah dengan meregangkan sedikit saja.[21] Rasulullah pernah menciumi dan bercucuran air mata ketika melihat anak-anak Ja’far menjadi yatim karena ayahnya gugur dalam medan perang, beliau juga menghibur mereka.[22]
Tidak Merampas Hak Anak Yatim
Rasulullah bersabda, “Ya Allah, sesungguhnya aku mengharamkan hak dua orang lemah, yaitu anak yatim dan wanita.”[23] Dengan demikian, seleksilah benar-benar harta kita. Adakah di dalamnya hak anak yatim yang kita rampas? Sebab, ancaman memakan harta mereka begitu jelas dan gamblang.
Melarang Bermain Saat Setan Berkeliaran dan Lindungilah dari penyakit ‘Ain
Rasulullah bersabda, “Apabila malam mulai gelap (malam telah tiba), tahanlah anak-anak kalian, karena setan saat itu sedang bertebaran. Apabila telah berlalu sesaat dari waktu maghrib, lepaskanlah mereka….”[24]
Aisyah menceritakan bahwa Rasulullah melihat anak yang sedang menangis kemudian beliau bersabda, “Mengapa bayi kelian menangis? Mengapa tidak kalian ruqyah dari penyakit ‘ain?”[25]
Mengajari Azan dan Shalat
Abu Mahdzurah bercerita, “Aku bersama 10 orang remaja berangkat bersama Rasulullah dan rombongan. Pada saat itu, Rasulullah adalah orang paling kami benci. Mereka kemudian menyerukan azan dan kami yang 10 orang remaja ikut pula menyerukan azan dengan maksud mengolok-ngolok mereka. Rasulullah bersabda, ‘Bawa kemari 10 orang remaja itu!’ Beliau memerintahkan, ‘Azanlah kalian!’ Kami pun menyerukan azan.
Rasulullah bersabda, ‘Alangkah baiknya suara anak remaja yang baru kudengar suaranya ini. Sekarang pergilah kamu dan jadilah juru azan buat penduduk Mekkah.’ Beliau bersabda demikian seraya mengusap ubun-ubun Abu Mahdzurah, kemudian beliau mengajarinya azan dan bersabda kepadanya, ‘Tentu engkau sudah hafal bukan?’ Abu Mahdzurah tidak mencukur rambutnya karena Rasulullah waktu itu mengusapnya.[26]
Mengenai shalat, Rasulullah bersabda, “Ajarilah anak-anak kalian shalat sejak usia 7 tahun dan pukullah ia karena meninggalkannya bila telah berusia 10 tahun.”[27]
Anas bin Malik berkata, “Pada suatu hari aku pernah masuk ke tempat Rasulullah dan yang ada hanyalah beliau, aku, ibuku, dan Ummu Haram, bibiku. Tiba-tiba Rasulullah menemui kami lalu bersabda, ‘Maukah bila aku mengimami shalat untuk kalian?’ Kala itu bukan waktu shalat. Maka salah seorang berkata, ‘Bagaimana Anas di posisikan di dekat beliau?’ Beliau menempatkanku di kanan beliau lalu beliau shalat bersama kami…”[28]
Tanpa cangung, Rasulullah mengajak anak shalat berjamaah meski tak ada orang selain anak tersebut, tanpa ragu pula, beliau mengangkat pemuda yang membencinya untuk menjadi tukang azan atau muazin kota Mekkah.
Mengajari Anak Sopan Santun dan Keberanian
Sebagaimana yang telah dijelaskan, bahwa Rasulullah pernah meminta izin kepada anak ketika beliau hendak memberi minum kepada tamu yang dewasa terlebih dahulu sebelum dia. Namun anak itu menolak. Saat itu Rasulullah tidak bersikap kasar dan tidak menegurnya.
Di antara keberanian yang beretika ialah anak tidak dibiarkan berbuat sesuatu dengan sembunyi-sembunyi. Al Ghazali mengatakan, “Anak hendaknya dicegah dari mengerjakan apa pun dengan cara sembunyi-sembunyi. Sebab, ketika anak menyembunyikannya berarti dia menyakini perbuatan tersebut buruk dan tidak pantas dilakukan.[29]
Menjadikan Anak yang Lebih Muda sebagai Imam Shalat dan Pemimpin dalam Perjalanan
Abu Hurairah menuturkan bahwa Rasulullah bersabda, “Bila kalian sedang berpergian, hendaknya yang menjadi imam adalah yang paling bagus bacaannya di antara kalian, walaupun ia orang yang paling muda. Bila ia telah menjadi imam berarti ia adalah pemimpin.”[30] Dan dikuatkan dengan hadits shahih, Amru bin Salamah berkata, Rasulullah bersabda, “Hendaknya yang menjadi imam kalian adalah yang paling banyak bacaan Al Qur’annya.”[31]
Sumber:
Syeih Jamal Abdurrahman dalam bukunya yang berjudul “Athfalul Muslimin Kaifa Robaahumun Nabiyyul Amin Saw” yang sudah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia oleh Agus Suwandi dengan Judul “Islamic Parenting, Pendidikan Anak Metode Nabi” Solo: Aqwam, 2010
[1] At Turmizi, Kitab Shifatul Qiyamah, 2516
[2] Muslim, 4075
[3] Ihya ‘Ulumuddin: III, 163
[4] Ahmad, 12956
[5] At Turmizi, 1204
[6] At Thabrani, Al Ausath: IV, 4429
[7] Muttafaq Alaih.
[8] Ihya ‘Ulumuddin: III
[9] At Turmizi, Kitab ‘Ilmi, 2602
[10] Ihya ‘Ulumuddin: III, 62
[11] Muslim, Kitab Zuhud wa Raqaiq, 5328 dan Abu Dawud, Kitab Shalat, 1309
[12] Untuk lebih jelasnya lihat hadits At Turmizi, Kitab Birri wash Shilah, 1828
[13] Muttafaq Alaih.
[14] Muslim, Kitab Haidh, 517 dan Abu Dawud, Kitab Jihad, 2186
[15] Bukhari, Kitab Ath’imah, 4957
[16] Muslim, Kitab Fadhuish Shahabah, 4528
[17] Bukhari, Kitab Hibah, 2398
[18] Lebih jelasnya lihat hadits Muslim, Kitab Birr wash Shilah, 4681
[19] Muttafaq Alaih.
[20] Majmu’uz Zawaid: IX, 17
[21] Bukhari, Kitab Thalaq, 4892 dan Kitab Adab, 5556; Tirmizi, Kitab Barri wash Shilah, 1841
[22] Lebih jelasnya lihat hadits Ahmad, Musnaddul Anshar, 25839 dan Musnadul Ahli Baith, 1695
[23] Ibnu Majah, Kitab Adab, 3668 dan Ahmad Musnadul Mukstirin, 9289
[24] Bukhari, Kitab Badil Khalq, 3038
[25] Shahih Al Jami’, 5662
[26] Ahmad, Musnadul Makkiyah, 14833
[27] Tirmizi, Kitab Shalat, 372 dan Abu Dawud, Kitab Shalat, 418
[28] As Silsilatush Shahihah, 140
[29] Ihya ‘Ulumuddin, III
[30] Al Bazzar, hasan menurut Al Haitsami, Majma’uz Zawaid: II, 64
[31] Shahih Al Jami’, 5350
indahbegituindah
6 Januari 2011 at 3:15 pm
terimakasih untuk ilmu nya… 🙂
`ADN
19 April 2011 at 5:42 pm
anak adlah harta kekayaan yang tak ternilai harga nya dia dapat membawa kita kepada kemuliaan hidup di dunia da akherat dan akherat tapi juga dapat menyeret kita pada kehinaan hidup di dunia dan akherat berilah dia teladan bukan hanya ucapan beri dia makan dari rizki yang halal dan menyehatkan sehingga dapat tumbuh menjadi generasi yang sehat jasmani dan rohani, langkah awal dlam memberikan pendidikan kpada anak adalah dengan menyayangi isti sepenuh hati, niscaya si ibuakan akan melahirkan generasi yang sehat jasmani dan rohani
imron fauzi
25 April 2011 at 12:57 pm
ship… saya sangat sepakat dengan anda….
Dayat
7 Juli 2011 at 5:09 am
trims
Mar Wiahty
20 Juli 2011 at 5:16 am
TERIMAKSASIH ATAS PENDIDIKAN ANAK, BAGI SAYA ………………….
imron fauzi
20 Juli 2011 at 2:55 pm
Sama-sama, kami harapkan saran dan kritikanx..
Ilmuwan cantik
6 September 2011 at 3:27 am
Ijin share yach…
saya rasa info ini sangat berharga untuk membentuk generasi yang tangguh & berakhlak mulia…
Putri Fifi
28 November 2011 at 1:44 pm
terimaksih.
sangat bmanfaat.
imron fauzi
3 Desember 2011 at 12:24 pm
sama-sama…
estu
1 Desember 2011 at 12:06 pm
terima kasih banyak….
imron fauzi
3 Desember 2011 at 12:24 pm
sama-sama..
ika wahyuningsih
18 Maret 2012 at 4:04 am
trimakasih ilmu, doain ya yang membaca bisa menerapkan dalam mendidik anak, karena butuh kesabaran dan hati yang kuat untuk menjalaninya.
imron fauzi
19 Maret 2012 at 3:51 pm
Amin… Terima kasih.
nathania
12 April 2012 at 6:17 am
siiiiiip dech……….!!!!!!!
imron fauzi
15 April 2012 at 7:29 pm
Makasih…
iskandar
18 Juni 2012 at 8:30 am
trimakasih banyak
usman
29 Juli 2012 at 3:54 am
syukran, dapat digunakan sebagai bahan ceramah
nanda
1 Agustus 2012 at 9:37 am
,,miqum,,,
allysa
1 Agustus 2012 at 9:38 am
salam,,,,
allysa
1 Agustus 2012 at 9:38 am
lgh aph nich,,,,,,,,,,,,
Deny kusumanyngsih
4 September 2012 at 1:10 pm
semoga sy bs mendidik anak sy sprti ajaran rosul kt,amin
henry putut sadewo
15 April 2013 at 7:27 am
Amin Ya Robbal Allamin……………
wiwik
23 September 2012 at 6:08 am
mudah2an sy bisa mendidik anak sy sperti ajaran Rosul.
habibi
6 Oktober 2012 at 3:40 pm
assalamualaikum al’akh sya minta ijin kopy ya syukron
YULIANTOSETYO
9 Oktober 2012 at 8:03 am
Amiin…sangat Meng Inspirasi… Terima kasih
umm najmi
1 Februari 2013 at 11:07 am
untuk tips yang terakhir mungkin bisa dilihat konteks hadits nya lagi.. “Bila kalian sedang berpergian, hendaknya yang menjadi imam adalah yang paling bagus bacaannya di antara kalian, walaupun ia orang yang paling muda. Bila ia telah menjadi imam berarti ia adalah pemimpin.”
disana dijelaskan terlebih dahulu, YANG PALING BAGUS BACAANNYA.
sepertinya kurang tepat kalo dibilang MENJADIKAN ANAK YANG LEBIH MUDA SEBAGAI IMAM SHALAT DAN PEMIMPIN DALAM PERJALANAN.
mungkin bisa dilihat lagi urutan syarat-syarat menjadi imam yang diprioritaskan..
wallaahu a’lam
baarakallaahu fiykum
yanti
4 Februari 2013 at 1:33 am
kita harus meneladani-Nya dan mengimplementasikannya kepada anak-anak kita
usrifah
7 Februari 2013 at 8:37 am
sangat bermanfaat. makasih
larasagis
22 Maret 2013 at 4:16 pm
Wah………artikenya sangat menarik. Saya suka.
vivi kurnia
29 Juni 2013 at 8:30 am
terima kasih pembahasannya, semoga anak saya menjadi anak-anak yang mencintai rasulullah
umii
22 Juli 2013 at 1:22 am
izin shRE YA
sukri
31 Oktober 2013 at 5:15 am
izin share… nggih
indra ,aulana
18 Desember 2013 at 5:45 am
mengharukan 🙂
thoha mashudi
24 Februari 2014 at 12:52 am
semoga kami dapat engamalkanya.
jazuli
1 April 2014 at 12:47 am
aslmkm, wr wb mohon izin utk mencetak artikel ini, dan disebarkan secara gratis, muda2han ilmu anda bermanfaat dunia akhirat..amain
smart sukses
2 Juni 2014 at 2:34 am
artilnya bagus:}
les privat
Bunda Sari
19 Juni 2014 at 3:11 pm
Insya Allah akan tercipta anak-anak yang beriman dan bertaqwa dengan pendidikan yang berlandaskan pada agama dan ajaran akhlak yang baik, trimakasih udah dishare, sangat menarik. salam kenal.
asolihin
29 Oktober 2014 at 4:42 pm
Insya Allah genarasi muda kita mempunyai akhlak yang baik, sebagai khalifah dimuka bumi. terimakasih sudah dishare..wassalam..
Bunda Masfupah
13 November 2014 at 2:49 pm
Semoga Anak kita menjadi penerus bangsa yg berakhlak mulia, Aamiin,Sukses ya
zoel
1 Januari 2015 at 7:48 am
kenali potensi menonjol anak anda sejak dini,investasikan biaya pendidikan sebanyak banyaknya untuk memaksimalkan potensi menonjol anak,biarkan kelemahan anak berkembang secara alami.Semoga anak akan menjadi ahli dibidangnya diusia yang masih muda
bigbanglesprivat
1 Februari 2015 at 5:29 pm
Bagus ini yang dicari-cari, bisa jadi tambahan acuan mendidik anak
sumarti
23 Februari 2015 at 12:46 pm
sy suka info.y
Kelas Dosen Jualan
28 Mei 2015 at 3:37 am
Semoga aja anak q termasuk anak yg sholehah. kalo mau jadi anak sholehah minimal harus mampu menjaga lisan dan aurat dengan mulai berhijab. Sebenarnya saya dulu sebagai ibunya risih juga kalo pake hijab, tapi ketika pakai hijab dari PRODUSEN MUKENA KATUN JEPANG saya malah lebih suka karena mukenanya nyaman, lembut dan adem. Makasih ya mbak udah berbagi cerita…
Ahmad Mubarok
22 Agustus 2015 at 5:25 am
Setuju sekali, agama menjadikan manusia untuk lebih bermanfaat bagi orang lain dan kepada Tuhan menjadi lebih bertaqwa.
benny
9 April 2016 at 7:02 am
terimakasih informasinya…sangat bermanfaat
Mainan Anak
18 Mei 2016 at 3:08 am
Artikel yang menarik. Pendidikan yang baik untuk anak terbaik adalah yang dapat melibatkan banyak pihak, termasuk menjadi teman terbaik bagi anak tersebut sebelum menanamkan nilai-nilai yang mulia
rahmi
12 November 2016 at 11:42 am
terima kasih infonya, semoga semua yang kita lakukan kepada anak bisa bernilai ibadah dan bermanfaat bagi banyak orang dan didunia serta diakhirat. amiinn!!!
Mudjiono Supangat
28 November 2016 at 6:50 am
Artikel bagus, yang harus menjadi sumber pertama seorang anak memahami agama. Sepertinya anak-anak perlu dijauhkan dari ceramah-ceramah umum, tabligh akbar yang disampaikan secara emosional apalagi isinya mengandung konflik.
Sismita Anggelina
29 Agustus 2017 at 10:48 pm
ijin share yah pak. Agar ilmunya semakin bermanfaat dan berkah. Terimakasih.
Wahyu
28 Maret 2018 at 3:41 pm
Barokalloh.
Sukron atas ilmu yg di bagikan.
Semoga kami dapat mengamalkan nya
Abu Aqillah
30 Desember 2018 at 11:13 am
Terima kasih atas sharingnya. Kebetulan saya juga baru dikasoh momongan. Artikel ini menggugah saya untuk mendidik anak sesuai dg apa yg diajarkan oleh manusia terbaik sepanjang zaman
Abu Aqillah
30 Desember 2018 at 11:16 am
Terima kasih atas sharingnya, kebetulan saya juga baru dikasih momongan dan artikel ini sangat menggugah hati saya untuk mendidik dengan cara seperti yang dilakukan oleh manusia terbaik sepanjang zaman, Sholollohu alai wassalam
Вам перевод 190536 р. https://tinyurl.com/ciftBoto NMVV7761732RKKF
14 September 2020 at 11:58 am
Вам перевод 188247 р. https://tinyurl.com/ciftBoto NMVV7761732RKKF